[caption id="attachment_53674" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi"][/caption] Banyak keluhan belakangan ini seputar tergerusnya sikap luhur dalam bertatakrama khususnya dalam perspektif sopan santun pada guru, pada orang tua, pada tamu dan pada orang-orang yang pantas untuk dihormati. Bahkan segelintir dari kita bukannya mencari tahu apa penyebab kemudian melakukan upaya pembalikan (turn over) ke sopan santun a la timur yang kita junjung tinggi dan banggakan melainkan sibuk mencari dan terperangkap dalam kelatahan mencari kambing hitam. Jurang generasi, modernitas dan ketularan barat adalah tiga biang kerok yang bercokol diurutan anak tangga paling atas yang dipandang sebagai kambing-kambing paling hitam. Dalam lawatan ke China, ingin saya menengok dan merasakan bagaimana tatakrama timur yang menurut cerita masih langgeng. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK, Economic Development Zone) Shenzhen, China merupakan magnit kuat yang menarik pelancong, pelaku ekonomi, industriawan dan pegolf fanatik serta pencinta kuliner, socioanthropologists untuk datang berkunjung. Mission Hills adalah salah satu atraktor yang diciptakan ekstravaganza golf dimana dalam satu kawasan kita dapat menemukan dan bermain golf dengan puas sampai gempor di 10 buah lapangan golf yang dirancang, dibangun dan dikelola dengan apik. Lebih jauh lagi, masing-masing lapangan golf dirancang unik mengikuti ciri khas dan kegemaran pemain-pemain kelas dunia yang lintas generasi, antar benua dan juga gender, misalnya Greg Norman pegolf tua dari Australia dan Annika Sorenstam pegolf perempuan dari Eropah. Kini Mission Hills dipromosikan sebgai The World Cup Golf. Berdampak-negatifkah, ekstravaganza golf yang futuristik ini pada tata-krama ketimuran yang menjadi ciri khas bagi negara yang pernah dijuluki Tirai Bambu ini? Dalam kunjungan (a combo of business and leisure) 4 hari ke Shengzhen yang sedang berada dalam musim dingin dengan temperatur terendah sekitar 6 derajat Celsius, khususnya dari berbagai pertemuan formal, semi-resmi sampai silaturahmi santai dan dua pelajaran tentang sopan santun dalam saling hormat menghormati yang saya amati dan tuliskan sebagai cindera hati. Kaisar Yang Menyayangi Dan Dicintai Rakyat Minum teh adalah keseharian masyarakat Tiongkok, mulai dari minum teh dengan ritual kompleks a la Kaisar di Kota Terlarang (Forbidden City) sampai minum teh pelepas dahaga pekerja kasar. Namun demikian jika kita jeli mengamati dan tak sungkan bertanya maka decak kekaguman akan terlontar instan mendapat pengetahuan tentang nuansa, makna dan cita dari ritual minum teh. Kaum muda senantiasa menawarkan teh pada kaum yang lebih tua sebagai wujud respek. Anak-anak yang sudah berkelana dan pindah dari rumah orang tua akan senantiasa mendahulukan acara minum teh bersama orang tua yang dirindukan saat pertemuan keluarga sambil berbagi cerita. Dalam upacara pernikahan, mempelai akan menawarkan teh pada kedua orang tua atau yang dituakan sebagai ungkapan terima kasih. Bahkan, acara minum teh juga digelar jika seseorang atau satu pihak ingin menyatakan penyesalan atas kesalahan yang diperbuat dan sekaligus memohon maaf dari orang atau kelompok lain. Khusus masyarakat di provinsi GuandDou dimana KEK Shengzhen berada ada satu kebiasaan yang unik yaitu mengetuk-ngetukkan jari telunjuk didekat cangkir tehnya saat seseorang sedang menuangkan teh ke cangkir tersebut, siapapun orang yang sedang menuang teh itu, baik orang yang sangat dihormatinya sampai pada pelayan kedai. Konon menurut cerita, seorang Kaisar dalam masa Dinasti Ching (1682 - 1911) adalah tipe pemimpin yang tidak suka model ABS (Asal Bapak Senang). Laporan tertulis dan lisan dari anak buah tentu dibaca dan diperhatikan dengan seksama. Namun, mengetahui kondisi riil rakyat dalam keseharian juga menjadi perhatian Sang Kaisar. Untuk itu tak jarang Kaisar turba (turun-ke-bawah) alias incognito bahkan tak jarang menyamar dalam berbagai profesi sebagai pelayan masyarakat. Dalam penyamaran ini Kaisar wanti-wanti agar tidak memberitakan secara luas atau saat berjumpa tidak melakukan ritual penghormatan layaknya di istana atau acara lain diluar istana. Suatu ketika Sang Pemimpin ingin mengetahui bagaima kesejahteraan rakyat, Kaisar menyamar sebagai pelayan kedai makan dan minum. Saat menuangkan teh kedalam cangkir seorang pelanggan, pelanggan kedai mengenali siapa “pelayan” itu. Ingin iya berlutut dan menyembah Sang Kaisar yang menjadi idolanya itu namun teringat akan wanti-wanti, sang pelanggan tak berani, sebagai gantinya iya menggeserkan tangan kanannya ke arah cangkir kemudian mengetuk-ngetukkan jari telunjuk yang ditekuk didekat cangkir menirukan bagaimana layaknya iya berlutut, tangan kiri ke lantai untuk menopang badan, tangan kanan ditekuk kepunggung dan kepala tertunduk menghadap Kaisar. Gerakan menghormati kaisar ini sangat kompleks dan dikenal dengan istilah koutou. Dalam penyamarannya itu diberitakan bahwa Kaisar sedikit (agar tidak mencolok) menganggukan kepala sebagai tanda dan ucapan terimakasih dan apresiasinya pada warganya yang merahasiakan penyamaran Kaisar dan tetap hormat walau Kaisar sedang dalam penyamaran sebagai seorang pelayan kedai teh. Kejadian ini kemudian menjadi cerita turun temurun dan sampai sekarang dipraktekkan walau dalam wujud yang lebih praktis yaitu mengetukkan jari telunjuk didekat cangkir teh sebagai apresiasi dan ungkapan terima kasih pada budi baik orang lain yang menuangkan teh untuk kita. Silaturahmi Dan Menghormati Dengan Bersulang Bersulang adalah ritual yang dilakukan saat memulai atau mengajak minum bersama. Ini sudah dilakukan sebagai kebiasaan umum. Dalam jamuan kenegaraan di istana negara juga sebagai penghormatan dan ucapan selamat datang, Presiden RI senantiasa mengajak para tamu untuk bersulang dengan mengangkat gelas dan minum bersama. Minuman yang disediakan adalah anggur tak beralkohol (apfel zap). Banyak sekali padanan kata untuk sulang dapat kita temui misalnya kan pai (Japan), gan bei (China), toast (English), cheers (English), chin chin (Argentine), tsjoch (Friesland) dll. Seperti juga masyarakat non-muslim, warga Tiongkok turun temurun mengenal dan menyukai minuman beralkohol. Jika di Eropah, minuman beralkohol dibuat dari buah-buahan, khususnya anggur (grape) di China minuman beralkohol (jiu) umumnya berbahan baku beras atau beras ketan. Sangat banyak ragam minuman keras dapat ditemukan di China. beberapa jenis yang populer diantaranya adalah -- Mao Tai jiu, Gao Liang jiu, Da Gu jiu, Fen jiu dan Hua Diao jiu. Semakin tua umur jiu ini semakin mahal harganya karena dipercaya semakin tinggi kualitasnya. Tak jarang ditawarkan jiu yang sudah berumur puluhan tahun. [caption id="attachment_53676" align="alignright" width="300" caption="Foto"][/caption] Menarik jika diamati ritual bersulang a la masyarakat China ini. Ternyata cara mereka bersulang juga menggambarkan nuansa menghormati. Dimasyarakat barat bersulang cukup dengan mengadukan gelas-gelas sampai menimbulkan denting dan saling bertatap muka dan eye-contact serta senyum. Tidak demikian di masyarakat Tiongkok. Seseorang yang sedang melakukan gan bei pada orang lain yang lebih dihormati maka posisi cangkir untuk bersulang akan ditempatkan lebih rendah dari cangkir kepunyaan orang yang lebih dihormati. Akan seru jika pihak yang lebih dihormati dengan elegan tidak menerima perlakuan lebih dihormati, ybs akan juga menurunkan posisi cangkirnya saat bersulang. Adegan lebih seru akan terlihat jika satu pihak ngotot untuk menujukkan rasa hormatnya, dia akan menggunakan tangan kirinya agar posisi cangkirnya berada lebih rendah dimana jari kelingking dan jari manis tangan kirinya diposisikan menahan dasar dari cangkir orang yang lebih dihormatinya agar berada sedikit lebih tinggi dari cangkirnya. Dalam budaya timur memang bahasa tubuh bisa lebih bermakna ketimbang bahasa lisan (gesture as a non-verbal communication). Koutou, mengetuk-ngetukkan jari telunjuk dan bersulang a la Tiongkok adalah beberapa contoh menarik dalam tata krama dan wujud saling menghormati. Sebuah kebiasaan yang patut dilanggengkan menjadi budaya agar tidak mudah tergerus oleh modernitas (modernity), pembaratan (westernization) ataupun jurang generasi (generation gap).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H