Pinjol adalah pinjaman berupa mata uang rupiah yang diberikan oleh pihak pemberi pinjaman (lender) kepada pihak peminjam (borrower) secara online. (Lihat peraturan OJK no. 77/POJK.01/2016)
Banyak dari masyarakat Indonesia tertarik dengan pinjol karena dua faktor. Pertama, pinjaman tanpa agunan. Kedua, prosesnya cepat karena syarat-syarat yang diberikan termasuk pada kategori ringan jika dibandingkan dengan pinjaman melalui bank. Syarat tersebut diantaranya berupa foto diri dan KTP, slip gaji dan NPWP.
Pada tahun 2023 OJK mengungkapkan ada 21 pinjaman online atau fintech peer-to-peer lending (P2P) yang memiliki tingkat kredit macet di atas 5 persen. Artinya peminjamnya gagal bayar utang dalam periode 90 hari. Tunggakan pinjaman online menembus angka Rp 51,46 triliun atau naik sekitar 28,1 persen secara tahunan per Mei 2023.
Menko PMK Muhadjir Effendy juga pernah menyatakan dukungannya tentang wacana student loan melalui pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa guna membayar uang kuliah tunggal (UKT). Saat ini, katanya, setidaknya sudah ada 83 perguruan tinggi yang menggunakan mekanisme pembayaran uang kuliah menggunakan pinjol melalui kerja sama resmi.
Ia bahkan menilai adopsi sistem pinjol melalui perusahaan P2P lending di lingkungan akademik adalah bentuk inovasi teknologi dan merupakan peluang yang bagus, hanya saja sering kali disalahgunakan. Untuk itu, sebagai catatan, pinjol yang ia setujui adalah yang resmi, legal, bisa dipertanggungjawabkan, transparan, serta dipastikan tidak akan merugikan mahasiswa. (9 Juli 2024, Muslimah News)
Bunga yang lebih kecil juga disinyalir menjadi keutamaan pinjol legal. Bunga yang ditetapkan oleh pinjol legal/resmi (berlisensi OJK), maksimal 0,8% per hari, berdasarkan kesepakatan para investor pinjol yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPBI) Suku bunga ini berbeda dengan pinjol ilegal yang tidak berlisensi OK, yang besarnya hingga 4% per hari.
Persoalan pinjol tidak hanya berkaitan mengenai legal atau ilegal. Secara syariat, hukum pinjol adalah haram. Pertama, karena terdapat riba. Tidak peduli apakah pinjol tersebut resmi/tidak resmi riba tetaplah riba. Allah Swt. menerangkan secara jelas dalam QS. al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
Imam ibnu Taimiyah mengatakan: "para ulama telah sepakat bahwa jika pemberi pinjaman (al muqtaridh) mensyaratkan adanya tambahan pada pinjamannya, maka tambahan tersebut hukumnya haram."
Kedua, terdapat bahaya yang bisa saja dialami oleh peminjam, seperti: 1) penagihan pinjol yang disertai intimidasi dan teror; 2) penyalahgunaan data pribadi peminjam untuk menagih utang; 3) bunga yang tinggi (khususnya pinjol ilegal).
Dari sini saja cukup membungkam akan keberadaan pinjol di tengah masyarakat. Tidak seharusnya pinjol berbasis riba ini ada. Tetapi pemikiran masyarakat untuk menghindari riba perlu disebarkan dan dikembangkan. Tidak banyak masyarakat yang paham mengenai bahaya riba terutama pada pinjol, sehingga mereka rela terlibat demi memenuhi kebutuhan ekonomi bahkan gengsi. Nyatanya persoalan pinjol ini amatlah meresahkan. Bahkan tak sedikit orang yang mengakhiri nyawanya sendiri karena tidak sanggup menanggung beban riba pinjol.