4. Pemerasan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf g, dan Pasal 12 huruf h).
5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat membahayakan orang lain (Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat (2), Pasal 12 huruf h).
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal ia yang ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (Pasal 12 huruf i).
7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya. Jika tidak dilaporkan kepada KPK, maka gratifikasi ini akan dianggap suap (Pasal 12 B jo. Pasal 12 C).
Selain definisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan di atas, masih ada Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri atas:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi (Pasal 21)
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar (Pasal 22 jo. Pasal 28).