Mohon tunggu...
Sanad
Sanad Mohon Tunggu... Mahasiswa/Pelajar -

Penulis Cerita Pendek

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Seorang Laki-laki Kesepian atau Seekor Babi yang Ingin Mati Baik-baik

6 Maret 2018   10:20 Diperbarui: 10 Maret 2018   12:54 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://wanadri.or.id

Bangkai itu akhirnya ia kuburkan di depan pintu gubuknya, tepat di mana air hujan dari wuwungan jatuh menyentuh bumi. Tempat itu satu-satunya tanah tersisa yang ia miliki, karena ia tak punya apa-apa lagi. Di samping kiri dan kanan sudah berdiri apartemen-apartemen yang tidak peduli padanya, apalagi pada babi peliharaannya.

Saat-saat itu awan dilangit seakan bersekongkol membuat penyerangan pada bumi. Rintik hujan sebenarnya sudah jatuh malu-malu dikuburan yang akan menjadi tempat damai untuk Jhon. Dan Edi Ponga semakin bersedih. Ia tahu situasi itu hanya mengingatkannya pada masa-masa pertama kali ia bertemu dengan babi itu, dahulu ketika hujan sedang memaksanya istrahat di salah satu beranda warung.

Saat itu ia yang sedang memanggul karung, yang diisi barangkali oleh plastik, dan kaleng susu, tiba-tiba saja didatangi oleh anak babi saat sedang berlindung di bawah beranda warung karena hujan. Anak babi itu terlihat sangat memprihatinkan. Bulu-bulunya nampak tak pernah tersisir, basah oleh hujan, dan tubuhnya kurus, mungkin tak makan selama berminggu-minggu. Sedang tatapan matanya seolah menggambarkan ia adalah seekor babi yang sudah pasrah pada takdir dan tidak mau lagi terikat pada urusan duniawi. Ia bahkan tak bergerak sedikit pun, paling tidak memberikan perlawanan saat Edi Ponga mendekatinya.

Ia bahkan manut dan ikut saja ketika Edi Ponga menggiringnya ke gubuk lelaki itu. Ia juga manut saja ketika Edi Ponga dengan sedikit berbisik padanya, mengatakan kalau hari ini ia belum bisa makan karena Edi Ponga tak punya uang untuk memberinya makan. Ia juga manut bahkan ketika Edi Ponga menyuruhnya istirahat dan rebahan di salah satu sisi dinding gubuknya. Seolah dunia bukan lagi menjadi hal yang penting bagi anak babi itu. Dan dalam beberapa bulan ia tumbuh dari anak babi yang patuh jadi babi dewasa yang bijaksana, yang tahu tuannya hanyalah seorang pemulung yang tak punya apa-apa.

Hingga pada suatu hari, ya! Itu adalah hari ini, saat cerita ini kau baca, babi dewasa itu mati, Jhon mati dengan baik-baik dan tanpa penyesalan. Serupa matinya seorang petapa, atau seorang pengembara yang lari dari zaman.

Edi Ponga yang tak bisa lagi menerjemahkan luka di dadanya, juga patah di hatinya, kemudian jatuh sakit setelah beberapa hari kematian sahabat karibnya, Jhon alias babi bijaksana yang mati bahagia itu. Kemudian dalam penyesalan terakhirnya ia mati sia-sia, tanpa doa, dan tanpa dikuburkan. Karena tak ada satu pun orang di kota itu yang tahu. Kalau di sisi-sisi apartemen megah mereka, juga di antara pusat-pusat belanja anak-anak mereka, telah teronggok bangkai seorang manusia, yang bahkan lebih terabaikan dari mayat seekor babi.

Serupa pemuda yang dibakar masa karena mencuri, serupa seorang kyai yang gantung diri karena dituduh tidak pro agamanya sendiri, juga serupa perempuan malang yang disabet suaminya dengan parang karena selingkuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun