Kita mahluk bernama manusia, diciptakan oleh Sang Pencipta Allah SWT. DIA memberi hidup, menyediakan rezeki, dan slot waktu perjalananannya. Hingga akhirnya selesai dan mati. Kita hanya diuji untuk menunjukan amal dan karya terbaik untuk bekal dalam keabadian kita kelak di Akhirat. "DIA yang Menjadikan mati dan hidup untuk menguji kalian, siapa diantara kalian yang terbaik amalnya................"
Secara perkembangan biologis, semenjak lahir, fisik terus bertumbuh. Bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan tua. Melalui pendidikan di keluarga dan lembaga pendidikan, otak dan pikiran kita di didik, di ajari dan di latih. Berkembang semua potensi apa yang ada dalam diri. Kita bisa disebut baik, jahat, pintar, bodoh, cerdas dan terampil atau jumud. Ahli dalam bidang tertentu hingga menjadi wasilah jalan pengabdian dalam menjemput rezeki yang Tuhan sediakan. Ataupun jumud dan tak jadi apapun, Â Tuhan tetap sediakan rezekinya, selama dia hidup. Habis jatah rezekinya, maka habis pulalah hidupnya, Mati !
Boleh jadi ada yang jadi manusia biasa, rakyat jelata. Ada yang jadi pejabat atau manusia terhormat, boleh jadi juga ada yang menurut ukuran manusia jahat dan terlaknat. Ada yang miskin papa, ada juga yang kaya raya. Intinya mereka ada dalam putaran mikrokosmos kehidupan dunia. Saling berinteraksi, saling menolong atau bahkan saling menjatuhkan dan saling membunuh. Manusia memang sifat dasarnya " suka membuat kerusakan dan suka mengalirkan darah" sebagaimana protes sang Malaikat ketika pertama kali Adam AS di ciptakan sebagai Khalifah di muka bumi.Â
Rezeki yang kita cari dan kita kumpulkan bermuara pada 3 hal. Pertama, Apa yang kita makan, berujung pada rutinitas pagihari di kamar mandi. Dibuang di closet. Semahal dan seenak apapun jenis makanannya, sungguh saat kita membuangnya tak akan pernah mengingat, makan apa semalam, berapa harganya. Asal sudah bisa keluar dan dibuang, lega perut kita. Enak badan kita.Â
Kedua, Apa yang di kumpul-kumpul sehingga menggunung menjadi beragam asset, tanah, rumah, kendaraan mewah, emas permata, uang Nilyaran dan saham, berujung pada pembagian atau urusannya perebutan warisan anak-anak dan keluarga. Jika pada sholeh akan maslahat, jika pada kurang ajar, berakibat malapetaka, berantem antar saudara dan kita menangis di alam baka. Meninggalkan warisan yang malah menjadi pemicu permusuhan dan pertengkaran.Â
Ketiga, Rezeki dalam wujud harta dan ilmu Apa yang kita belanjakan dan amalkan di jalan Tuhan, jalan agama, dan jalan kebajikan. Membantu anak yatim, fakir miskin, membangun sarana ibadah, lembaga pendidikan agama, atau apapun yang bernilai manfaat bagi ummat. Bisa jadi Itu yang kelak kita bawa di kehidupan berikutnya, yang akan menemani kita dalam senyum dan kebahagiaan saat bertemu dengan Rabb Sang Pencipta. Karena kita mati, hanya membawa 3 lapis kain pembungkus, plus kapas dan kapur. Tak ada yang dibawa dari apapun yang kita punya di dunia.Â
Dan ingatlah Sungguh memikirkan dan melakukan sesuatu yang berguna demi Akherat lebih baik dibandingkan melakukan apapun demi demi pesona dan target dunia. Karena Dunia ada batas waktunya, ada ujungnya. Kematian. Sementara Akherat adalah pintu gerbang fase kehidupan kita selanjutnya, yang kekal dan abadi.Â
Ternyata, Hidup Hanya Mampir Semata. Dunia Lahwun Wa La'ibun....
Malam 14 Ramadhan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H