Mohon tunggu...
Yudhistira Kurniawan
Yudhistira Kurniawan Mohon Tunggu... Administrasi - Penutur Keresahan

Jika itu tentang Hoax, Pastikan berhenti di Kamu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Halal Indonesia, Antara Kontroversi dan Substansi

31 Maret 2022   12:23 Diperbarui: 31 Maret 2022   12:27 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

1 Maret 2022 Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH)  resmi memberlakukan label halal terbaru secara nasional, label halal ini sesuai dengan keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.

Pemberlakuan label halal  ini langsung disambut ramai oleh netizen Indonesia dan menjadi trending topic di beberapa platform media sosial beberapa waktu lalu.

Netizen mempertanyakan apa faedahnya penggantian label halal?, mengapa label halal menjadi jawa sentris dan seolah menjadi keberpihakan Kementerian Agama pada salah satu suku saja di Indonesia?, bagaimana pula keberpihakan Kementerian Agama terhadap Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang saat ini justru membutuhkan support pemerintah ditengah turunnya daya  beli di tengah pandemi yang belum mereda, dan yang terpenting mengapa keterlibatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang selama ini berwenang mengeluarkan sertifikasi halal menjadi seolah dihilangkan.

Pro Kontra atas pemberlakukan label halal  ini pun sepertinya memang tidak dapat dihindarkan, namun Kementerian Agama mencoba menjelaskan dan memberi pemahaman pada masyarakat tentang apa dan bagaimana pemberlakuan label halal yang menjadi keresahan bagi masyarakat.

Dikutip dari laman resmi kemenag.go.id pada tanggal 12 Maret 2022 kepala BPJPH Aqil Irham menjelaskan bahwa, Label Halal Indoensia secara filosofi menghadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan. Bentuk dan corak yang digunakan merupakan artefak-artefak budaya yang memiliki ciri khas yang unik berkarakter kuat dan merepresentasikan Halal Indonesia.

Masih dari laman yang sama pada tanggal 14 Maret 2022, Kementerian Agama melalui Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal pada BPJPH Mastuki menjelaskan  ada tiga alasan yang disampaikan mengapa label ini dipilih, pertama baik wayang maupun batik sudah menjadi warisan indoensia yang diakui dunia, kedua ditetapkan Unesco sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya non bendawi (intangible heritage of humanity), Ketiga gunungan wayang tidak hanya digunakan di jawa, dalm sejumlah tradisi masyarakat yang lekat dengan wayang juga menggunakan gunungan seperti wayang bali dan wayang sasak.

Pada Kesempatan lain, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjawab keresahan atas keberpihakan Kementerian Agama pada UMK dengan melaunching Program 10 juta Produk Bersertifkat Halal pada tahun 2022 dalam tajuk Program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati). Dalam program yang di launching di Jakarta pada tanggal 27 Maret 2022 Menag berharap sertifikasi halal yang dilakukan secara masif dapat menjadi pemantik geliat UMK untuk Kembali bangkit setelah terdampak pandemic Covid-19.

Lalu bagaimana peran MUI dalam pelaksanaan sertifikasi halal di Indonesia, dikutip dari laman Instagram BPJPH Kementerian Agama Indonesia yang di posting pada tanggal 16 Maret 2022, Kemenag menjelaskan ada 3 Aktor Sertifikasi Halal pertama BPJPH yang bertugas menetapkan aturan/regulasi, menerima dan memverifikasi pengajuan produk yang akan disertifikasi halal dan pelaku usaha (Pemilik produk), dan menerbitkan sertifikat halal beserta label halal.

Kedua Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) melalui auditor halal yang bertugas melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Dan aktor ketiga Majelis Ulama Indonesia yang berwenang menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal.

Hingga saat ini pro kontra atas pemberlakuan label halal masih ada, tentu saja ini hal yang biasa terjadi sembari masyarakat teredukasi tentang apa dan bagaimana label halal ini diberlakukan.

Namun, mungkin tidak semua orang sadar bahwa selain kontroversi dan pro kontra atas pemberlakuan label halal ini, ada yang lebih penting dan perlu menjadi perhatian serta  pengawasan bagi masyarakat yaitu bagaimana kita sama-sama dapat mengawal dan mengawasi pendapatan negara bukan pajak yang didapatkan dari layanan ini hingga Kembali memberi nilai manfaat bagi masyarakat luas.

Selain itu, Kementerian Agama juga dapat mengedukasi masyarakat bagaimana halal  yang sesungguhnya,  bukan hanya soal substansi atau jenis benda tapi halal secara keseluruhan. Misalnya bahan konsumsi yang tidak halal bukan hanya babi atau alkohol, namun ayam yang disembelih tidak dengan bacaan bismlillah mungkin bukan ayam yang halal, atau ayam curian yang disembelih dengan bacaan bismillah sekalipun bukan merupakan bahan konsumsi yang halal.

Dengan begitu, kemanan dan keyakinan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal benar-benar dapat terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun