Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Ajengan Kehilangan Pesantren dan Ummatnya

29 April 2012   02:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:59 1698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sementara Ajengan di kampong saya lain lagi, dia diberi wakaf tanah oleh masyarakat, dibangunkan rumah dan madrasah, didirikan pesantren, ada masjid di tengah kampong. Awalnya biasa mengajari ngaji anak-anak, bahkan ada santri dari luar, biasa mengisi khutbah dan pengajian majlis taklim. Tapi semenjak menjadi ketua partai tingkat kecamatan, sibuk dengan aktifitas politik berikut segala godaan fasilitasnya, aktifitas awalnya sebagai ajengan berhenti.

Beliau tak lagi sempat ke mesjid, tak lagi mengajari anak-anak, tak lagi mengisi khutbah Jum’at dan berceramah di majlis taklim ibu-ibu. Bangunan madrasah yang berdempet dengan rumahnya sudah diratakan tanah. Simpelnya nama lembaga pesantrennya juga hilang. Yang tersisa hanya bangunan rumah yang menjadi tempat tinggalnya.

Sungguh miris dan menyedihkan. Ummat meninggalkannya, masyarakat yang sudah susah payah menyediakan tanah wakaf untuk pengembangan agama Islam dan mendidik anak-anak menjadi muspra, tak berarti lagi. Entah bagaimana Ajengan itu akan mempertanggungjawabkan amanah urusan wakaf dari ummat, dan terutama mempertanggungjawabkan amanah dari Tuhan dan Rasulullah sebagai orang yang menuliskan kata di depan namanya dengan sebutan Ajengan. Naudzubillah.***

Kaki Gununggalunggung, 29 April 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun