KUHP terbaru telah disahkan menjadi Undang-Undang. Politik hukum ini menjadi bukti bahwa Negara Indonesia mampu membuat peraturan hukum pidana yang berwajah budaya dan nilai-nilai masyarakat Indonesia. Tentu, KUHP yang baru ini berbeda wajahnya dengan KUHP yang lama, yang merupakan warisan kolonial Belanda. Masyarakat Indonesia harus bangga akan hal itu.
Khusus dalam penulisan ini hendak membuat catatan dalam ketentuan Pasal 3 KUHP, yang menyangkut asas subsidiaritas. Ya, asas subsidiaritas ini merupakan pengecualian terhadap asas legalitas dalam hukum pidana.
Dalam perkembangannya dinyatakan sebagai berikut dalam Pasal 3, sebagai berikut:
Pertama, dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana.
Maksud, dari ketentuan ini adalah apabila ada suatu tindak pidana yang terjadi sebelum ada perubahan, namun ia (pelaku) baru diproses setelah terjadi perubahan pada ketentuan tindak pidana tersebut, maka menggunakan ketentuan pidana yang menguntungkan bagi pelaku. Dalam hal ini bisa terjadi depenalisasi atau dekriminalisasi.Â
Depenalisasi maksudnya adalah suatu tindak pidana yang dahulunya mempunyai sanksi hukum pidana, oleh pembuat undang-undang diubah menjadi diberi sanksi hukum administratif (tidak diberi sanksi hukum pidana).Â
Sedangkan, yang dimaksud dengan dekriminalisasi, yaitu dahulunya yang merupakan tindak pidana diubah oleh pembuat undang-undang menjadi bukan merupakan tindak pidana.Â
Terdapat tambahan lagi misalnya, masing-masing antara ketentuan pidana itu yang berbeda hanya berat-ringannya sanksi, maka pelaku dikenakan sanksi pidana yang paling ringan.
Kedua, Dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan tindak pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum. Maksud ketentuan ini, apabila terjadi depenalisasi maka terhadap pelaku, perkaranya dihentikan demi hukum. Tidak dilanjutkan proses peradilan pidananya. Dengan kata lain, ketentuan ini menjadi alasan penghentian penuntutan yang bersifat khusus.
Ketiga, Dalam hal ketentuan yang menyatakan dahulunya merupakan tindak pidana dan diubah menjadi bukan tindak pidana, apabila tersangka atau terdakwa berada dalam tahanan, maka harus dibebaskan sesuai pada tingkat pemeriksaan.Â
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga marwah hak asasi manusia, artinya tidak harus menunggu proses peradilan untuk menyatakan terdakwa dibebaskan dari tahanan, tetapi berdasarkan ketentuan ini terdakwa sudah harus dibebaskan demi hukum.