Mohon tunggu...
Efendik Kurniawan
Efendik Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Publish or Perish

Pengamat Hukum email : efendikkurniawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perilaku Polri, Sesuai Kode Etik dan Etika?

1 November 2022   06:01 Diperbarui: 1 November 2022   07:09 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini kepercayaan publik terhadap anggota Polri menurun drastis. Hal ini disebabkan terdapat beberapa peristiwa pidana yang berkaitan langsung dengan para pejabat tinggi Polri. Mulai dari peristiwa pembunuhan Brigadir J yang berkaitan dengan Mantan Kadivpropam FS dan peredaran gelap narkotika yang menyeret Mantan Kapolda TM.

Polri yang dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) termasuk dalam salah satu struktur criminal justice system, memegang peranan penting di dalam keberhasilan suatu penegakan hukum. Polri menjadi gerbang utama pada proses penyelidikan dan penyidikan sesuai pada hukum acara pidana (KUHAP).

Selain pada menurunnya kepercayaan publik dikarenakan beberapa peristiwa di atas, anggota Polri yang melakukan gaya hidup hedon juga menjadi sorotan publik. Ya, publik sangat teliti dan cermat terhadap barang-barang mewah yang digunakan tersebut. Sontak, mereka bertanya, "Relevan kah antara pendapatan yang diterima setiap bulan, sehingga mampu membeli barang-barang branded tersebut?"

Seperti sudah bukan menjadi hal baru bahwa setiap anggota Polri atau bahkan setiap pejabat di negeri ini, baik itu pejabat Polri, pejabat Kejaksaan, pejabat di lingkungan peradilan, dan pejabat Pemerintah memakai barang-barang bermerek luar negeri. Tentu saja, hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat. Terlebih, dari sikap teliti dan cermatnya masyarakat umum dewasa ini, mereka bisa melakukan pengecekan di LHKPN. Ya, khusus pada pejabat Polri harta yang mereka laporkan di LHKPN ada yang beberapa mencapai puluhan milyard. Sungguh, sangat fantastis perolehan kekayaan yang dimilikinya. Relevan atau tidak? Mari coba dihitung (renungan dalam hati).

 

 

Perbedaan Kode Etik dan Etika

 

Sesungguhnya terdapat perbedaan yang mendasar antara kode etik dan etika. Kode etik adalah suatu aturan yang ditetapkan oleh lembaga tertentu yang menurutnya sudah baik dan benar. Sedangkan, pada etika adalah sesuatu hal yang diyakini oleh masyarakat umum berdasarkan akal dan fikiran ia baik, benar, dan patut. Sehingga, perbedaan antara kode etik dan etika adalah apa yang menurut lembaga internal tersebut baik dan benar menurut kode etik, tetapi menurut etika belum tentu baik, benar, dan patut. Dengan kata lain, kode etik mengatur ke dalam dari internal kelembagaan tersebut, sedangkan etika mengatur ke luar.

Kode etik Polri sebagaimana diatur di dalam Perpol 7/2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Melihat pada dasar pertimbangan lahirnya Perpol 7/2022 tersebut, yaitu dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian bhayangkara negara seutuhnya, menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap dan perilakunya dalam kode etik profesi. Ketentuan ini lebih pada sifat-sifat normatif dalam suatu lembaga.

Apabila hendak dihubungkan pada sisi etika, hal ini lebih pada pengaturan yang bersifat moralitas untuk melakukan yang baik, benar dan patut dalam kondisi-kondisi tertentu. Dari aspek moralitas yang digagas oleh Lawrence Kohlberg, tingkatan moralitas dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan secara umum, yaitu moralitas pra konvensional, moralitas konvensional, dan moralitas pasca konvensional. Moralitas pra konvensional yaitu moralitas kekanak-kanakkan. Maksudnya adalah seseorang apabila hendak melakukan sesuatu masih memikirkan untung atau rugi terhadap dirinya sendiri. Moralitas pada tingkatan ini masih sering kita temukan di lingkungan masyarakat. Khusus, pada aparat penegak hukum jangan sampai tingkatan moralitas masih di tingkat ini. Mengingat, manusia yang menjadi aparat penegak hukum adalah manusia-manusia pilihan. Artinya, tidak sembarangan orang bisa keterima dan menjadi aparat penegak hukum. Selanjutnya, pada moral konvensional yaitu moralitas yang dalam hal melakukan suatu perbuatan memperhatikan pada kewenangannya. Moralitas ini sudah baik apabila dihubungkan dengan tugas dan wewenang dari aparat penegak hukum. Terakhir, yaitu moralitas pasca konvensional yakni moralitas yang memperhatikan tugas dan wewenangan serta tanggung jawab dengan menyadari bahwa ia adalah manusia pilihan dan mengemban tugas atas apa yang diberikan dengan tanggung jawab. Moralitas ini sangat sesuai dengan keterkaitan dari aparat penegak hukum dan pelayanan hukum (legal service) yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Apabila Polri ingin menumbuhkan kembali, maka moralitas Polri dapat ditingkatkan pada tahap moralitas pasca konvensional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun