"Don't Cry For Me Argentina" by Andrew Lloyd Webber, 1978
And as for fortune and as for fame I never invited them in Though it seemed to the world They were all I desired They are illusions They're not the solutions They promise to be The answer was here all the time .... Nama besar Argentina dipadu dengan ketenaran Lionel Andrés Messi membuat para penikmat sepakbola piala dunia banyak berpihak pada Argentina ketimbang tim panzer Jerman dalam pertandingan 3 Juli 2010 di stadion Cape Town. Apalagi tim pebola Jerman tidak dinakhodai pemain kondang Michael Ballack. Tim Panzer nyaris beranggotakan darah-darah muda. Hanya segelintir pemain kenyang asam-garam yang populer seperti Podolski dan Klose. Namun pertandingan yang memukau selama 2x45 menit menunjukkan hasil gemilang buat Jerman: 4 gol Muller (1 gol), Klose (2) dan Friedriech (1) membuat pertandingan seru bahkan tegang sepanjang 90 menit dengan 4 klimaks pada menit-menit ke 3, 68, 74 dan 89. Sesudah gol pertama, harapan Argentina membuat penyamaan bahkan melampaui Jerman masih mejadi asa para pendukungnya. Gol kesebelasan Argentina yang kemudian dianulir wasit akibat laporan wasit-garis akan perangkap off-side seakan membuka peluang pendulum bergerak balik. Namun tampaknya kehadiran Angela Merkell yang begitu dinamis tanpa nuansa jaim di tribun kehormatan penuh selama pertandingan menjadi penyuntik semangat dan menjadi booster energi bagi anak-anak asuhan Joachim “Jogi” Low. Pasukan belakang Jerman rapat membangun benteng dan membuat strategi Messi-centric mandul. Taji tajam Tevez yang mencoba beberapa kali merobek jala Jerman dipatahkan kawalan ketat tanpa lelah. Apalagi kiper Manuel Neuer senantiasa on-position. Skuad depan yang dimotori dua pendobrak super gesit dengan umpan-umpan matang Schweinsteiger dan Podolski tak sedikitpun mengurangi tekanannya di zona gawang Argentina. Pemain-pemain belakang berkaos garis putih biru-muda tak berdaya dan membuat kiper Romero seolah berjuang sendirian. Antitesa Jabulani Jabulani adalah kata yang diambil dari bahasa lokal Afrika yang berati merayakan (to celebrate). Bola Jabulani adalah bola resmi yang dipakai sepanjang sepak bola dunia di Afsel. (Intermezzo: Semula warga berbahasa Jawa merasa tersanjung, dikira Jabulani itu padanan dari kata jebulane). Bola ini hasil litbang para peneliti di University of Loughborough, Inggris. Dilaporkan bahwa bukan hanya pemilihan warna yang bernuansa dan mewakili seluruh warna bangsa-bangsa dunia juga menggunakan material dan teknik pembuatan yang ultra-modern. Sebelum resmi dirilis sebagai bola resmi. Bola Jabulani dijajal oleh pemain-pemin papan atas seperti Lampard, Ballack, Kaka bahkan saat peluncuran flamboyan Beckham ikut ambil bagian. Sejak dipakai dalam latihan resmi dan juga pertandingan pembuka, kehadiran bola Jabulani banyak menuia komentar sampai kritik. Surat terbuka juga sempat dilayangkan ke Presiden FIFA. Salah satu yang menyampaikan keprihatinan adalah pemain gaek Liverpool yang juga pemain kojo the socceroo, Craig Johnson tentang bola hi-tech Jabulani. Ulasan berisi kritik dan kekhawatirannya sempat membuat keraguan akan asyiknya menonton laga bola. Tengok pernyataan sinis Johnson "Asking players to shoot or pass with this new Jabulani ball is like asking Picasso to paint a picture without bristles on his brush”. Laga Jerman vs Argentina menjadi antitesa terhadap bola kontroverial Jabulani. Bola yang diproduksi Adidas ini menjadi isu menarik sepanjang piala dunia selain tentunya terompet Afrika yang menjadi the ambient noise selama tayangan laga sepakbola dari Afsel. Menang Tanpa Mempermalukan dan Kalah Tanpa Kambing Hitam Memang pemain-pemain kelas dunia beda dengan para medioker. Menang tidak membuat mereka sombong dan arogan. Kekalahanpun tidak menjadikan mereka seolah terbakar jenggot dan sibuk cari kambing hitam. Mari kita simak penggalan-penggalan kalimat dari bintang-bintang kedua tim. Jerman sebagai pemenang dan Argentina sebagai pecundang. Untuk cerita lengkapnya silahkan berkunjung ke situs FIFA. Bastian Schweinsteiger, Budweiser Man of the Match "We've played exceptionally well today, and I'm really proud of this team. Our tactics were superb. This is a very good team. We're not particularly experienced, but we have a lot of players who have no inhibitions and are prepared to try things." Thomas Müller, Germany "What's happened today is obviously just unbelievable. The star today was definitely the team yet again. We're all playing at the limit; every one of us is giving everything for the cause. I hope my teammates do everything right in the semifinal." Miroslav Klose, Germany "Looking at the way we stood our ground and fought again today, I only have one thing to say: respect. I'm proud of this team and also the team behind the team -- every man in this squad is sensational." Carlos Tevez, Argentina "Losing like that really hurts. I'm personally wounded. I feel the pain, but that's football. We were appalling today. Sometimes you fail to live up to your own expectations. I really don't know why this has happened. They totally dominated us, and we never had enough possession. On top of that, our counterattacking play was atrocious, but I'm not pointing the finger at anyone." Beberapa kata kunci pelajaran yang kita petik dari pemain-pemain kelas dunia ini adalah -- tim yang kompak, saling hormat (respect), tim itu bukan hanya 11 orang juga semua yang ikut dipinggir lapangan dan juga yang lain. Kekalahan diterima karena memang kurang bermain baik dibanding lawan, dan tak cari kambing hitam. Seorang pencinta tim Australia, The Socceroo melempar lelucon tak-lucu yaitu “Terima kasih Jerman, kalian membuktikan kami sejajar dengan tim Inggris dan Argentina yaitu kami sama-sama dikalahkan dengan 4 gol”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H