Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ajengan Ruhiat, Kiai Patriot dari Cipasung Layak Dapat Gelar Pahlawan

10 November 2012   05:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:40 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 2 November 2012 kemarin dilaksanakan haol ke 35 Almarhum Almaghfurlah KH. Ruhiat Pendiri ponpes Cipasung Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Acara itu dihadiri santri dan ribuan alumni yang tergabung dalam Komunitas Alumni Cipasung (KAC) dari berbagai daerah di Indonesia. Hadir pula Ketua MK Mahfud MD memberikan taushiyahnya.

Saya alhamdulillah dapat hadir untuk kesekian kalinya dalam acara haol tersebut. Selama mengikuti kegiatan tersebut,  pikiran saya menerawang pada kurun semasa hidup beliau yang dikupas sejarahnya oleh salah seorang anggota Keluarga besar Ponpes Cipasung. Lalu dalam beberapa kesempatan pun saya mencoba mencari tahu segala informasi tentang sepak terjang perjuangan beliau dalam hal dakwah dan pendidikan melalui pesantren maupun tentang perjuangannya selama masa revolusi kemerdekaan.

Atas semua bacaan tersebut saya sampai pada satu kesimpulan, bahwa Kabupaten Tasikmalaya itu layak memiliki pahlawan nasional dua orang, yaitu KH. Zainal Mustofa dari Ponpes Sukamanah dan KH. Ruhiyat dari Ponpes Cipasung Singaparna. Saya tak hendak mengupas seputar sejarah perjuangan dan kepahlawanan KH. Zenal Mustofa sebab sudah dikupas oleh sahabat kompasianer saya Kang Anep Paoji. Saya ingin mengupas seputar KH. Ruhiyat saja.

Ajengan Ruhiat lahir pada 11 Nopember 1911 dan wafat 28 Nopember 1977. Hari wafatnya bertepatan dengan 17 Dzulhijjah 1397. Haol kemarin itu merupakan haol yang ke 35. Aj. Ruhiyat merupakan ajengan dengan kedalaman ilmu yang menjadi rujukan bagi ajengan-ajengan lain pada masa nya. Beliau tempat bertanya dalam banyak hal, baik urusan agama maupun urusan sosial politik dan kemasyarakatan.

Dalam beberapa sumber terpercaya seperti Wikipedia.org dan berbagai kisah dari para kiaidan ajengan yang pernah menjadi muridnya diungkapkan kisah kepatriotan beliau semasa revolusi kemerdekaan RI adalah menjadi bagian dari kekhasan perjuangan beliau selain mengajarkan ilmu agama di lingkungan pesantren dan masyarakat di sekitarnya. Tak lama setelah berita Proklamasi Kemerdekaan sampai ke Cipasung, Ajengan Ruhiyat segera pergi ke kota Tasikmalaya. Dengan menghunus pedang, beliau berpidato di babancong, podium terbuka yang tak jauh dari Pendopo Kabupaten. Ia menyatakan dengan tegas bahwa kemerdekaan yang sudah diraih cocok dengan perjuangan Islam, oleh karenanya harus dipertahankan dan jangan sampai jatuh kembali ke tangan penjajah. Ia meneriakkan pekik merdeka seraya menghunus pedangnya itu. Dia tokoh Islam pertama di Tasikmalaya yang melakukan hal itu.

Ketika terjadi pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Ajengan Ruhiyat tak goyah, sekalipun gangguan dari pihak DI sangat kuat. Ia menolak tawaran menjadi salah seorang imam DI. Ia menampik gerakan yang disebutnya ‘mendirikan negara di dalam negara’ itu, karena melihatnya sebagai bughat (pemberontakan) yang harus ditentang. Puncaknya ia hampir diculik oleh satu regu DI, tetapi berhasil digagalkan. Akibat sikapnya yang tegas itu ia mengalami keprihatinan yang luar biasa, karena terpaksa harus mengungsi setiap malam hari, selama tiga tahun lamanya.

