Mohon tunggu...
kus aprianto
kus aprianto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penari di Kilometer Nol Malioboro

20 April 2018   10:18 Diperbarui: 20 April 2018   10:30 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu ia meneguk air di botol yang berada di dekat tape recordernya. Lalu ia memungut sebuah kotak kardus dan hendak mengelilingkan ke arah orang-orang yang mengelilinginya. Seorang pria lain, agaknya turis domestic di tempat itu memasukkan uang 100 ribu.

Lalu pria itu berkata pada sang penari, "Mas, Mas duduk saja, istirahat. Saya yang akan menolong mas mengelilingkan kotak kardus mas." Lalu pria itu membawa berkeliling kardus milik sang penari. 

Pria ini tadi kuperhatikan duduk di paling muka. Sangat mengapresiasi sang Penari. Memberikan aplaus berkali-kali. Memotret, menyemangati, memberikan jempol. Banyak orang yang tergerak hati membuka dompet lalu mengansurkan uang dan memasukkan di kardus sang penari. Setelah semua dihampiri pria "relawan" itu, pria itu menyerahkan ke penari. Sang penari berbinar-binar matanya. "Maturnuwun nggih Mas.." Dia mengucapkan terimakaksih.

Kugandeng Ose mendekat sang penari yang ditemani "relawan" tadi. Aku bertanya,"Mas jam berapa tadi mulai menari?" "Jam 6 (sore)," jawabnya. "Berapa tarian?"tanyaku lebih lanjut. "Wah kathah Mas (banyak Mas), mboten kula etung (tidak saya hitung). Tapi sekitar 10 tarian," jawabnya. "Tapi pakai berhenti-berhenti." 

Dia menjelaskan. Memang saat aku dengan istri dan Ose duduk datang ke tempat itu, mas penari itu sedang istirahat. Aku melirik jam. Waktu menunjukkan jam 21. Berarti sudah 3 jam dia menari. Obrolan kecil berlanjut.

 Dari obrolan itu aku tahu dia datang dari jauh, dari daerah Banyumas. Dia mengamen menari di situ sudah beberapa hari. Jika malam tidur di emperan tokok di Malioboro. Berbaur dengan "penghuni dunia malam" Malioboro. "Terimakasih nggih mas suguhan Tariannya. Keren. Semangat ya ya Mas. Silakan istirahat. " Aku pamit, menyalaminya. Ose dan Bundanya juga menyalaminya. Tanpa sepengetahuanku, Bunda Ose menggenggamkan uang ke Ose. Meminta Ose menyerahkan sedikit uang ke Sang Penari. Sang Penari tersenyum haru. "Mas hati-hati ya.... Silakan menikmati Malioboro. Sekali lagi hati-hati dan jaga keselamatan."

Sekali lagi pelajaran tentang hidup dan perjuangan terpapar di depan mata. Pendidikan tentang bekerja, berpeluh demi sesuap dua suap nasi. Bahkan mungkin demi mimpi anak dan istri yang Pelajaran kudapat dengan tak sengaja. 

Saat duduk-duduk menikmati Malioboro sepulang melayani sebuah Ibadah. Pendidikan malam itu, juga pendidikan bagi siapa saja. Yang mau dididik oleh Allah melalui peristiwa hidup sehari-hari.

Djodhipati, Malam Jumat Kliwon

18 September 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun