Nama Pengarang : Prof. Dr. Sabri Samin, M. Ag.
Judul Buku : Dinamika Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Analisis Legislasi Hukum Perkawinan dalam Sistem Hukum Nasional)
Penerbit : TrustMedia Publishing
Hukum islam telah menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia khususnya pada masyakat yang beragama Islam. Hukum Islam adalah hukum yang mengalir dan berurat akar pada budaya masyarakat, hal tersebut disebabkan oleh fleksibilitas serta elastisitas yang dimiliki oleh hukum islam sendiri. Sejarah hukum di Indonesia mencatat bahwa prestise hukum Islam sendiri terlihat sebagai hukum tidak tertulis dalam praktek ketatanegaraan, maupun peraturan perundang-undangan.
Dikarenakan hukum islam dalam konteks kekinian masih belum dinamis. Sebelum Indonesia merdeka negara kita menganut tiga sistem hukum, yaitu hukum adat, hukum islam, dan hukum eks Barat. Kemudian setelah merdeka, ketiga sistem tersebut menjadi suatu bahan baku yang menjadikan pembentukan sistem hukum nasional di Indonesia yang dilihat dari pendekatan yuridis dan normatif. Perlu diketahui bahwasannya sistem hukum di Indonesia berasaskan pancasila. Maka dari itu UUD 1945, undang undang dan peraturan lainnya harus berdasar dan bersumber pada pancasila.
Teori hukum Islam yang berlaku di negara kita merupakan aspek yang masih perlu mendapat perhatian. Hukum islam di Indonesia ini memiliki sejarah yang cukup panjang dalam perkembangannya. Juhaya S. Praja menyebutkan terdapat enam teori tentang berlakunya hukum islam di Indonesia, yaitu; Teori penaatan hukum Islam, Teori penerimaan autoritas hukum, Teori receptie in complexu, Teori receptie, Teori receptie exit dan Teori receptie a contrario. Setelah adanya pengkajian huukum islam, lalu ditemukan lagi dua teori yaitu; Teori eksistensi dan Teori implementasi.
Dinamika UU RI No. 1 Tahun 1974 dalam Sistem Hukum Nasional
Pemberlakuan hukum keluarga Islam di negara Islam dan negara berpenduduk muslim dapat diklasifikasi ke dalam dua kelompok besar, yaitu; Pertama, kelompok negara Islam dan negara berpenduduk muslim tradisionalis yang hukum keluarganya bersifat uncodified law, yaitu negara Islam dan negara berpenduduk muslim yang hukum keluarga Islam belum diatur dalam bentuk hukum tertulis (undang-undang). Kedua, negara Islam dan negara berpenduduk mayoritas muslim yang codified law, yaitu negara Islam dan negara berpenduduk muslim yang hukum keluarga Islam telah diatur dalam bentuk undang-undang (hukum tertulis).
Indonesia sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim sangat membutuhkan undang-undang tertulis (codified law) yang mengatur beberapa masalah yang terkait dengan perkawinan. Dibandingkan di negara Saudi Arabia yang tidak membutuhkan undang-undang tertulis, karena Al-Qur’an menjadi acuan utama dalam pelaksanaan perkawinan, ditambah negara itu tidak mengalami kekacuan dalam konteks hukum yang berlaku. Sedangkan, hal tersebut sangat berbeda bila di samakan dengan penerapan hukum di Indonesia yang dihadapkan dengan beberapa sistem hukum yang sedang berlaku.
Selain itu, Indonesia diperhadapkan pluralisme mazhab yang menjadi paham dalam masyarakat. Diatas merupakan permasalahan di negara Indonesia yang diduga sebagai pemicu timbulnya beberapa permasalahan hukum kekeluargaan Islam, khususnya mengenai permasalahan perkawinan.
Oleh karena itu, dibuatnya UU Perkawinan yang berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia tanggal 2 Januari 1974 untuk sebagian besar telah memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia, dimana tuntutan tersebut telah terjadi sejak kongres perempuan Indonesia pertama 1928. Kemudian setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengeluarkan undang undang tentang Pencatatan Nikah Talak dan Rujuk tahun 1946. Selanjutnya pemerintah membentuk panitia Rancangan Undang Undang Perkawinan (RUU Perkawinan) pada tahun 1950, namun RUU Perkwinan tersebut dibahas dalam sidang DPR tidak berhasil berwujud undang undang.
Pada tahun 1973 RUU diajukan oleh pemerintah kembali hingga pada akhirnya mencapai muafakat di antara para anggota DPR, yang kemudian pemerintah mengundangan UU Perkawinan tanggal 2 Januari 1974. Lalu tanggal 1 April 1975 lahir peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 yang berisi peraturan pelaksanaan UU RI No. 1 Tahun 1974, sehingga tanggal 1 Oktober 1975 UU tersebut dapat berjalan secara efektif.
Setelah UU RI No. 1 Tahun 1974 tersebut telah diundangkan dan dinyatakan berlaku, maka secara de facto seluruh ketentuan yang mengatur perkawinan di Indonesia diakomodir dalam UU Perkawinan Nasional, dan apabila di luar dari undang undang tersebut secara yuridis formal dinyatakan tidak berkekuatan hukum.
Eksistensi Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional
Selanjutnya yaitu Kompilasi Hukum Islam atau KHI, Adanya KHI ini menjadi pedoman untuk menyelesaikan suatu perkara perkawinan, warisan, maupun perwakafan. Yang di dalamnya terdapat 13 kitab fikih yang berarti tertuang berbagai sumber hukum Islam, dan bilamana terdapat berbagai masalah, maka KHI dapat mengadilinya. KHI diklaim sebagai fikih Indonesia, yaitu unuk merespon sekaligus mentransformasikan nilai nilai islam dalam masyarakat Indonesia. Bukan berarti fikih fikih yang terdahulu harus ditinggalkan.
Namun yang dimaksud disini tetap fikih yang terdahulu diakomodir sesuai dengan siuasi pada masyarakat. Selain itu KHI juga tidak hanya menerapkan salah satu mazhab, melainkan mazhab mazhab yang ada juga dapat diterima asal dapat mewujudkan nilai kebenaran serta keadilan.
Menurut UU RI No. 1 Tahun 1974 pada pasal 1, bahwa tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Keuhanan Yang Maha Esa. Selain itu juga terdapat pada KHI pasal 3 yaitu “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga sakinah, mawaddah dan rahmah”.
Setelah membaca buku tersebut saya sedikit mengetahui akan dinamika pemberlakuan UU RI No. 1 Tahun 174 dan KHI, serta dapat memahami apa pengertian, tujuan, larangan perkawinan, asal usul nasab anak, hingga pentingnya pencatatan perkawinan dan lainnya yang berkaitan mengenai perkawinan itu sendiri. Mempelajari hukum perkawinan islam membuat saya memahami lebih matang dan sesuai dengan program studi yang saya ambil. Sebagai mahasiswa hukum memiliki peran yang penting di kalangan masyarakat, seperti bersosialisasi pada masyarakat yang kurang faham. Sehingga dengan bersosialisasi tersebut masyarakat akan dapat memahami apa saja yang berkaitan dengan perkawinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H