Kegigihannya sebagai seorang pejuang dibuktikan dengan pernah dipenjara tak kurang dari empat kali. Pertama, pada tahun 1941 ia dipenjara di Sukamiskinselama 53 hari bersama pahlawan nasional KH. Zainal Mustafa. Alasan penahanan ini karena Pemerintah Hindia Belanda cemas melihat kemajuan Pesantren Cipasung dan Sukamanah yang dianggap dapat mengganggu stabilitas kolonial. Kedua, bersama puluhan kiai ia dijebloskan ke penjara Ciamis. Ia hanya tiga hari di dalamnya karena keburu datang tentara Jepang yang mengambil alih kekuasaan atas Hindia Belanda tahun 1942. Ketiga, tahun 1944 ia dipenjara oleh pemerintah Jepang selama dua bulan, sebagai dampak dari pemberontakan KH. Zainal Mustofa di Sukamanah. Pada saat itu, Ajengan Cipasung dan Sukamanah lazim disebut dua serangkai dan sama-sama aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh sejarawan Unpad Miftahul Falah menunjukan, bahwa perjuangan dilakukan oleh Kiai Ruhiat tidak saja dalam bidang pendidikan yaitu mendirikan pesantren pada tahun 1931, lalu Madrasyah Diniyah dan Madrasaj, Wajib Belajar (1935) Kursus Mubalig, SMA Islam (!959), sampai perguruan tinggi di Singaparna. Lebih dari itu, Kiai Ruhiat yang meninggal 1977, juga menanamkan rasa nasionalisme, serta perjuangan politik melawan penjajah. Materi dakwah yang disampaikan oleh Kiai Ruhiat dianggap menyerang Belanda, bersama Kiai Zainal Mustofa

Atas semua kiprah perjuangannya tersebut Pada bulan Mei tahun 2010 Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat pernah menggelar seminar Nasional “Pengusulan (Alm) K.H. Ruhiat sebagai Pahlawan Nasional” bertempat di ponpes Cipasung Singaparna, Hadir sebagai pembicara pada waktu itu, sejarawan Prof. Dr. Taufik Abdullah, sejawaran asal Unpad, Miftahul Falah, tokoh pemuda/peneliti Mohamad Yajid Kalam, dan Ketua Yayasan Masyarakat Sejarawan Jabar. Prof. Dr. Nina Herlina Lubis. Seminar dihadiri lebih dari 250 tokoh ulama, masyarakat, dan akademisi.

Dari keseimpulan seminar tersebut, Pemerintah Provinsi Jabar akan mengusulkanK.H. Ruhiat sebagai pahlawan nasional. Pertimbangannya, karena selama hidupnya Kiai Ruhiat telah mengabdikan diri untuk pengembangan pendidikan, dakwah serta melakukan perjuangan politik dalam upaya mencapai, merebut, mempertahankan serta mengisi kemerdekaan.

Karena beliau sebagai ulama besar yang banyak berjasa untuk bangsa ini. Beliau tidak pernah menyerah kepada musuh dalam perjuangannya, sekalipun harus masuk ke luar penjara. Kiai Ruhiat memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi yang ditunjukan melalui perjuangan politiknya,” kata Ny.Enny Haryani, Kepala Dinas Sosial, Provinsi Jawa Barat, ketika membuka seminar nasional tersebut kala itu..

Jika melihat semua kiprah perjuangannya, konsistensi sikap sebagai tokoh ulama yang juga memiliki jiwa dan semangat patriotisme, nasionalisme dan kebangsaan yang tinggi pada bangsa ini, KH. Ruhiyat sangat layak untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Ikhtiarnya dalam bidang dahwah dan pendidikan kini telah menjelma menjadi sebuah pondok pesantren terbesar di Priangan timur yang juga diikuti dengan perkembangan lembaga pendidikan mulai TK, MI, SMP, SMAI, hingga Perguruan tinggi (IAIC).

Ribuan alumni pesantren dan lembaga pendidikan itu telah berkiprah dengan berbagai disiplin ilmunya, mengabdi di berbagai lembaga pemerintah maupun swasta, mengembangkan dunia pendidikan di tempatnya masing-masing. Nilai-nilai yang ditanamkannya memadukan semangat Keislaman dan Kebangsaan yang selalu tertanam dalam jiwa para alumninya. Bagi saya, momentum hari Pahlawan kali ini sepertinya tidak cukup dengan penganugrahan Pahlawan Nasional bagi Sukarno-Hatta tapi harusnya Mama Ruhiyat juga....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun