Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia di Antara Bayang-bayang Radikalisme dan Liberalisme

18 September 2012   02:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:19 1781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara dari persfektif yang lain, Liberalisme Islam dan sekularisme yang ekstrim juga tidak berarti tidak membahayakan bangunan kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan yang terjadi di Indonesia. Kita mengidentifikasi bahwa jika Liberalisme Islam dimaknai dengan ciri khas kaum liberal yang bertentangan dengan Islam seperti ideologi relativisme, skeptisisme dan agnostisisme, hal itu akan menimbulkan kegaduhan juga dalam konteks pemahaman keagamaan ummat islam di Indonesia.

Relativisme adalah keyakinan yang menganggap semua kebenaran adalah relatif dan subyektif. Tidak ada kebenaran mutlak. Skeptisisme adalah pandangan yang meragukan terhadap kebenaran. Setiap kebenaran agama, diragukan kevalidanya. Dan agnostisisme mengingkari adanya kebenaran. Ideologi yang terakhir ini, sangat radikal karena menggiring kepada ateisme. Sebab kebenaran Tuhan juga diingkari.

Ketiga ideologi ini menjadi metodologi memahami agama di kalangan Islam Liberal. Ilmu tafsir, hadits, fikih, akidah dan lain-lain dianalisis dengan tiga metodologi ini. Produk dari metodologi ini adalah paham pluralisme agama, inklusifisme, dan hermenutika. Islam Liberal dalam persfektif seperti itu dapat dimaknai juga sebagai ghulluw (ekstrim) liberal. Yang dalam kehidupan keagamaan di Indonesia tidak mencerminkan Islam mainstream. NU dan Muhammadiyah mungkin bisa dikategorikan sebagai Islam moderat, tapi bukan dimaknai Islam moderat dalam persfektif Islam Liberal.

Ada memang sebagian kalangan muda di lingkungan kedua Ormas Islam terbesar di Indonesia itu yang cenderung menunjukan ekstrim Islam Liberal dalam pemikirannya yang cukup meresahkan para orang tuanya di kalangan kiai dan ulamanya. Tapi harus diakui mereka memiliki basis kultural dan intelektual yang memadai dari pemahaman terhadap teks dan nash literatur tradisional (kitab kuning) maupun sumber-sumber literatur barat.

Disinilah kita menangkap bahwa Indonesia berada dalam bayang-bayang dua kutub ekstrim. Yaitu kutub ekstrim kanan (Islam radikal) dan ekstrim kiri (Islam liberal). Ekspresi pemikiran dan gerakan dari mereka yang berlebihan dan muncul ke ranah publik secara massif niscaya akan menimbulkan gesekan horizontal dan menjadi ancaman bagi eksistensi NKRI, Pancasila dan Indonesia. Untuk itulah, kita memerlukan sebuah kesadaran komunal dari bangsa ini termasuk dari kekuatan-kekuatan Islam mainstream untuk meluruskan paham-paham ekstrim tersebut.

Salah satu solusi yang tepat bagi kita adalah kembali kepada Khittah Indonesia 1945 sebagaimana kalangan alim ulama canangkan di Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Cirebon kemarin. Pancasila dan UUD'1945 akan menjadi energi rekat bagi semua kekuatan bangsa ini. Hal ini sebagaimana diungkapkan Prof. Bernard Adeney yang mengungkapkan bahwa Indonesia, "sudah memiliki definisi yang cukup hebat tentang masyarakat baik atau civil atau "madani", yaitu Pancasila.  Menurutnya, pancasila muncul sebagai hasil dari musyawarah mufakat yang menyatakan semacam visi untuk civil society.

Menurut Prof. Bernard Adeney, visi ini dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu : Pertama, Pancasila dimengerti sebagai persetujuan [mufakat], tentang apa yang menjadi landasan bangsa negara yang paling mendasar. "Yang paling dasar" dapat diterjemahkan sebagai yang paling minimal. Pancasila merupakan visi bangsa negara yang dapat disetujui oleh semua unsur masyarakat Indonesia, walaupun bukan visi paling sempurna kelompok-kelompok tertentu.

Kedua, Pancasila diciptakan sebagai aturan main, yaitu sila-sila yang mangatur proses membangun bangsa negara yang diinginkan. Hal ini berarti bahwa struktur negara, hukum da kebijaksanaan pemerintah adalah seyogianya sesuai dengan Pancasila.  Proses membangun negara yang jelas bertentangan dengan Pancasila seharusnya ditolak.

Ketiga, Pancasila juga dimengerti sebagai tujuan ideal bangsa negara Indonesia. Indonesia bertekad menjadi bangsa negara yang "pancasilais" walaupun tujuan ideal itu belum terwujud"

Kekuatan apapun, paham pemikiran apapun yang sekiranya akan mengancam eksistensi NKRI, mengancam Pancasila sebagai visi kebersamaan kita sebagai sebuah bangsa, maka hal itu harus di luruskan oleh semua elemen kekuatan bangsa ini. Termasuk Islam Radikal dan Islam Liberal. Dan kita nikmati kehidupan kita sebagai seorang Muslim, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan juga kita sebagai warga bangsa Indonesia secara aman dan damai. Saya muslim, dan saya Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun