Bagaimana sosok seperti Jokowi bisa melesat ke pentas politik nasional dalam waktu singkat? Bahkan bisa memenangkan Pilpres untuk kedua kalinya. Dia yang muncul dari sebuah kota kecil Solo, menjabat walikota 2 periode, lalu menang menjadi gubernur DKI Jakarta dalam waktu singkat dan langsung jadi Presiden. Dia menyalip banyak tokoh politik nasional dengan level ketua umum partai sekalipun.
Apa yang menyebabkan Jokowi bisa menggapai pencapaian seperti itu? Selain takdir yang membawanya ke tengah dan puncak. Maka tentu saja ada aspek-aspek lainnya yang bisa menjadi pembenaran yang rasional, masuk akal dan diterima hati. Bisa karena faktor internal yang ada dalam dirinya, atau faktor eksternal yang menguntungkannya.
Faktor Internal yang ada dalam dirinya adalah keluhuran budi, ketulusan pengabdian dan akhlak. Semuanya memancar dalam setiap ucap, gerak dan langkahnya. Seakan dituntun oleh sebuah kekuatan yang mendampinginya dengan balutan energi positif. Coba lihat tampilannya. Coba perhatikan gaya bertutur, berjalan dan berinteraksinya dengan orang lain.
Coba perhatikan bagaimana hubungannya dengan keluarga, istri, anak-anak dan cucunya. Dia selesai dengan dirinya dan berhasil menjadi pemimpin dikeluarganya, dia sosok suami dan ayah yang berhasil membangun dan mengurus keluarga.
Dalam berinteraksi dengan publik, dia berhasil masuk dalam emphaty dan suasana kebathinannya. Dia menyatu dengan pikiran, perasaan dalam bahasa paling sederhana rakyat. Tak berjarak. dia bukan ketua umum partai, tapi dia bisa menaklukan mereka semua, terutama partai yang bergabung dalam koalisinya.
Tentu para ketua umum partai itu tak sepi dari kajian, analisa dan pertimbangan taktis strategis dalam pencapaian target dan tujuan politiknya sebagai kekuatan politik. Tapi mereka menyerah dan menerima Jokowi sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta lalu Calon Presiden tahun 2014 dan 2019.
Faktor Eksternalnya boleh jadi munculnya kejenuhan publik terhadap sosok-sosok tokoh politik nasional pasca 10 tahun SBY berkuasa. SBY adalah sosok dengan tampilan gagah, cerdas dengan gaya bicara dan bahasa yang santun runut dan bersayap.
Sementara Jokowi Ndeso, kerempeng dan gak jago pidato merangkai kata dan kalimat. Dia hanya mengandalkan gaya blusukannya sehingga menjadi kata yang masuk dalam pikiran bawah sadar publik. bahwa hal tersebut sesuatu yang beda dan istimewa.Â
Blusukan itu satu paket dengan segala apa yang melekat dalam dirinya baik ucapan, gesture tubuh dan langkah tindakannya dalam ranah publik. Dan disempurnakan dengan blow up media. Dia hadir sebagai sosok media darling yang menarik untuk selalu jadi bahan pemberitaan baik cetak maupun elektronik.
Dan kini setelah satu periode memimpin Republik ini dan memenangkan kontestasi untu periode keduanya. Hal yang melekat di publik adalah tetap karakter, keluhuran budi, kesantunan dan ditambah kerja nyatanya yang terlihat publik terutama bidang infrastruktur. Orang akan selalu mengkomparasikan setiap tokoh yang berkontestasi pertama-tama dari sisi personal dirinya. Bisa fisik, karakter dan akhlaknya. Dan kelihatanya mengkomparasikan Jokowi dan Prabowo, Publik masih lebih menyenangi sosok seperti Jokowi.
Dan figur seperti Jokowi tidaklah bisa dicetak atau diciptakan secara sengaja. Tak bisa di produksi masal. Dia adalah sosok yang dikirim Tuhan untuk menjadi pemimpin bagi Republik Indonesia. Dan sosok seperti dia tak akan muncul lagi dengan ceples sama. Mau niru-niru habis sekalipun.
Boleh jadi kedepan, Akan muncul sosok dengan model dan gaya yang berbeda lagi. Model seperti SBY sudah 10 Tahun, Model Seperti Jokowi sudah mau 10 Tahun lagi. 2024 Kita tidak tahu model seperti apa yang dikehendaki rakyat Indonesia. Kita tunggu saja Tuhan mengirim siapa kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H