Mohon tunggu...
Kadiman Kusmayanto
Kadiman Kusmayanto Mohon Tunggu... -

I listen, I learn and I change. Mendengar itu buat saya adalah langkah awal dalam proses belajar yang saya tindaklanjuti dengan upaya melakukan perubahan untuk menggapai cita. Bukan hanya indra pendengaran yang diperlukan untuk menjadi pendengar. Diperlukan indra penglihatan, gerak tubuh bersahabat dan raut muka serta senyum hangat. Gaul !

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

ABG -- Asli Indonesia

12 November 2009   11:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:22 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita telusuri kisah sukses terajutnya ABG ditanah air dan khas Indonesia. Dari sekian banyak contoh, mari amil batik dan jamu sebagai dua kisah sukses.

Batik adalah kekayaan turun temurun anak negeri dalam membentuk corak dan memberi warna pada kain melalui titik-titik yang dihasilkan oleh alat khusus bernama canting dengan media cair malam (atau lilin). Kata batik bermuasal dari titik yang menjadi ciri khasnya. Dalam matematika, kita kenal bahwa kumpulan titik akan membentuk garis bahkan pola. Pola ini dihasilkan melalui karya seni yang tidak jarang bernuansa ritual dan tradisi yang kemudian mengkristal menjadi budaya. Keterajutan ABG telah sukses menjadikan batik sebagai: Kekayaan khas Indonesia yang diakui dunia, Menjadi citra nasional bahkan dijadikan citra lokal, Peluang bisnis yang prospektif, Karya seni yang membuka peluang fusi seni tradisional dengan kontemporer, dan menjadi trend setter di beberapa world fashion show. Batik, khususnya batik tulis dan batik cap adalah Indonesia. Memang dengan besarnya pasar batik di tanah air, telah membanjir kain-kain bermotif batik. Ini bukan batik !

Jika de jure atau de facto orang Indonesia berpakaian batik sekali saja dalam satu minggu maka citra, peluang bisnis dan seni batik akan meroket.

Jamu juga merupakan warisan leluhur dan sekaligus titipan anak cucu. Jampi yang kita kenal sebagai kiat dan doa untuk sembuh dari sakit dan juga agar tetap sehat (oesodho dalam Bahasa Jawa kuno) sudah menjadi kebiasaan bahkan tradisi kita, generasi demi generasi. Jampi dan oesodho ini yang menjadi dua kata asal dari terbentuknya kata jamu. Jamu sudah melekat pada anak negeri. Walau pangsa pasar jamu menaik secara signifikan didalam negeri bahkan juga menunjukkan kenaikan yang kasat mata dalam ukuran ekspor dalam beberapa tahun terakhir ini namun porsinya terlalu kecil bila dibandingkan dengan obat yang berbasis bahan kimia murni. Kuat upaya kaum A, B mapun G dalam melakukan paduan jamu dengan obat. Obat-alami atau salah kaprah dengan sebutan obat-herbal adalah contoh nyata.

Sekiranya pemerintah (G) memberikan encouragement agar dokter dan paramedik di PusKesMas mengeluarkan resep dan memberikan jamu dan obat-nabati dalam menangani penyakit-penyakit yang banyak dialami masyarakat yaitu Pusing, Keseleo dan Masuk-angin maka betapa besarnya peluang bisnis dan tantangan riset yang diciptakan. Namun jangan iseng dan jail membuat plesetan bahwa Puskesmas itu identik dengan pusing, keseleo dan masuk-angin.  Puskesmas itu andalan kita dalam meuwujudkan masyarakat Indonesia yang sehat. ABG kompak -- Indonesia berjaya dengan batik dan jamu !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun