Mohon tunggu...
Healthy Pilihan

Masih Percaya Mi Instan Berbahaya?

2 Januari 2018   10:54 Diperbarui: 3 Januari 2018   13:59 1853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kemunculannya di Indonesia, mi instan telah menjadi salah satu makanan yang paling digemari masyarakat. Menurut data konsumsi perkapita oleh oleh Kementerian Pertanian(2015), hampir setiap hari masyarakat Indonesia mengonsumsi sebungkus mi instan. Rasanya yang enak dan harganya yang murah menjadi alasan produk ini digemari. Seiring berjalannya waktu, muncul berbagai isu terkait dengan konsumsi mi instan. Produk pangan olahan yang beredar di masyarakat pada umumnya mengandung bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan (BTP) merupakan bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam produk pangan dengan fungsi bermacam-macam. Pangan yang mengandung BTP seringkali dianggap berbahaya begitu juga dengan mi instan.

Mie instant mengandung penguat rasa yaitu monosodiun glutamat (MSG). Penggunaan MSG telah diatur dalam Perka BPOM No. 23 Tahun 2013. Batas maksimum penggunaan MSG adalah cara pengolahan pangan yang baik (CPPB) yang artinya penggunaan seminim mungkin dengan fungsi yang optimal. Setiap BTP memiliki nilai ADI (Acceptance Daily Intake) adalah jumlah zat jika dikonsumsi sehari-hari tidak menimbulkan dampak pada kesehatan. Nilai ADI dinyatakan dalam miligram/ kg berat badan. Bahan MSG dalam mi instan memiliki ADI dengan jumlah not specified yang artinya tidak memberikan dampak buruk pada kesehatan dalam jumlah tertentu. 

Bahan pengawet yang terkandung dalam mi instan adalah natrium benzoat dan metil paraben. Keduanya diatur dalam Perka BPOM No. 36 Tahun 2013. Natrium benzoat diperbolehkan ditambahkan sebanyak 1000 mg per kilogram bahan dengan nilai ADI 0-5 mg/kg berat badan. Metil paraben ada dalam bumbu kecap yang memiliki batas maksimum 250 mg/kilogram dan nilai ADI 0-10mg/kg berat badan. Hasil pengujian BPOM terhadap kecap mie instan yang beredar di pasaran, tidak ada yang mengandung metil paraben melebihi 250 mg/kg.

Bahan lain yang mungkin dikhawatirkan pada mi instan adalah pewarna. Biasanya produsen menggunakan pewarna Tartrazin CI 19140. Produsen menggunakan pewarna ini karena mengikuti selera konsumen yang menginginkan warna kuning pada mi. Menurut Peraturan Kepala Badan POM nomor 37 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna, batasan konsumsi dari Tartrazin CI 19140 adalah 70 mg/ kg produk. Konsumsi per hari melebihi 7.5 mg/ kg berat badan dapat mengakibatkan efek buruk bila dilakukan terus menerus. Dengan asumsi satu bungkus mi instan 80 gram maka konsumsi hanya 5,6 mg per bungkus. Penggunaan pewarna yang melebihi standar dapat mengakibatkan pencabutan izin edar. Dari pihak produsen, pewarna tidak akan digunakan secara berlebih karena dapat mengakibatkan produk terlihat kusam.

 BPOM menyatakan belum ada bukti ilmiah sahih bahwa MSG ataupun metil paraben dapat merusak usus, liver, ataupun sakit maag. Mi instan yang beredar di pasaran dikatakan aman dan memenuhi peraturan jika telah memiliki izin edar dari BPOM. 

Pola makan mi instan perlu diperhatikan. Tubuh membutuhkan asupan gizi yang lengkap. Konsumsi mi instan sebagian besar memenuhi kebutuhan karbohidrat seperti nasi. Perlu mengombinasikan mi instan dengan sayur sebagai sumber serat. Pengolahan mi instan juga perlu diperhatikan. Banyak yang mengganti air rebusan mie padahal sebagian vitamin larut dalam air rebusan tersebut. Warna putih keruh air rebusan bukan karena lapisan lilin melainkan tepung dan minyak dari mi yang larut. Mengganti air rebusan mie berarti membuang sebagian vitamin yang larut didalamnya sehingga tidak perlu dilakukan. Mengonsumsi mi instan sama halnya dengan makanan lainnya, baik selama tidak berlebihan. 

Masyarakat sebagai konsumen harus tepat dalam mengonsumsi makanan ataupun menghindarinya. Sebaiknya jangan cepat percaya dengan isu-isu makanan berbahaya yang beredar.  Jika semua makanan dihindari akibat isu berbahaya, lantas apa yang bisa dimakan. Jadi, masih percaya mi instan berbahaya?

Artikel oleh Nova Kushandita dan Brigita Sharla, Mahasiswa Teknologi Pangan IPB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun