Minggu-minggu ini dosen perguruan tinggi disibukkan oleh pengisian beban kinerja dosen atau lebih dikenal dengan BKD.Â
Banyak komentar dan pendapat, mulai dari yang serius hingga candaan. Tak sedikit bagi yang kreatif menjadikannya sebagai meme untuk lucu-lucuan. Tapi kadang ia menyiratkan pesan moral, saran, sindiran, hingga kritikan.
Ada meme yang menyatakan dosen seperti manusia super hero bertangan banyak dengan seabrek pekerjaan: pengajaran, penelitian, pengabdian, borang, BKD, publikasi.
Bahkan sampai panitia ini-itu, aplikasi ini-itu, laporan ini-itu, admin, sister, dan tugas tambahan. Meme ini selalu muncul setiap masa pengisian BKD, di saat peralihan semester.
Tak sedikit dosen yang pusing karena BKD-nya tak kunjung hijau. Istilahnya BKD-ku masih merah membara, jika masih jauh dari target; atau merah merona, jika sudah sedikit lagi mendekati target.Â
Sementara bagi dosen yang BKD-nya sudah hijau, ia lebih memilih low profil, tak banyak bicara, karena tak ingin meningkatkan stress oxidative di tubuh rekan-rekannya.
Mengapa BKD saat ini menjadi heboh? Apakah dahulu tidak ada? Tentu saja masalah beban kinerja sudah ada sejak dahulu. Sekarang menjadi heboh karena dievaluasi tiap semester dan dipantau secara rinci dengan adanya sistem online.Â
Sekarang menjadi heboh karena berdampak langsung secara administrasi terhadap reward dan punishment.Â
BKD selain sebagai instrumen untuk evaluasi kenaikan pangkat, juga menjadi instrumen bagi pembayaran tunjangan fungsional (sertifikasi, tunjangan khusus guru besar) dan tunjangan kinerja (tukin). Dosen yang tidak memenuhinya diancam sanksi teguran hingga pencabutan hak mendapatkan tunjangan profesi.
Setiap dosen harus memenuhi minimal 12 SKS di tiap semester dengan empat komponen, yaitu (1) pendidikan, (2) penelitian, (3) pengabdian pada masyarakat (PPM), dan (4) penunjang.Â