Mohon tunggu...
Sanad
Sanad Mohon Tunggu... Mahasiswa/Pelajar -

Penulis Cerita Pendek

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Nasi Goreng Pak Kasim

19 Juni 2017   05:14 Diperbarui: 29 Juni 2017   21:51 3515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

~

Tinggal satu orang lagi, maka giliranku untuk mendapatkan seporsi nasi goreng Pak Kasim akan tercapai. Aku akan memakannya langsung di tempat ini. Membawanya pulang ke rumah hanya akan membuatku dihantui oleh perasaan ganjil tentang perseteruanku dengan Desy kekasihku. Apalagi ia masih di sana menungguku pulang dengan sejuta curiga. Aku khawatir usahaku untuk mengantre akan hancur begitu saja. Apalagi ketika ia tahu aku mengunjungi PakKasim hanya untuk mengobati nyeri hati yang dihujani teror seorang perempuan sepertinya. Bisa fatal.

Aku tidak pernah berpikir ini adalah jalan yang salah. Mengobati perasaan dengan seporsi nasi goreng tentu berbeda dengan berbagai macam dupa dan kemenyan, apalagi sampai harus dimandikan. Aku juga tahu Pak Kasim adalah orang yang berpegang teguh pada imannya. Seseorang yang begitu tenang di umur yang hampir menginjak setengah abad menggambarkan perjalanan spritual yang tidak main-main. Dan Pak Kasim tampak telah menapaki jalan seperti itu. Pengalamannya setara banyak dengan nasi goreng yang ia ciptakan untuk setiap pelanggannya. Dan untuk urusan duniawi, ia tidak lagi perlu bicara lewat bibirnya yang menua dan kehitaman karena asap tembakau. Ia cukup meracikkan seporsi nasi goreng dan semua orang akan takjub pada kesadaran dan perasaan misterius yang mengawan di hati dan kepala mereka. 

Dan tentunya aku pun berharap begitu, sebagaimana tujuanku memutuskan makan sendiri di sini, di warung Pak Kasim. 

~

Suara gemuruh keluar dari lambungku, seperti desisan seekor katak yang lahir dari kawin silang antara kodok dan ular laut. Nasi goreng buatan Pak Kasim untukku sebentar lagi selesai, dan aku tidak sabar lagi untuk segera menyingkirkan lapar di perutku, juga sakit di hatiku. Selama menunggu beberapa menit yang takzim itu, bayang-bayang Desy berkelabat mengisi seluruh saraf otakku. Suaranya menggema di dinding-dinding kedua telingaku, sementara di hatiku berbagai macam kebencian perlahan tumbuh dan beranak pinak dengan cepat. 

Apakah Desy masih di rumah? Mungkin ia masih menunggu dengan amarah dari balik pintu. Aku yakin perempuan adalah brankas kebencian paling aman di dunia ini. Mereka sanggup menahan sakit berjuta tahun hanya untuk melemparkannya lagi dalam satu jam atau satu menit pada kekasih mereka. Sungguh keahlian yang tidak bisa dimiliki oleh lelaki mana pun, apalagi olehku.

Nasi goreng itu akhirnya bersandar di meja. Aku duduk mengapitkan sendok dan garpu di kedua tanganku. Ada perasaan magis di tempat itu ketika aku dihadapkan pada sepiring nasi goreng. Sementara itu Pak Kasim sibuk menghadapi pengunjung lainnya, ia barangkali sudah tahu permasalahanku, seperti kebanyakan orang pintar yang dikunjungi rumahnya, mereka akan segera tahu kesusahan setiap orang dari sorot mata atau air muka mereka. Mungkin Pak Kasim sudah mengetahui itu semua, sudah mengetahui tentangku dan Desy, juga perseteruan kami. Dan ia sudah melaksanakan tugasnya. Kini giliranku, memakan apa yang harus kumakan. Nasi Goreng Pak Kasim. 

~

Setelah kendaraan kuparkir dengan benar, aku segera menuju pintu depan. Di sana, di balik daun pintu itu pasti sudah berdiri seorang perempuan. Dengan wajah yang amat kukenali, juga dengan emosi yang tak asing kurasakan. Desy!

Setelah membuka pintu, aku terkesiap. Benar saja ia telah berada di sana, dengan kedua mata yang sorotnya menembus ulu hati, juga dengan air muka yang tampak baru pulang dari neraka. Akan tetapi semua adegan itu perlahan berubah, setelah kuraih tangan dan kutempelkan di dahinya, lalu kucium keningnya. Ia kebingungan, aku hanya tersenyum, dalam pelukanku yang menyatu dengan pelukannya, aku kembali mengingat Pak Kasim dan nasi gorengnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun