4. Berlandaskan fatma aimmah salaf beserta dalil-dalilnya, ketundukan dan kesabaran atas ujian dan cobaan dengan diberikannya pemimpin muslim yang sepaket dengan bentuk pemerintahan yang tak sejalan dengan syariat adalah sebuah fatwa jumhur mayoritas. Selain itu, bukan menjadi hal yang mudah seorang muslim bisa dikatakan kafir. seperti yang di jelaskan di sini
5. Menimbang begitu penting tegaknya syariat pada poin no 3 dan adanya fatwa jumhur ulama pada no 4, secara kasat mata bila kita tarik garis lurus ada sebuah spot yang tidak bsa ditemukan, sehingga spot inilah yang akhirnya bisa menjadi landasan ijtihad yang berbeda atas penyikapan terhadap fitnah dan ujian yang saat ini dijalani kaum muslimin.
6. Tanpa melihat dan condong terhadap siapa dan apa ijtihad yang muncul. secara pribadi, apakah anda akan melegitimasi satu pihak dan menyalahkan pihak lain atau bertoleransi terhadap ijtihad-ijtihad yang muncul?
Kembali pada topik khawarij, berdasarkan rangkaian poin-poin di atas dan bahasan pendahulunya terhadap munculnya stempel khawarij, mungkin anda bisa memahami, sedikit menebak, atau bertanya-tanya terhadap ujung jalan cerita. Sebagai sebuah penghubung cerita, saya ingin sampaikan bagaimana terdapat dua orang yang bebeda pendapat mengenai status seorang pemimpin di negara yang tidak menerapkan syariat islam secara menyeluruh. Pihak pertama menyampaikan bahwa sistem yang dianut adalah sistem negara kufur beserta perangkat-perangkat pelaksananya. artinya pelaku pemerintahan ini kafir. pendapat kedua bersebarangan dengan pihak pertama, akibat takfir yang disampaikan pihak pertama, maka pihak kedua memberi stempel khawarij bagi pihak pertama. pihak pertama semakin teguh manakala penguasa yang ia takfir dengan jelas menyatakan ketidak inginannya untuk tunduk terhadap syariat. dan ini diketahui jelas atas dokumentasi verbalnya. dan demi mencari jalan tengah, maka ia sampaiakan bahwa permasalahan ini adalah ikhtilaf di kalangan ulama. Disi lain pihak kedua berpendapat, tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama yang menyatakan bahwa pemimpin yang demikian bukanlah kafir. dengan dua pendapat tadi, menjadi sebuah tanda tanya: jadi manakah yang bisa di ambil pendapatnya?. yang menarik adalah, pihak pertama sebagai pemberi stempel kafir ternyata mampu berkompromi dengan menyampaikan bahwa pendapat diambil dari kedua belah pihak adalah sebuah ikhtilaf sehingga dengan santun tersirat ia tawarkan islah terhadap pihak kedua, disisi lain, pihak kedua yang menolak takfir ternyata egois dengan menolak bentuk perbedaan pendapat tadi.
Saya dan Ukuwah Islamiyah
Berbicara tentang topik ini, sedianya seperti yang saya sampaikan di awal adalah sangat berat. contoh dua kelompok yang berbeda pendapat yang saya sampaikan barusan adalah sebuah realita. Sebagai muslim yang tidak berdiri pada satu sisi, saya menilai perlunya sebuah pemahaman  pada pribadi diri sendiri dalam rangka meletakkan dasar ukuwah yang ingin dibangun. Menilik pihak pertama, bila kita runtut pilihan sikap keras dan tegasnya maka berdasarkan poin-poin yang saya sempat bahas terkhusus bila mengambil ibroh pada poin no 2 maka saya ingin bertanya, apakah salah dengan pendiriannya? begitupun dengan pihak kedua, apabila kita kaitkan kembali dengan poin-poin yang saya sebutkan diatas, khususnya pada poin no 4, apakah salah pendapatnya? lalu dengan mempertimbangkan poin no 6 bagaimanakah kita mengambil tempat dari dua golongan ini?
dalam menyikapi hal ini, saya yang selama ini dibina dalam wadah jamaah tarbiyah sungguh berhati-hati dan menaruh tinggi pentingnya ukuwah islamiyah. berlaku keras dan tegas terhadap orang yang menghalangi dakwah dalam menegakkan syariat dan berlemah lembut terhadap orang awam ataupun yang sama-sama ingin berdakwah menegakkan syariat meski berbeda jamaah adalah menjadi pedoman saya. Dalam kasus tadi, pihak pertama yang sudah dicap khawarij karena mentakfir penguasa toghut terlihat jelas bagaimana pedoman yang baik dalam dirinya dalam rangka membangun ukuwah islamiyah. lalu orang yang memiliki dasar yang baik dalam membangun ukuwah islamiyah ini, benarkah sama karakternya dengan orang-orang khawarij yang membabi buta atas setiap ketidaksepahaman?. Â Di sisi lain kita sebagai orang yang awam tentu juga merasa ngeri dengan gaya takfir yang dilakukannya, terlebih urusan mentakfir ini sungguh berat, tetapi bila sedikit anda mau berbincang dengan mereka, sungguh terlihat kehalusan budi mereka saat mereka dengan baik-baik memberikan setiap peringatan dan teguran terhadap orang-orang yang beriman. selain itu, takfir yang mencengangkan ini sebenarnya bukan hanya sebatas timbul atas klaim secara gegabah, saat tausiyah sekali, dua kali, tiga kali, teguran berulang-ulang dan tidak digubris oleh saudara yang ditegurnya dan jelas teguran yang ia berikan atas kekufuran yang nyata. maka dengan melihat nurani, tentu kita akan bertanya, Â apakah bijak saat kemudian dengan gegabah mereka kita cap sebagai khawarij?. apakah tak cukup takfir yang ia ucapkan di balas oleh Alloh swt dengan takfir yang sama bila memang takfir yang ia lontarkan salah? Ya akhi, dalam artikel ini saya sampaikan dukungan moril atas ijtihad mu, dan tetaplah istiqomah dalam melawan setiap kemunkaran. dan pesan dari saudara mu yang fakir ilmu, berhati-hatilah dengan urusan takfir ini, karena sesungguhnya aku sungguh tak rela saat takfir itu berbalik kepada mu.
Adapun terhadap kelompok yang kedua, atas kerasnya mereka dengan manhaj yang telah mereka pilih. cukup lah salam cinta dari ku. Semoga kalian tidak dijauhkan dari kebijaksanaan mengambil sikap.
Dari saudara mu, yang mencintai kalian... al fakir illalah
Bogor, 18 agustus 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H