*berfoto bareng para kompasianers urang Bandung plus admin*
Baru saja menginjakan kaki di rumah, saya langsung masuk ke ruang kerja, menyalakan komputer dan menulis. Saya tak ingin mengendapkan lebih lama pengalaman mengikuti kegiatan kopdar kompasianers Bandung tadi siang. Tulisan ini sekedar catatan yang sayang jika di besok kan menulisnya, takut pada nguap nanti materi yang nempel di memori kepala.
Saya baru sampe di rumah jam 11 malam. Bandung benar-benar macet kalau week end. Tapi saya senang bisa menghadiri acara ngariung Kompasianers Bandung yang tadi dilaksanakan di Nanny's Pavillon Library. Alhamdulillah saya bisa bertemu dengan para "Ngadmin" Kompasiana. Kang Pepih, Mas Isjet, Mas Dieki Setiawan, Mas Nurulloh dll. lalu dari para sahabat Kompasianers hadir Mba Maria, kang Dudi Rustandi, Pak Aswin Pulungan, Bu Guru Lilih Wilda, Mas Dzulfikar, Mas Gelar, Mas Najib dll.
Kegiatan tadi selain silaturrahmi, memang lebih menonjol sisi Focus Group Discussion (FGD), curah pendapat antara pihak Admin Kompasiana, dengan para Kompasianers asal Bandung dan sekitarnya. Banyak hal yang mereka ungkap tentang "dapur" Kompasiana. dari mulai perjalanan awal, kenyataan hari ini, hingga perencanaan format Kompasiana kedepan yang sebenarnya menurut mas Isjet masih bersifat "convidential". Untuk yang masih rahasia itu, saya menganggapnya sebagi bagian dari ikhtiar Kompasiana yang selalu terus berinovasi memberikan format yang lebih baik bagi penulis dan juga bagi pembaca pada umumnya.
Tapi yang lebih menonjol dan mendalam diskusinya adalah, berkaitan dengan rencana Kompasiana yang akan membuat semacam " Regionalisasi Kompasiana". Yaitu membuat Kompasiana berbasis kewilayahan atau daerah regionel tertentu. Dalam rencana awal, Kompasiana akan membuat Kompasiana regional Bandung dengan kemungkinan nama " Bandung. Kompasiana.com", lalu format yang sama juga akan dilakukan ke beberapa daerah lain, sementara ini baru Bandung, lalu Jogyakarta dan Makasar.
Tujuannya untuk mengeksplorasi penulis-penulis di regional tersebut, semacam ekspansi Kompasiana.com lah. Sehingga informasi tentang segala hal yang terjadi di daerah tersebut mampu diungkapkan dalam bentuk citizen jurnalism oleh para Kompasianers di Wilayah regional tersebut. Sehingga diharapkan Kompasiana akan semakin menarik minat jumlah penulis dan juga pembaca dari yang selama ini berada pada kisaran 9-10 juta per bulan.
Untuk "Bandung.Kompasiana.com", format rancangan awalnya menyediakan rubrikasi Home (Tepas), Warta, Udar-Ider, Bobotoh, Cakakak, Komunitas, Kampus, Seni/Musik, Ngumbara, Nyunda Yu..Semua nya mencoba dengan nuansa bahasa Sunda. Tepas bermakna halaman beranda utama, warta berkisar tentang berita-berita yang terjadi di seputar Bandung dan sekitarnya, Udar-Ider mungkin dimaksudkan rubrik Jalan-jalan/Traveling kalau di Kompasiana induk.
Bobotoh mengidentifikasi iconik Bandung dengan Viking Persibnya, Cakakak berhubungan dengan rubrik humor, Komunitas berkisar tentang kanal informasi yang disampaikan oleh berbagai komunitas yang ada di bandung, lalu Kampus berhubungan dengan rubrik seputar aktifitas kalangan mahasiswa dalam berbagai hal, Seni/Musik mengupas seputar kesenian dan musik dan budaya dalam skala luas yang ada di wilayah regional Bandung dan sekitarnya. Ngumbara rubrik tentang cerita orang Bandung yang merantau di luar daerah atau luar negara. Dan terkahir Nyunda Yu..! menjadi kanal bagi kompasianers Bandung yang ingin menulis apapun dalam format Bahasa Sunda.
Dalam Diskusi dengan para Kompasianers bandung tersebut, memang banyak sekali pendapat dan masukan. Diantaranya dari Kang Dudi Rustandi, Kang Gelar, Kang Najib, Saya sendiri, Lalu Mba Maria Hardiyanto, Pak Aswin Pulungan serta Kang Dzulfikar. Pada dasarnya Kompasianers Bandung menyambut baik, meskipun banyak memberikan masukan dan gagasan dalam beberapa hal. Salah satunya Kang Pepih menemukan kata “Tepas” untuk mengganti kata Home, lalu rubrik Opini seputar Politik, Hukum, Birokrasi dll hendaknya diakomodir, karena dalam format awal tidak tersedia dalam rubrik Kompasiana Bandung, lalu muncul nama rubriknya “Wawacan”.
Lalu muncul tanggapan dari Mba Maria seputar kekhawatiran menulis di Kompasiana Bandung ini akan sepi pembaca, rubrik green, usulan agar admin memilah para Kompasianers yang orang regional Bandung, hingga pertimbangan nama Kompasiana regional untuk Bandung itu sendiri diganti dengan Kompasiana Parahiyangan atau apa yang identik dengan daerah Bandung atau Jawa Barat lainnya.
Tapi dari semuanya itu, Saya melihat philosofi dan niatan awal Kompasiana membuat “Regionalisasi Kompasiana” ini sangat baik. Setidaknya akan lebih mendekatkan Kompasiana dengan lokalitas khas sebuah daerah. Regionalisasi Kompasiana ini akan lebih bisa mengeskplorasi berbagai informasi, kekayaan budaya daerahnya sendiri dari para penulis yang memang mengenal dan memahami budaya, karakter dan kehidupan masyarakatnya.
Boleh jadi Pengelola Kompasiana berfikir, bahwa dengan dibuat regionalisasi Kompasiana ini, para penulis atau Kompasianers tidak bertumpuk di Kompasiana pusat/induk dengan jumlah akun sekitar lebih dari 169.000 orang. Meskipun sebagaimana diungkapkan Mas Isjet, bahwa Regionalisasi Kompasiana ini tidak dimaknai sebagai cabang terpisah, formatnya tetap dalam rumah besar Kompasiana.
Sekali lagi, sebagai sebuah inovasi kreatif, upaya pengelola Kompasiana membuat Regionalisasi Kompasiana ini memang cukup menarik. Dan semoga saja design formatnya benar-benar dipikirkan dan disiapkan dengan matang, sehingga upaya ini akan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Membangun sebuah rumah besar citizen jurnalism yang membantu masyarakat dengan ragam tulisan yang mencerahkan dan bermanfaat. Selain itu Kompasiana sendiri nantinya akan benar-benar menjadi Media sosial terbesar di Indonesia khususnya, dan diperhitungkan pula di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H