Atas munculnya fenomena tersebut, kini banyak tokoh ulama dan tokoh masyarakat serta politisi  yang merasa prihatin dan khawatir, betapa praktek politik tersebut telah merusak mental masyarakat, sehingga kontestasi apapun selalu dikaitkan dengan transaksi uang.
Bahkan muncul semacam situasi yang disebut "Matinya Ketokohan" di setiap kampung atau wilayah. Karena masyarakat lebih memilih calon yang memberi uang daripada calon yang di arahkan tokoh dengan berbagai pertimbangan manfaat dan kebaikan untuk daerah dan kampungnya.Â
Semua mengakui kiprah dan kebaikan sosial yang dijalankan selama ini oleh Keluarga Besar Mayasari bagi masyarakat Tasikmalaya. Tapi selama ini tak sampai menjalankan pola bombastis dan habis-habisan menggelontorkan praktek politik uang yang disebar secara luas dan merata langsung kepada masyarakat pemilih di 3 Kabupaten Kota. Sehingga aroma dan nuansa tsunaminya benar-benar amatlah terasa di kalangan elit politik dan tokoh publik.
Meskipun pada akhirnya kekuatan perangkat pengawas pemilu dan aparat berwenang tak berdaya dan tak mampu mengendus dan menyentuhnya. Hanya muncul beberapa titik saja yang kemudian dilanjutkan ke Gakkumdu Bawaslu dan Polres.
Oleh Karena itulah, maka kini muncul wacana praktik Politik Kapitalisme yang menggelegar di dalam kontestasi politik Lokal Tasikmalaya. Bahwa Dalam rangka menyambut Pilkada Kabupaten Tasikmalaya, Beliau langsung menyatakan bahwa Mayasari Akan Menyiapkan Calon Bupati (radartasikmalaya.com). Padahal Mayasari tentu saja bukanlah Partai Politik yang bisa mengusung dan mengajukan calon.
Tapi sebagai pengusaha besar dan link politik kuat secara lokal, regional dan nasional beliau sangatlah percaya diri bahwa Pilkada Kabupaten Tasikmalaya nanti juga akan Mayasari Kendalikan dan coba Menangkan. Disinilah makna Mayasari sudah menjadi Kekuatan Kapitalisme Politik di Tasikmalaya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H