Mataram, yang kemudian terpecah menjadi Kasultanan Yogyakarta dan dan Kasunanan Surakarta terdormansi hanya menjadi kekuatan tersembunyi. Perjanjian larangan VOC atas militer Mataram justru menjadi bumerang, ketika Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta tidak lagi mengeluarkan biaya militer namun tetap mendapatkan pemasukan uang sewa dari VOC atas wilayah-wilayahnya, pada akhirnya, aliran keuangan itu justru turut memperparah kebangkrutan VOC yang kemudian harus diambil alih oleh pemerintah Belanda.
Prestasi VOC yang mampu menguasai wilayah luas dari Nusantara yang kemudian disebut Hindia Belanda, wilayah yang hampir menyamai prestasi Majapahit, menjadi kenyataan pahit namun ternyata sekaligus juga menjadi tumbuhnya kembali harapan dalam cita-cita penyatuan Nusantara. Praktis, secara politis, hanya dengan menjatuhkan Hindia Belanda, hasil yang didapat adalah cakupan wilayah Nusantara yang cukup luas. Dan terbukti cita-cita penyatuan Nusantara memang tidak pernah mati, ketika Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, dengan cepat penguasa Mataram Yogyakarta menyatakan bergabung mendukung dan berdiri dibelakangnya, pundi-pundi harta Kasultanan yang dulunya malah tanpa sengaja "digemukkan" oleh VOC sendiri, mampu menjadi bantuan modal awal berjalannya pemerintahan Republik.
Dan sekarang, inilah Republik Indonesia, negara kesatuan yang saat ini menjadi bagian penting dari Nusantara, angin segar bagi tradisi konsep Nusantara. Tradisi Nusantara yang seolah-olah telah menjadi blue print kode genetis bagi suku-suku bangsa di paparan sunda sahul asia tenggara ini, ditengarai dengan kesuksesan persekutuan ASEAN, yang sekaligus menjadi bukti kelayakan kebesaran bangsa-bangsa Nusantara. Kekompakannya menjadi harapan cerah, perluasan kerjasama yang makin tumbuh dan kesadaran pengakuan persaudaraan induk bangsa, menjadi masa depan bangkitnya kekuatan kuno Nusantara. Kesempatan Indonesia untuk mengikuti jejak Majapahit menjadi Mandala, tulang punggung kebesaran Nusantara pun sebenarnya terbuka lebar.
Namun, jika mempertimbangkan apa yang terjadi dibelahan bumi kangguru, disana memang menjadi faktor pembedanya, keberadaan kekuatan pemerintahan hasil koloni eropa itu menjadi faktor politik yang kurang menguntungkan. Andai saja suku bangsa Aborigin, sang pewaris asli tanah yang saat ini berkuasa disana, mungkin yang terjadi lain ceritanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H