Aku kemudian membuka laptop, memeriksa beberapa Surel, atau pesan-pesan lain dari media sosial. Tak ada apa-apa disana, kecuali kicauan-kicauan tidak perlu dari segelintir orang yang bahkan tidak ku kenali satu persatu dengan baik. Selebihnya, aku hanya tertarik pada satu gambar yang ditempelkan lelaki itu dilaman facebook-nya. Sebuah gambar, yang setelah ku perhatikan lebih lama ternyata itu potongan sampul depan dari sebuah novel. Apa maksudnya? Bahkan didunia mayapun ia sangat jarang mengutarakan sesuatu, setidaknya pendapat, atau ya kalau malas, sebuah kalimat, atau sebuah kata, atau sebuah huruf.
Seingatku, kami terjebak hujan bersama seminggu yang lalu. Pada sebuah bangunan tua, entah yang sekarang mungkin diperuntukan untuk sebuah toko pada siang harinya. Sebagai catatan: aku mengatakan siang hari, karena disaat aku sedang terjebak hujan bersama lelaki itu, toko itu sudah tutup, dan saat itu pukul sepuluh malam.
Di keadaan dimana hanya ada kami berdua ditempat itu, ia kemudian memperkenalkan dirinya dengan sebuah pertanyaan:
"Apa yang kau lupakan hari ini?" sambil lengan kanannya diarahkan kepadaku, dengan telapak tangan terbuka.
Sambil mengulurkan tangan, aku merespon apa yang ia tanyakan padaku "Aku melupakan banyak hal."
Ia tersenyum. Aku tersenyum. Senyumnya getir, sebuah gerutan wajah yang dibalut rasa sakit lirih yang tidak gampang terbaca oleh siapapun, kecuali bagi mereka yang memang memperhatikannya dengan seksama, mengembang dikedua sudut bibir dan matanya.
"Aku ingin seperti dirimu!" ia kemudian memandang jauh ke langit, barangkali menerawang sesuatu yang jauh disana. Sementara itu hujan semakin lebat.
"Maksudmu?" aku memperjelas maksudnya, juga keadaan disekitar percakapan kami sambil memantapkan pandanganku padanya. Gerutan itu semakin terbentuk, dan tarikan nafasnya menjadi berat.
"Aku ingin melupakan banyak hal." Timpalnya.
Ia kembali memandangi langit. Seolah gumpalan awan hitam diatas sana membentuk sebuah wajah dari masalalu, yang menangis tersendu-sendu, dan sesekali berteriak histeris sehingga menimbulkan suara gemuruh petir yang menggelegar. Ia kemudian tersenyum, lalu menghembuskan nafas beratnya.
Gila, pikirku. Kau boleh berkenalan dengan cara apapun dijalanan, ketika terjebak hujan misalnya. Akan tetapi bertanya tentang apa yang kau lupakan hari ini cukup membuatku kembali memikirkan banyak hal. Mungkin kau belum pernah merasakan yang demikian bukan? Tentang semua kisah yang terlewat setiap detiknya, menit, jam, maupun hari. Dan mungkin lebih banyak lagi, hingga bertahun-tahun lampau.