teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah.Â
Pertanian di Indonesia di dominasi oleh petani kecil yang masih tradisional, sedikit dalam pemodalan, memiliki lahan yang sempit, bersifat pasif dan sedikit yang terdidik. Maka dari itu para petani umumnya tidak berdaya dalam bertani seperti contoknya tidak tahu penanggulangan hama sehingga petani pasrah dengan hasil panen yang telah diserang hama. Selain itu petani juga kurang memiliki akses atas permodalan, pasar danDalam menghadapi era globalisasi, kekuatan dan kesinambungan pembangunan pertanian diukur dari ketangguhan dan kemampuan petani dalam mengelola sumber daya alam. Petani mandiri adalah petani yang secara dinamis mampu memanfaatkan secara optimal sumberdaya alam, tenaga, modal, dan teknologi yang ada mencakup kemampuan untuk mengatasi segala tantangan, hambatan, ancaman, dan gangguan terhadap eksistensi serta kelestarian sumber daya alam.
Untuk menghadapi era globalisasi maka para petani membutuhan pendidikan tambahan yang bersifat non formal dengan proses pembelajaran dilakukan dalam lingkungan usaha tani tersebut.Â
Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat organisasi kelompok tani dan dilakukan penyuluhan. Penyuluhan pertanian dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis melibatkan petani dan pelaku agribisnis lainnya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, sampai dengan evaluasi. Tidak mudah memang untuk melaksanakan atau membangun kelompok tani namun itu bisa di mulai dengan pendekatan dalam pendidikan petani seperti penyadaran dengan konsep belajar dari pengalaman.
Menciptakan organisasi pembelajar (learning organization) yang oleh Peter Senge (1990) didefinisikan sebagai "suatu organisasi dimana orang-orangnya secara terus menerus meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai tujuan yang mereka dambakan, dimana pola pikir baru dipelihara, aspirasi kolektif dibiarkan bebas, dan dimana orang-orang secara terus menerus belajar untuk bagaimana belajar besama-sama". Organisasi dapat dimanfaatkan sebagai landasan untuk menggunakan pendidikan lapangan secara AKOSA (Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan dan Aplikasi) bagi para petani.
Sekolah lapang (SL) yaitu proses belajar yang dilaksanakan di lahan petan lngsung di lingkungan masyarakat setempat. Pola sekolah lapang mengajak peserta untuk lebih proaktif di dalam pembelajaran. Ketrampilan peserta akan meningkat karena tidak hanya melihat dan mendengar tetapi juga praktik. Proses belajar dalam sekolah lapang mengunakan metode AKOSA (Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan, Aplikasikan) yang efektif dalam meningkatkan kompetensi peserta diklat dan diharapkan menumbuhkan kemampuan bekerja sama dalam peningkatan produksi pangan.
Metode AKOSA dilakukan supaya petani bisa mengerti tentang cara memahami, mengalami, dan memecahkan masalah yang terjadi pada usaha tani yang selalu dalam pengawasan pihak tertentu seperti penyuluh pertanian.Â
Sehingga petani bisa menghasilkan produksi pertanian dengan sesuai dengan harapan. Karena sistem AKOSA bersifat belajar dari kesalahan dan memusyawarahkan bersama untuk mencari solusi makan AKOSA juga berfungsi sebagai perubah pola pikir dan sikap petani dimana para petani belajar bersama sama dan berbagi informasi antara petani dengan petani dan penyuluh serta peneliti. Guna memecahkan masalah yang terjadi di lapangan agar bisa meningkatkan kesejahteraan petani nantinya.
Metode AKOSA memiliki  5 komponen yaitu alami, kemukakan, olah, simpulkan, dan aplikasikan. Alami di sini maksudnya pengalaman yang dihadapi oleh petani. Kemukakan maksudnya masalah itu di kemukakan atau di bagikan pengalamanya di kelompok tani. Setelah dikemukakan terus akan di olah atau di diskusikan secara bersama sama. Setelah itu baru disimpulkan dan diaplikasikan atau diterapkan ke lahan atau sebagai pembelajaran di kemudian hari.
kesimpulan
Proses belajar sekolah lapangan dilaksanakan melalui tahap-tahap AKOSA (Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan dan Aplikasi). Sekolah lapangan perlu dilaksanakan supaya :
a. Petani memiliki kesempatan mengidentifikasi kebutuhan ilmu dan keterampilannya dalam melaksanakan usahataninya.
b. Petani belajar untuk menambah ilmu dan keterampilan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya ditempat yang sesuai dengan keadaan dan masalah yang dihadapi sehari-hari.
c. Petani mampu menganalisa dan mengambil yang rasional tentang tindakan yang akan dilaksanakan untuk memecahkan masalah dan memperbaiki usahataninya berdasarkan hasil pemantauan lapangan.
d. Para petani mampu bekerja sama dalam proses belajar untuk meningkatkan produktifitas usahataninya secara berkelanjutan.
     Â
Daftar pustaka
swadayaonline.com
Depdagri, 2001, Himpunan Referensi Penyusunan Modul Pembelajaran, Jakarta
bbppketindan.bppsdmp.pertanian.go.id
pertanian.jombangkab.go.id