Mohon tunggu...
kurnianto purnama
kurnianto purnama Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Pendiri Law Office KURNIANTO PURNAMA , SH, MH. & PARTNERS, Jakarta since 1990.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Chun Yin, Nyonya Pantai Belitung Berambut Panjang

5 April 2023   16:45 Diperbarui: 5 April 2023   16:53 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

NAMAKU Chun Yin.  Seorang gadis tinggal di pesisir pantai Pulau Belitung. Sejak aku menikah dan punya seorang anak, sesuai  kebiasaan di Belitung, orang-orang pun memanggilku, Nyonya.

Suamiku seorang nelayan. Di kala senja, ia pergi melaut dan pulang fajar menjelang. Tinggallah aku dan anak lelakiku bernama Alung di rumah ketika malam. Umur Alung enam tahun.

Semenjak kecil, rambutku selalu panjang mengikuti tradisi ibu yang berambut panjang. Pakaian pun mengikuti tradisi ibu, kebaya dan kain sarung. Pakaian etnis Tionghoa tahun enam puluhan dan tujuh puluhan di Pulau Belitung.

Karena rambut aku tak pernah dipotong semenjak kecil. Maka rambutku panjang melewati pundak. Panjang dan lurus. Aku sangat sayang rambutku. Aku dan rambutku bak punya jiwa yang menyatu. Lantas, para tetangga sepanjang pesisir pantai menjulukiku, Nyonya Berambut Panjang.

Di pesisir pantai tempat kami tinggal, penduduknya hidup damai, tenteram, sederhana, akrab dan saling mengenal. Hampir semuanya nelayan.

Ketika malam tiba, suami-suami mereka pergi ke laut  menangkap ikan. Fajar menjelang, mereka pulang. Maka tatkala malam, kampung kami sepi dan sunyi.

Pada suatu malam di bawah bulan purnama, ketika suami melaut. Aku tak melihat anakku Alung di rumah. Mulanya, aku kira ia bermain di kamar. Aku memanggil-manggilnya, tapi ia tidak menyahut.

Aku memanggil lagi:

"Alung....Alung....Alung" ia tidak tetap tidak menyahut.

Aku masuk ke kamar, ternyata ia tak ada di kamar. Aku cari di dapur, ia tak ada. Aku cari di selasar, ia tak ada. Hatiku mulai berdebar, dadaku mulai sesak.

Aku keluar rumah dan memanggil dengan suara sekeras-kerasnya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun