Mohon tunggu...
Kusriyanto Hudoyo
Kusriyanto Hudoyo Mohon Tunggu... -

Manusia biasa jika biasa itu adalah ketika setiap sebab menjadi akibat yang ada juga tiada dalam ruang dan waktu di antara perjalanan titik awal menuju akhir.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lahirnya Republik Indonesia dan Konsep Kuno Nusantara

16 Agustus 2015   07:06 Diperbarui: 16 Agustus 2015   10:01 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pandangan suku-suku bangsa diwilayah paparan sunda sahul, asia tenggara, Indonesia sebenarnya hanyalah salah satu bagian dari Nusantara.

Dalam tradisi kuno, Nusantara diyakini sebagai konsep negeri asal bangsa dari suku-suku bangsa di paparan sunda sahul asia tenggara.

Sejak dahulu, suku-suku bangsa diwilayah ini berlomba, bersaing untuk menyatukannya kembali. Sriwijaya dan Majapahit adalah dua kekuatan yang signifikan dalam usaha penyatuan kembali Nusantara ini. Cakupan wilayahnya hampir utuh dari wilayah yang diyakini sebagai Nusantara.

Jika dilihat dari penyatuan kemandalaan Majapahit, wilayah klaim Nusantara membentang dari Burma, Ayottaya Campa sampai tanah Papua dan Australia. Bukti keyakinan atas konsep Nusantara bisa dilihat dari sumpah palapa, Gajah Mada tidak menyebut sebagai perluasan penguasaan wilayah, tapi "penyatuan" Nusantara. Wilayah Nusantara yang memiliki entitas Negara hanya disebut sebagai Mitreka Satata, namun sekalipun dalam sejarah Majapahit pernah bersekutu dengan Jepang untuk berperang dengan Dinasti Yuan, Jepang tidaklah dimasukan dalam mitreka satata, karena memang Jepang tidak diakui menjadi bagian dari konsep Nusantara.

Konsep keMandalaan pun berbeda dengan prinsip penjajahan, dimana hukum, pemerintahan dan ekonomi negara luar Majapahit tetap mandiri, kemandalaan sebenarnya lebih tepat jika disebut sebagai persekutuan, persyarikatan. Keberadaan upeti lebih bersifat simbolik belaka.

Sejak masa kemunduran Majapahit, tradisi konsep Nusantara ini sebenarnya masih dipegang erat. Kasultanan Demak yang mengklaim sebagai penerus Majapahit pun mencoba usaha penyatuan lagi, ketika itu, banyak kerajaan yang tidak bersedia kembali bergabung, bahkan sekalipun sesama kerajaan Islam, Kasultanan Malaka memilih tetap berdiri sendiri, namun nyatanya saat kejatuhan Malaka oleh Portugis, Demak lah yang berusaha membalas dan mengambil alih kembali Malaka, meski akhirnya tetap saja gagal.

Dengan kekuatan militer yang tak cukup kuat untuk memperoleh pengakuan dari kerajaan-kerajaan di Nusantara sebagai mandala, ambisi Demak menjadi sesuatu yang sulit untuk diwujudkan. Namun cita-cita penyatuan kembali Nusantara nyatanya masih terus berlanjut ketika kekuasaan beralih ke Mataram.

Sultan Agung, penguasa Mataram terbesar adalah yang paling terlihat keras usahanya, ketika mampu menyatukan pulau jawa, kutai dan sebagian wilayah lampung. Kehadiran VOC di batavia menjadi ganjalan politik yang berat bagi Mataram, terutama dalam usaha penyatuan dan pengakuan dari wilayah timur. Keputusan untuk menyerang Batavia menjadi taruhan politik bagi Mataram. Karena bisa menjadi bukti kekuatan militernya, apakah cukup pantas mengklaim sebagai penerus kemandalaan Majapahit.

Kegagalan dalam dua kali penyerangan besar-besaran ke Batavia menjadi titik balik dalam usaha penyatuan Nusantara. Kemampuan politik VOC meningkat drastis dan mampu mengkikis sebagian besar kepercayaan dari tradisi konsep Nusantara dengan memanfaatkan pembentukan penguasa-penguasa boneka.

Mataram pun pada akhirnya malah makin terdegradasi dan berakhir menjadi Kerajaan bawahan dari Belanda. Perpecahan Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta menjadi titik nadir dari ambisinya. Sekalipun secara entitas keberadaan Mataram sebagai kerajaan masih diakui, namun secara defakto, kekuatan politik Mataram benar-benar telah habis.

VOC yang telah berhasil melumpuhkan kekuatan politik terbesar di selatan Nusantara saat itu, mulai mengawali langkah penjajahannya. Sedikit demi sedikit penguasa-penguasa lokal tunduk dalam kekuasaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun