"Semua orang perbah berbuat salah kok, saya sudah maafkan kamu!"
Bukan!
Namun, sesungguhnya makna memberi maaf ialah manakala diri kita terbebas dari 'dendam', 'marah', 'suudzon', dll dari penyakit hati kepada orang yang mendzolimi kita.
Ini hakikat sebuah pemberian maaf: membersihkan hati. Bahwa kita menetralkan diri kita dari beragai varian 'sakit hati'.
Karena itulah, Rosululloh shollallohu alayhi wasallam bersabda,
“Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bersih hatinya dan selalu benar atau jujur lisannya.”
Kemudian mereka para sahabat berkata, mengenai jujur atau benar lisannya, kami sudah mengetahuinya, tetapi apakah yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya?”
Beliau menjawab, “Yaitu seseorang yang bertakwa dan bersih, yang tidak terdapat dosa pada dirinya, tidak dholim, tidak iri, dan juga tidak dengki.”
(HR. Ibnu Majah 4216 dan Ibnu ‘Asakir (17/29/2), Syaikh Albani berkata, Hadits ini memiliki sanad yang shahih dan rijal yang tsiqat (terpercaya))
Dari hal ini kita bisa paham, bahwa sebesar apapun celaan, hardikan, cemooh, komentar dari siapapun, selama kita tidak memiliki 'marah', 'dendam', maka -insya Alloh- aman-aman saja. Tidak ada yang perlu dipermasalahan. Tinggal kita bagaimana bisa mendoakan kebaikan bagi saudara kita yang menzholimi diri kita.
Masya Alloh!