Melalui masa berkabung dengan putra semata wayang tidaklah selalu mudah. Pertama karena kami sama - sama seorang lelaki. meski ia baru berumur tiga tahun, tapi kami harus tetap saling menghargai perasaan dan juga kesan berhati baja diantara kami. Ia tidak menangis waktu itu, aku juga tidak, karena tak mungkin menangis di depannya. Aku mencintai istriku, dan ia mencintai ibunya, karena alasan itulah, dan keinginan agar mendapat kasih sayang ibu, aku menitipkannya pada seorang sahabat yang kaya raya. Sahabat dan istrinya itu tak memiliki anak, meski sudah mencobanya berkali - kali, dan mereka senang aku bersedia meminjamkan anak itu pada mereka.
Beberapa tahun kemudian, anak itu tumbuh dalam keluarga bahagia, mendapatkan apa yang dia inginkan, kemudian menjadi seorang ilmuan, lulusan Universitas ternama di Asia tenggara, yang berkemampuan sekaliber penemu hukum kekekalan massa.
~~~~
Terbangun dari mabuknya, rekan kerja Jhon mencari - cari kesadarannya. dan meminta maaf atas ketidak patutannya mengkhawatirkan segala kemungkinan bercampurnya bubuk semen, bahan pewarna, dan perkalian rumit antara hukum kekekalan massa dan rumus waktu ketika bumi pertama kali diciptakan.
Dan mereka kemudian melanjutkan kerja mereka. Menciptakan mesin waktu bernama Aleida.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI