Tanggal 30 September 2015 dimana pada saat itu adalah saat diumumkannya peserta rekrutmen yang diterima sebagai calon pegawai PT PLN (Persero). Seluruh peserta yang diterima kemudian dikumpulkan untuk melakukan penandatanganan Perjanjian Program Pembelajaran Prajabatan dan Ikatan Kerja. Selain itu, juga untuk pembagian penempatan yang sebelumnya tidak kami ketahui.
Saat itu saya datang bersama dengan teman "sekampung" yang baru saja saya kenal pada saat pelaksanaan rekrutmen. Kami datang sehari sebelum hari yang sudah dijadwalkan. Malam itu, kami memilih untuk tidur disebuah masjid dekat Kantor PT PLN (Persero) APP Sidoarjo yang merupakan lokasi penandatanganan.
Tanggal 13 Oktober 2015 tepat pukul 09:00 WIB kami peserta yang lolos melakukan regristrasi. Setelah melakukan registrasi, kami dikumpulkan di dalam aula kantor. Suasana hening terjadi karena kami belum mengenal satu sama lain. Hanya sedikit mengobrol pelan dengan teman yang sudah dikenal sebelumnya. Tak lama, panitia memasuki aula dan mengabsen kami semua. Setelah absen, panitia memanggil 15 peserta “termasuk saya” untuk keluar ruangan menuju lobby kantor. Entah apa alasannya kami dipisahkan, tidak ada yang tahu.
“kenapa ya? Apa ada yang salah?” Tanyaku dalam hati. Saya tidak berani bertanya dengan yang lain karena tidak ada yang saya kenal. “sedihkan? berasa terasingkan banget gitu!”. mau tidak mau saya berkenalan dengan sebagian teman yang senasib dengan saya. Ditengah perbincangan kami, ada seorang pegawai menghampiri dan mengajak kami ke sebuah ruangan yang letaknya “terisolasi”.
Masuk dalam ruangan tersebut saya melihat sebuah proyektor yang menampilkan gambar bertuliskan PT PLN (Persero) Wilayah KALTIMRA. Tidak ada firasat apapun, saya hanya mengira bahwa itu adalah suatu perkenalan kepada kami terhadap persuhaan yang telah menerangi indonesia hingga pelosok negeri.
Anggap saja kami setuju dengan penempatan tersebut. Tapi, bagaimana perasaan kalian jika kalian menceritakan dimana lokasi penempatan kalian, bukan dukungan yang kalian terima tapi malah ejekan. “Kalimantan?” “Di hutan dong?” “Disana sinyal susah lho!” “Untung bukan aku yang "DIBUANG” kesana” dan masih banyak ejekan lainnya. Bayangin aja dah, gimana perasaan saya waktu itu. Saya baru berusia 18 tahun dan terpaksa harus merantau untuk tugas kami, tetapi malah “di down kan” dengan pernyataan temen-temen yang beruntung dengan penempatannya. “Sakit hati banget! Ingin marah! Ingin ngajakin berantem! Tapi mau marah sama siapa? Sakit hati kesiapa? Ngajak berantem siapa? Trus salah siapa? Yang ada dalam pikiranku saat itu adalah kenapa harus saya? Kayak ngrasa Tuhan nggak adil banget gitu!. Perasaan itu terus menghantui di setiap tahap yang saya jalani.
Setelah penandatanganan kami harus mengikuti program pra jabatan, mulai dari kesamaptaan, pengenalan perusahaan, pembidangan, hingga OJT (On the Job Training). Tahap demi tahap kami jalani hingga tiba saat saya harus berangkat ke pulau seberang. Pertama kali saya menginjakkan kaki di Kalimantan, (tepatnya di Balikpapan) tidak saya duga ternyata bukan hamparan hutan yang saya lihat melainkan kota yang sangat bersih dengan gedung gedung tinggi dan penataan kota yang rapi. Sejak saat itu, perasaan yang terus menghantui saya hilang karena apa yang saya lihat tidak seperti yang saya lihat. Dan sekarang saya telah resmi menjadi pegawai PT PLN (Persero) Area Balikpapan.
JO ADMINISTRASI UMUM
FACEBOOK : KURNIA ISTI AYU DITA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H