Mohon tunggu...
KURNIAWATI AGUSTIN
KURNIAWATI AGUSTIN Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Nulla Aetas Ad Discendum Sera"

Legal Research Assistant

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tindak Pidana Korupsi Sebagai Kejahatan Terhadap Masyarakat

19 Mei 2024   09:34 Diperbarui: 19 Mei 2024   21:12 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 https://www.kompasiana.com/kurniawatiagustin0142gambar

Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga dapat  diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Corruptio dalam bahasa Inggris disebut corruption dan dalam bahasa Belanda disebut corruptie, sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Definisi yang menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi adalah definisi yang disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.

Definisi korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank, yaitu kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Lebih lanjut Asian Development Bank menyatakan Orang-orang ini (pegawai sektor publik dan swasta) juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut dengan menyalahgunakan jabatan.

Dalam hukum positif Indonesia definisi korupsi telah dijelaskan secara gamblang di dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, tindak pidana korupsi dirumuskan ke dalam 30 jenis yang kemudian dikelompokkan lagi menjadi tujuh tindak pidana korupsi, yaitu sebagai berikut:

1. Kerugian Keuangan Negara

Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Pelakunya memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. Dan tindakannya ini merugikan keuangan negara (Pasal 2 dan Pasal 3).

2. Suap Menyuap

Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil Negara, Penyelenggara Negara, Hakim, atau Advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Suap menyuap bisa terjadi antar pegawai maupun pegawai dengan pihak luar (Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 11, Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf c, Pasal 12 huruf d).

3. Penggelapan dalam Jabatan

Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi (Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b, Pasal 10 huruf c).

4. Pemerasan

Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf g, dan Pasal 12 huruf h).

5. Perbuatan Curang

Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat membahayakan orang lain (Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat (2), Pasal 12 huruf h).

6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal ia yang ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (Pasal 12 huruf i).

7. Gratifikasi

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya. Jika tidak dilaporkan kepada KPK, maka gratifikasi ini akan dianggap suap (Pasal 12 B jo. Pasal 12 C).

Selain definisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan di atas, masih ada Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri atas:

1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi (Pasal 21)

2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar (Pasal 22 jo. Pasal 28).

3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka (Pasal 22 jo. Pasal 29).

4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan Palsu (Pasal 22 jo. Pasal 35 ).

5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan Keterangan atau memberi keterangan palsu (Pasal 22 jo. Pasal 36).

6. Saksi yang membuka identitas pelapor (Pasal 24 jo. Pasal 31).

Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari segi jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara serta dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta ruang lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan oleh sebab itu semua korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan cara-cara yang luar biasa.

Tujuan nasional Indonesia yang telah dibentuk tidak akan bisa terwujud jika tindak pidana korupsi dan perilaku koruptif terus menerus terjadi. Tindak Pidana Korupsi bukan hanya melanggar undang-undang, bukan hanya merugikan keuangan negara, dan bukan hanya merugikan perekonomian negara, namun juga mengganggu jalannya program pemerintah untuk rakyat. Tindak Pidana Korupsi apabila tidak segera diberantas, akan menggerogoti kehidupan berbangsa dan bernegara dari berbagai lini. Dampak negatif tindak pidana korupsi terhadap masyarakat dan negara antara lain:

1. Merusak Fondasi Ekonomi

 Korupsi memiliki dampak yang merusak pada ekonomi suatu negara. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pelayanan masyarakat seringkali disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan ketidaksetaraan yang lebih besar antara kelompok masyarakat.

Tindak pidana korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Tindak pidana Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan. Korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu negara. Korupsi berdampak begitu besar bagi negara dan masyarakat. Salah satunya, kerugian finansial dan ekonomi. Dengan kerugian seperti itu sangat mempengaruhi kualitas pelayanan publik.

2. Melemahkan Sistem Pendidikan dan Kesehatan

Anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan sering menjadi sasaran empuk korupsi. Kurangnya dana yang seharusnya dialokasikan untuk peningkatan mutu pendidikan dan pelayanan kesehatan dapat berdampak langsung pada kualitas sumber daya manusia dan taraf kesehatan masyarakat. Korupsi masih membayangi penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Dari banyak celah korupsi, pengadaan alat kesehatan dan obat medis merupakan dua sektor paling rawan. Peralatan kesehatan dan obat yang dibeli jauh lebih mahal, tetapi tidak berkualitas. Korupsi menjadi penyebab buruknya pelayanan kesehatan. Peralatan yang tidak memadai dan kekurangan obat merupakan dua masalah utama yang paling banyak dikeluhkan masyarakat terkait dengan rumah sakit milik pemerintah dan puskesmas. Korupsi membuat masyarakat sulit mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Selain itu, dampak paling berbahaya dari korupsi terhadap pelayanan kesehatan secara langsung adalah mengancam nyawa masyarakat.

3. Menghancurkan Keadilan Sosial

Korupsi menciptakan ketidaksetaraan dalam akses terhadap layanan publik. Masyarakat yang kurang mampu seringkali menjadi korban utama, sementara elite koruptor memperoleh fasilitas dan keistimewaan tanpa batas. Hal ini mengancam prinsip-prinsip keadilan sosial yang merupakan landasan negara.

4. Menurunkan Kepercayaan Publik

Tindakan korupsi yang merajalela mengakibatkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. Korupsi menciptakan citra negatif terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik, menggerus fondasi kepercayaan publik yang merupakan aspek vital dalam menjaga stabilitas negara.

Tindak pidana korupsi dikatakan sebagai kejahatan terhadap masyarakat karena masyarakatlah yang menjadi korban dari dampak korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik. Negara yang marak dengan praktik korupsi kinerja pemerintahannya menjadi terhambat, sehingga berdampak buruk terhadap masyarakat luas. Dampak korupsi dapat dibagi menjadi dua, yaitu ketidakadilan dalam generasi (intragenerational inequity) dan ketidakadilan antar-generasi (intergenerational inequity). Ketidakadilan dalam generasi terjadi karena alokasi sumber daya bersifat sub-optimum dan tidak tepat sasaran, sehingga hanya menguntungkan segelintir orang saja dan memperburuk ketimpangan. Ketidakadilan antar-generasi terjadi mengingat dampak yang ditimbulkan oleh korupsi, tidak saja membebani generasi sekarang namun juga generasi yang akan datang. Sehingga dampak yang luas tersebutlah yang menyebabkan tindak pidana korupsi dikatakan sebagai extraordinary crime disejajarkan dengan kejahatan kemanusiaan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun