Mohon tunggu...
Kurnia Dewi
Kurnia Dewi Mohon Tunggu... Lainnya - IRT

Semua untuk Allah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengoyak Kedaulatan, Kapal Cina Terobos Natuna

11 November 2024   12:37 Diperbarui: 11 November 2024   12:37 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konflik Laut Cina Selatan (LCS), "Sembilan Garis Putus-Putus" yang diklaim oleh Cina kembali memanas dan belum menemukan titik terang. Terakhir di Oktober 2024, Kapal Garda Pantai Cina terlihat memasuki laut Natuna Utara, Indonesia. (DetikNews, 31/10/2024). Menurut mereka, upaya "berkeliaran" di ZEE Indonesia ini sah untuk menjaga agar tidak ada pelanggaran perairan di wilayah (yang diklaim) mereka. Hal ini karena sembilan garis sudah berubah menjadi sepuluh garis putus-putus.

Sebagaimana yang diketahui, bahwa negara-negara di dunia saat ini mengandalkan Mahkamah Internasional PBB untuk menyelesaikan berbagai konflik regional, bilateral, maupun multilateral. Termasuk konflik LCS, sesuai putusan Mahkamah Arbitrase Tetap PBB di Den Haag pada 2016 memutuskan bahwa klaim teritorial Cina di LCS tidak memiliki dasar hukum Internasional. Demikian pun dengan apa yang dilakukan oleh kapal Cina di perairan Indonesia, menurut Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS), batas maritim sebuah negara adalah 22 km dari pantainya, dan kendali atas seluruh aktivitas ekonominya ditentukan hingga sejauh 370 km dari pantainya. Tetapi Cina dengan kesadaran penuh dan tanpa rasa takut memasuki wilayah perairan Indonesia di Natuna Utara. Bahkan Cina menganggap bahwa UNCLOS tidak memiliki yurisdiksi atas perselisihan yang terjadi meskipun Cina adalah salah satu negara yang melakukan penandatanganan UNCLOS. (VOA, 13/07/2016). Aksi Cina ini menunjukkan ketidaktegasan hukum kapitalisme dalam menangani konflik teritorial sehingga menghasilkan putusan yang ambigu, tidak solutif, serta hanya berdasar atas asas manfaat saja.

Ada apa di balik konflik LCS?

Pertama, LCS adalah jalur sutra sehingga memiliki peran kuat sebab dijadikan jalur lalu-lalang perdagangan, wisata dan akomodasi. Jika LCS dikuasai Cina secara total, maka uang dalam jumlah besar sebagai taruhannya. Kedua, LCS menyimpan banyak sumber daya alam seperti perikanan, deposit gas alam serta minyak. Ketiga, kepentingan politik antara AS-Cina kerap memicu ketegangan. Pertumbuhan ekonomi dan demografi Cina disinyalir mampu menandingi AS. Hal ini memungkinkan untuk menjadikan Cina sebagai negara adidaya selanjutnya. Sehingga masing-masing dari mereka berlomba membuat kerjasama segala bidang dan membangun pangkalan militer di negara-negara sekitar LCS untuk memastikan kuku-kuku mereka kuat mencengkeram. Semakin negara tersebut terpengaruh, maka semakin mudah bagi AS maupun Cina untuk mengobrak-abrik kedaulatannya. Baik mengambil SDA, menancapkan ideologi sesat, bahkan mengintervensi konstitusi.

Mengapa kedaulatan Indonesia diremehkan Cina?

Investasi Cina di Indonesia yang menempati urutan ke-dua (setelah Singapura) pada tahun 2023. (CNBC, 24/1/2024). Investasi demi kepentingan pembangunan dan infrastruktur yang disertai kemudahan pinjaman investasi dengan bunga lebih terjangkau. Transfer alih teknologi dari Cina dirasa lebih memudahkan dibandingkan dengan Jepang AS. 

Selanjutnya adalah kekuatan militer Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan Cina. Anggaran Belanja Militer Cina saja menempati angka yang luar biasa. Bahkan di tahun 2024 yang belum genap usai ini anggaran militer mereka mencapai Rp3,65 kuadriliun. (CNN, 6/3/2024). Membuat gap kekuatan militer menjadi semakin lebar.

Melihat kondisi Indonesia saat ini yang banyak bergantung pada bantuan Cina seperti utang LN dan berbagai program kerjasama, kecil kemungkinan Indonesia berani mengambil tindakan tegas terhadap ulah Cina. Ketergantungan Indonesia dan negara-negara di kawasan LCS menggambarkan kenaikan manfaat/leverage dan power Cina. Mengadu pada UNCLOS? Bahkan UNCLOS tidak memiliki kekutan militer. Jikapun ada, tidak akan bisa menangani masalah LCS dengan benar karena akidah pemikiran mereka sendiri saja sesat, yaitu sekulerisme-kapitalisme.

Kemungkinan besar yang bisa dilakukan Indonesia jika masih mengandalkan demokrasi kapitalisme adalah mencari jalan tengah yang tidak membuat Indonesia kehilangan investasi tetapi juga dianggap "menyelamatkan" kedaulatannya, yaitu jalan diplomasi maritim. Ditambah dengan adanya konflik kawasan LCS dimana Indonesia dengan prinsip politik Bebas Aktif yang tidak mungkin memihak blok tertentu negara konflik, maka Indonesia berpeluang menjadi negara inisiator perdamaian melalui jalur diplomasi.

Upaya yang berbeda jika konflik kawasan ini melibatkan sebuah negara Islam. Syariat Islam jika ditegakkan secara kaffah akan mampu mengatur seluruh aspek negara menuju pada level atas.

Selayang pandang kekhilafahan Utsmani sebagai negara maritim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun