Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun.  'Great People' yang inspiratif, bapak teknologi Indonesia,  yang  sosoknya di terima semua kalangan, baik angkatan tua dan juga angkatan  muda, baik islam liberal maupun islam radikal, kembali kepada Hadirat Allah SWT.Â
Semoga Eyang Habibie- begitu beliau ingin dipanggil- Husnul Khotimah dan selalu dalam naungan RidhoNya. Sungguh banyak pelajaran, inspirasi dan kisah hidup yang telah beliau sebarkan, semoga menjadi amal jariyah yang tidak terputus. Amiin .
Kebetulan selasa kemarin di sela menunggu perkuliahan, saya sempat membaca postingan nitizen yang viral sesaat setelah kabar beliau yang sedang di rawat intensif di RSPAD Gatot Subroto, Â tersiarkan. Tulisan itu mengaku di sadur dari pidato Eyang Habibi di Cairo di 2011 silam.Â
Saat membacanya saya tertegun, seperti di ingatkan, tapi di sudut hati yang lain merasa tidak pas dengan narasinya. Benarkah Eyang Habibie berkata demikian?.
Saat selesai membaca postingan viral itu, ada perasaan sedikit bersalah yang menelisik, mempertanyakan dalam diri, benarkah keputusan saya untuk menimba ilmu dunia lagi saat ini? Karena kebetulan sekarang, saat usia tak lagi muda, dan telah dikaruniai dua anak, Â saya memutuskan kembali ke bangku kuliah, untuk mengambil pendidikan spesialis.Â
Jika murujuk tulisan viral yang bertajuk "KALAULAH SEMPAT" itu, keputusan saya ini, keputusan yang bakal membawa penyesalan di kemudian hari, Â bukankah lebih baik saya fokus keluar masuk kajian keislaman saja, pikir saya. Â Â
Padahal saat ini saya sedang asyik-asyiknya mengenal Sang Maha Pencipta melalui apa yang Dia Ciptakan, karena dibangku kuliah ini saya seperti disajikan keMaha Sempurnaan penciptaan manusia.
"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
(QS Al Baqorah ayat 32)
Saya pun mencoba iseng berselancar mencari naskah asli dari pidatonya. Dan whoilaaa!! ketemu, tak lama saya menemukan tulisan dari Ust Zulfi Akmal, yang saat itu mengaku hadir dan mendengarkan secara langsung pidato Almarhum Eyang Habibie.Â
Dalam postingan yang viral "KALAULAH SEMPAT", disebutkan Presiden RI ke 3 itu berkata " Saya diberi kenikmatan oleh Allah ilmu dan teknologi, sehingga saya bisa membuat pesawat. Tapi sekarang saya paham ilmu agama ternyata lebih bermanfaat bagi umat Islam, Kalau saya di suruh memilih keduanya maka saya lebih memilih imu agama"
Sedangkan menurut Ust Zulfi Akmal redaksi Pak Habibie tak demikian tapi begini "Andaikan Allah memberi pilihan kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual, maka saya akan memilih kecerdasan spiritual. Tapi jika Allah berkenan saya boleh memilih keduanya, maka saya akan meminta kedua- duanya. Dan Allhamdulillah Allah mengkaruniakan keduanya kepada saya".
Dari temuan ini tenanglah hati saya, ternyata intepretasi pesan eyang Habibe tidak seperti apa yang menjadi viral. Â Tapi disudut hati yang lain menyayangkan tulisan ini.Â
Secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa umat Islam tidaklah perlu untuk menimba ilmu dunia. Padahal bagi saya pribadi, ilmu dunia ini bisa menjadi jembatan kita mengenal Allah lebih dekat.
Karena dari pengalaman saya, saat saya mempelajari sistem pertahanan tubuh manusia. Disitulah saya memahami bahwa tubuh kita ini sebuah keajaiban. Sebuah rancangan Sang Pencipta yang Maha Sempurna.Â
Allah menciptakan mekanisme pertahanan tubuh kita berlapis-lapis, agar kita tidak mudah terserang penyakit dari luar. Dari situ saya baru memahami betapa Rahman dan Rahimnya Allah kepada hambaNya. Allah tak pernah menghendaki kita sakit.
Dan saat saya mempelajari ilmu genetika, saya pun bisa tersungkur untuk bersyukur, karena saya jadi tahu betapa rumitnya software yang melekat dalam setiap sel yang membangun tubuh kita yang jika satu saja-hanya satu saja-yang bermutasi dari puluhan juta gen, maka akan timbul kelainan yang beragam rupa. Dari cacat tubuh hingga timbulnya kanker.
Belum lagi saat mempelajari bagaimana setiap sel berkomunikasi, hati saya pun berdebar, tak sanggup lagi mengukur Kebesaran Ilahi. Mediator-mediator pengantar pesan dari sel satu ke sel yang lain itu tidak punya mulut dan telinga, tapi kepandaiannya berkomunikasinya lebih dari kecerdasan gadget.Â
Dan jika satu saja dari jutaan macam mediator itu gagal mengintepretasikan pesan, maka muncul pula jutaan keluhan yang membuat tubuh kita sakit.
Dan semua mekanisme itu bergerak dan bekerja secara otomatis, tanpa kita suruh, tanpa kita kendalikan. Hanya sedikit yang bisa kita kendalikan. Lalu siapa yang mengendalikan itu semua? Tentu Allah yang Maha Sempurna.
Dari ilmu-ilmu dunia itulah yang membuat saya merasa tak berdaya dan semakin mengenal Sang pencipta, jadi sangat disayangkan jika kemudian ada dikotomi atas ilmu tersebut, menganggap ilmu yang satu lebih penting dari yang lain.Â
Sedang menurut saya dalam Islam tidak ada perbedaan dalam ilmu, asal ilmu itu bermanfaat  bagi manusia, makhluk hidup dan sekitarnya, serta menjadi sarana mengenal dan mendekatkan diri pada Allah, maka ilmu itu akan sama posisinya disisi Allah.
Jadi benarlah apa yang dikatakan Eyang Habibie, andai diberi kesempatan mendapatkan semuanya, maka ambilah semuanya.
Kurnia Hayati Rahman
Peserta Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ilmu Penyakit Mulut FKG Unair
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H