Mohon tunggu...
Kurnia Maesaroh
Kurnia Maesaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Andalas

Mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis pendekatan feminisme dalam membandingkan cerpen karya Farliani dan ASTUTI

18 Desember 2024   10:30 Diperbarui: 18 Desember 2024   10:30 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen "Tak Ada Laki-laki di Rumah Kami" menyoroti kehidupan fani seorang anak perempuan yang hanya tinggal bersama Ibu dan Bibi tanpa didampingi oleh laki-laki. Tidak adanya dampingan dari laki-laki membuat keluarga mereka menerima pandangan yang dirasa tidak nyaman dari masyarakat sekitar karena masyarakat memandang kehidupan tanpa adanya peran seorang lelaki sebagai "Kekurangan" karena masyarakat sosial menganggap laki-laki adalah pusat kekuasaan. Karya ini menggambarkan solidaritas perempuan sebagai kekuatan utama untuk menghadapi tekanan sosial.

Fani yang hidup berpindah-pindah dan berganti lingkungan sosial yang baru, sering kali mendapat pandangan yang sinis dari masyarakat sekitar tentang keluarga mereka. Dalam cerpen ini, karakter ibu fani digambarkan sebagai perempuan kuat dan mandiri. Fani digambarkan sebagai gadis yang menerima kenyataan pahit bahwa ia harus hidup tanpa ada peran Ayah dan tetap harus bertahan ditengah masyarakat yang mengharuskan adanya laki-laki dalam keluarga. Dalam cerpen ini, kritik terhadap patriarki sangat diperjelas, pertanyaan "Mengapa suami ibu tidak membantu?" atau "Alangkah baiknya jika Ayah atau saudara laki-laki," mencerminkan masyarakat yang masih menempatkan laki-laki sebagai pusat kehidupan keluarga. Melalui pendekatan feminisme, cerpen Iin Farliani menunjukkan bahwa perempuan masih bisa menjalani dan melanjutkan kehidupan walaupun tidak ada dampingan dari laki-laki dan hidup diantara masyarakat yang memandang remeh perempuan yang kehidupannya tidak didampingi oleh laki-laki.

Cerpen "Tak Ada Laki-laki di Rumah Kami" dapat dibandingkan dengan cerpen  "Dalam Gelap Menuju Cahaya Terang, karya ASTUTI". Cerpen ini mengisahkan seorang perempuan yang menganggap kebahagiaannya akan datang ketika ia menikah dengan lelaki yang ia anggap sempurna, Arman. Namun sayangnya kehidupan pernikahannya tidak se-bahagia yang ia bayangkan, kekerasan dalam rumah tangga mulai terjadi yang membuatnya selalu merasa tak nyaman, aman. Tidak berhenti disana, masalah baru muncul ketika ia pindah bersama arman ke rumah orang tua Arman, tidak akur dengan ibu mertua, begitupun sikap Ayah mertuanya yang sangat melewati batas. Keputusan Laila untuk keluar dari rumah keluarga arman menjadi awal dari kebahagiaan yang sebenarnya.

Kedua cerpen ini memiliki tema yang sama, yakni "Perjuangan perempuan" yang berada ditengah kehidupan masyarakat sosial yang menganggap bahwa perempuan tidak akan bisa hidup tanpa laki-laki. tetapi kedua cerpen ini menyajikan prespektif yang berbeda.

Di dalam cerpen "Tak Ada Laki-laki di Rumah Kami" perjuangan perempuan lebih berfokus pada usaha bertahan hidup tanpa adanya peran laki-laki dalam keluarga dan upaya menghadapi masyarakat yang masih menganggap perempuan tidak bisa mandiri dan harus ada laki-laki dalam keluarga. Fani sebagai anak perempuan mendapat kekuatan dan penguatan dari kehadiran ibu dan bibinya yang selalu saling mendukung. Dalam cerpen "Dalam Gelap Menuju Cahaya Terang" menggambarkan bahwa tidak ada salahnya untuk mengambil risiko dari pada harus terus-terusan terjebak dalam lingkungan yang tidak nyaman dan juga tidak nyaman. Bertahan hidup tanpa adanya peran laki-laki lebih baik dari pada ada tapi hanya menambah rasa sakit, lebih baik hidup mandiri tanpa mengharapkan kebahagiaan dari orang lain.

Melalui cerita-cerita ini, penulis mengajak pembaca untuk lebih sadar dengan isu gender, ketidak hadiran laki-laki tidak bisa dijadikan alasan untuk memandang perempuan itu lemah dan kurang sempurna. Kedua karya ini tidak hanya untuk menyadarkan masyarakat yang memandang lemah perempuan yang tidak didampingi laki-laki tapi juga menginspirasi pembaca untuk memandang perempuan sebagai manusia kuat, mandiri. Kedua karya ini juga mengapresiasi perempuan hebat yang kini masih bertahan dan menlanjutkan hidup menjadi perempuan tangguh dan mandiri walaupun tidak ada kehadiran laki-laki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun