"Kalau caper, jangan ke gue!" tukas Ulvi akhirnya lelah sendiri mendengar celotehan cowok SKSD ini, terlebih sekarang Dantel mengikis jarak antar keduanya.
Dua siswi yang sedang berdiri mengobrol di koridor menatap mereka iri. Lovandra Maulvi yang sadar sedang diperhatikan melangkah lebih cepat melewati cowok itu yang menyengir kuda, segera menepis bahunya untuk mendekati supir pribadinya.Â
"Jangan gengsi kalau cinta bilang cinta!" teriak cowok itu berusaha memberi sugesti. Dantel menatap berbinar punggung Ulvi apalagi saat rambut panjang hitam lurus cewek itu terbang terbawa angin saat memasuki mobil. Terlihat anggun sekali. Walaupun, pasti lebih cantik kalau gadis itu menatapnya.Â
"Gue pasti udah gila!" rutuk Dantel menyesali perbuatannya. Ada angin apa, perilakunya terasa bayangan. Dantel tidak ingin melakukan hal-hal bodoh hari ini, tapi hatinya mendorong demikian.
"Eh, di sini ternyata. Kak, aku buat surat ini khusus buat Kakak," ujar seorang cewek membuat Dantel terperanjat dan segera menegakkan badan. Setelah membalikkan badan, ternyata cewek ini bukan cewek yang mengusiknya pagi tadi. Siswi ini juga kelas sepuluh seperti cewek tadi pagi. Cewek itu mengerlingkan sebelas mata membuat garis wajah Dantel berubah ingin muntah. Kali ini, cewek yang mendekatinya tidak bisa dibilang bagus menurut alam, badannya gemuk, rambutnya panjang berantakan, juga pakaiannya sangat menonjolkan tubuh. Namun, bukan karena fisik atau apa pun, Dantel hanya selalu menyukai Ulvi.
Tangan Dantel membuka surat itu dan menyobeknya. Ia mengambil bagian kecil, lalu sisanya ia buang di tong sampah. Sobekan kertas itu lalu ia gulung seperti terompet dan memasukannya dalam telinga, memejamkan mata seakan menikmati.Â
Adik kelas di depannya itu masih mengamati pergerakan kakak kelasnya dengan tatapan nanar. Bahkan suratnya yang ditulis dengan penuh rasa cinta itu dibuang, tidak dibaca sama sekali. Dan sekarang apalagi?
Dantel mengeluarkan gulungan kertas itu dari telinganya. Lalu berujar polos, "Lo mau pinjem?"
Cewek itu sontak menggeleng kaku. Wajahnya berubah sendu, tak lama menangis, dan berbalik kemudian menghilang di balik koridor dengan sisa suara isaknya yang semakin jauh semakin keras.
Dantel tersenyum sinis dan membuang sampah di genggamannya, lantas memasuki toilet menuju wastafel membersihkan tangan juga telinganya.Â
"Ambisius banget!" Seorang cowok dengan seragam putih abu-abu berantakan baru keluar dari bilik toilet.