Pengalaman pertamaku bertemu bapak Edi masih membekas sampai sekarang. Kala itu, kami masih awal-awalnya masuk kuliah. Masih asing dan perlu adaptasi dengan sistem pembelajaran baru itu. Pertama kali masuk kelas pancasila, anak-anak kelas A lagi asyik mengobrol dan kenalan satu sama lain. Ditengah-tengah obrolan kami, eh tiba-tiba masuk seorang mahasiswa menanyakan apakah benar ini kelasnya bapak Edi. Anak-anak kelas A pun merespon positif. Dia juga ngaku kalo dia adalah mahasiswa angkatan tahun sebelumnya a.k.a asisten dosen
Tak disangka ‘mahasiswa’ itu ternyata sangat antusias banget menceritakan tentang dirinya. Setelah sekian lama ‘mahasiswa’ itu bercerita muncul rasa suspicious/ngganjal dalam hati kami. Harusnya tuh mahasiswa yang ngulang matkul ngerasa malu sama adik angkatannya bukannya malah bersikap confident gitu.Â
Akhirnya keganjalan kami terjawab setelah penyamaran ‘mahasiswa’ itu terbongkar. Ternyata ‘mahasiswa’ itu bukan lain adalah bapak Edi sendiri. Pak Edi menceritakan bahwa beliau punya kebiasaan ngeprank mahasiswa dan mahasiswi di setiap kelasnya. Ada-ada saja bapak pancasila ini. Perkenalan yang beda dari yang lain memang, haha..
Tak hanya dari itu saja, beliau itu orangnya friendly, humoris dan kekinian banget. Ngajar dengan cara yang sangat berbeda dengan dosen lain. Ditambah lagi dengan diskusi berbobot yang seringkali beliau adakan di waktu luang atau diluar jam pelajaran.Â
Dalam diskusi tersebut kami banyak mendapat informasi dan ilmu tambahan yang sangat bermanfaat. Oya, Ada satu cerita menarik dari teman kami yang berasal dari Lombok. Dia adalah anak perempuan yang sangat diprotect oleh orang tuanya. Kenapa? Karena jika tidak diprotect dengan baik dia akan dibawa kabur. Kok bisa?
Jadi itu, warga Lombok di daerah tertentu masih mengikuti tradisi lama mereka yaitu tradisi Kawin Culik atau Merariq. Sama seperti di daerah yang ditempati oleh teman perempuan saya tadi. Mereka masih melestarikan tradisi kawin paksa.Â
Si lelaki akan ‘menculik’ wanita yang dipinangnya dan mengurungnya di dalam rumah lelaki atas izin lembaga adat. Perempuan dengan kualifikasi yang tinggi seperti semakin tinggi pendidikannya akan semakin diburu disana. Dari sini kami mendapat informasi yang tidak biasa dari diskusi kami dengan pak Edi.
Terkadang anak-anak menyarankan untuk menghabiskan waktu kuliah dengan bersantai atau makan-makan bersama dengan dalih refreshing. So, ya kami keluar untuk makan-makan bersama sekaligus mempererat tali persaudaraan.Â
Itu adalah salah satu pengamalan yang tak terlupakan. Otak kami tidak ‘dijejeli’ dengan yang itu-itu saja. Otak dan raga kita juga butuh refreshing dong. Dengan fisik dan rohani yang sehat, sukses pun akan mengejar, kawan.
Tak hanya di semester satu saja, aku juga mengambil mata kuliah pak Edi di semester dua. Dan uniknya kuliah semester ini unik banget, yaitu buat film. Awalnya kami diberi beberapa pilihan oleh pak Edi bagaimana seharusnya sistem pembelajaran kita kali ini. Otomatis tanpa pikir panjang kami semua langsung setuju untuk mbuat film.Â
Selama pembuatan film ini, ada kelompok yang aktif ada pula yang tidak begitu antusias. Tapi semua ini harusnya tetap dijalani dengan semangat kekeluargaan. Dengan dibuat kelompok seperti ini kita dituntut untuk support satu sama lain walaupun pada akhirnya Corona menyerang hidup kita. Kita tetep semangat dan komitmen nyelesaikan tugas.
Ya, karena Corona melanda bumi tanah air, maka diterapkanlah sistem pembelajaran daring. Disini pak Edi mengajak kami untuk diskusi belajar melalui zoom dan whatsapp.Â
Zoom lebih sering dipake untuk diskusi-diskusi penting yang perlu adanya tatap muka. Kami mengambil keputusan bahwa pembuatan film kali ini dinyatakan batal karena pulangnya anak-anak ke kampungnya masing-masing. Plus sinyal dan kuota internet yang terbatas dapat mempengaruhi kinerja mahasiswa dalam pembuatan film.Â
Inilah kesanku selama pembelajaran pak Edi. Buat pak Edi pertahankan tradisi ngeprank mabanya ya. Aku berharap di semester depan masih ada matkul pak Edi dan moga aja aku dapet. Yah dapat dosen kayak pak Edi udah win-win bagi kami, hehe. Salut dah buat bapak
Salam dari kami, segenap keluarga Manajemen A
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H