Mohon tunggu...
kurnianto purnama
kurnianto purnama Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Pendiri Law Office KURNIANTO PURNAMA , SH, MH. & PARTNERS, Jakarta since 1990.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anjing Langit, Makan Bulan

20 Juli 2023   18:09 Diperbarui: 20 Juli 2023   18:21 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEJAK kecil di Pulau Belitung, aku suka mendengar cerita dongeng dari Ibuku. Aku pun tidak tahu, cerita dongeng-dongeng itu dari mana Ibu dapatkan.

Biasa bila ada waktu senggang di kala malam, Ibu sering cerita dongeng pada aku dan pada kakak-adik yang lain.

Di bawah lampu temaram di teras rumah, kami duduk sambil menikmati keindahan malam yang berbintang, kadang terlihat sang rembulan di langit malam. Di kala itulah Ibu bercerita dongeng. Ibu bercerita dongeng kepada kami dengan Bahasa Hakka atau di Belitung disebut Bahasa Khek.

Selain mendengar cerita dongeng dari Ibu, aku juga suka pergi ke rumah tetangga mendengar cerita dongeng dari Ibu seorang temanku yang tinggal di seberang jalan depan rumah kami. Di kala itu, cerita dongeng dalam bahasa Hakka menjadi cerita yang menarik di kampungku. 

Aku sering bilang pada ibu "Mak...kong ku se pun nga ten tang- Mak...cerita dongeng pada kami".

Ibu bilang "kho yi, kho yi, then siu so thi sen- boleh, boleh, tapi bantu sapu lantai dulu".

Setiap kelompok penduduk dalam suatu daerah memiliki cerita rakyat tersendiri. Biasa diceritakan dari masa ke masa dan dari mulut ke mulut di kalangan penduduk tersebut.

Cerita rakyat ini, dalam dunia sastra disebut dongeng. Seperti dongeng Tangkuban Perahu dari Jawa Barat. Dongeng Jaka Tarub dan 7 Bidadari dari Jawa Tengah. Dongeng Si Pitung dari Betawi dan dongeng-dongeng asal daerah lainnya.

Dongeng adalah cerita tidak benar-benar terjadi, tapi mengandung pesan moral yang baik.

Yang unik sebetulnya cerita dongeng di Pulau Belitung.

Mengapa unik? Sebab sebagian besar penduduk Belitung adalah etnis Melayu dan etnis Tionghoa. Maka cerita dongeng ada dua jenis. Ada dongeng dalam kalangan etnis Melayu dan ada dongeng di kalangan etnis Tionghoa.

Dongeng dari kalangan etnis Melayu terekam dan tercatat dalam perpustakaan, sebab cerita dongengnya, ada orang yang menulisnya dalam Bahasa Indonesia. Sementara dongeng-dongeng yang diceritakan dalam penduduk etnis Tionghoa, tidak terdapat dan terekam dalam Perpustakaan.

Dikarenakan ceritanya dalam Bahasa Hakka dan barangkali tidak ada penulis sastra yang menuliskannya ke dalam Bahasa Indonesia. Dongengnya hanya berupa cerita dari mulut ke mulut dalam bahasa Hakka di kalangan penduduk Tionghoa Belitung. Lantas dongeng-dongeng ini pun tidak diketahui di luar penutur Bahasa Hakka.

Padahal, bila dituliskan dalam bahasa Indonesia, ia akan memperkaya dunia sastra, khususnya sastra daerah Pulau Belitung dan bisa pula menambah kekayaan kesusastraan nasional.

Bahkan bisa menambah kekayaan kesusastraan dunia. Seperti dongeng Seribu Satu Malam asal Bagdad.

Nah, salah satu dongeng penduduk Tionghoa Belitung dan  barangkali di luar Belitung juga adalah dongeng "Anjing Langit Makan Bulan". Dalam Bahasa Hakka disebut "Thian Keu Sit Nyiet".

Setelah anak-anak duduk rapih di kursi kayu masing-masing di teras, lantas Ibu pun mulai berdongeng:

"Di langit ada bulan, ada bintang-bintang yang terang, ada awan-awan, ada angin, ada makluk hidup lainnya seperti naga, anjing langit  dan lain-lain".

"Di langit sana, mereka hidup damai, saling menolong, saling menyayangi dan mereka saling mengasihi, walau kadang kala ada anjing langit yang agak nakal".

"Di langit sana sangat indah dan mempesona disebut Galaxy"

"Pada suatu ketika terjadi Gerhana Bulan, ketika dilihat dari bumi seperti seekor anjing warna hitam, sedang memakan sang rembulan"

"Itu adalah anjing langit, yang nakal memakan sang rembulan" lanjut Ibu.

"Bila sampai anjing langit ini, memakan bulan, maka bumi akan gelap selamanya" lanjut Ibu sambil menunjuk jarinya ke langit sana. 

" Bila kita melihat dan mengetahui anjing langit memakan bulan dilangit sana, kita mesti  memukul kaleng kosong bekas minyak curah, bekas kaleng susu, bekas kaleng roti dan kaleng-kaleng kosong lain.

"Pukul terus hingga  terdengar oleh anjing langit itu dan dia takut dan pergi, lalu tidak jadi memakan bulan".

Kemudian aku bertanya pada Ibu:

"Mak, mengapa kita harus takut bulan dimakan anjing?"

"Apa hubungan bulan dengan manusia, Mak?"

Ibu tidak memberi jawaban, namun Ibu berpesan, jadilah kamu seperti bulan dimanapun kamu berada" tutup Ibu mengakhiri dongengnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun