Mohon tunggu...
Kurnia Agathan Cahya
Kurnia Agathan Cahya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammdiyah Yogyakarta

Saya Kurnia Agathan Cahya Pratama, Mahasiswa Universitas Muhammdiyah Yogyakarta, Hobi saya bermacam-macam seperti menggambar, olahraga, menulis, dan lain lain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kedaulatan di Laut China Selatan: Tantangan dan Ancaman Terhadap Indonesia

26 Maret 2024   13:49 Diperbarui: 26 Maret 2024   13:51 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ditengah era globalisasi, wilayah laut Cina Selatan menjadi isu hangat yang sering diperbincangkan dan tengah menjadi focus utama perhatian internasional karena kompleksitas geopolitik dan geoekonomi yang melingkupimya. Laut Cina Selatan adalah salah salah satu jalur maritim tersibuk di dunia, Laut Cina Selatan memiliki nilai strategis yang tidak bisa terbantahkan dalam perdagangan dan keamanan regional, dilansir dari CFR Global Conflict Tracker total nilai perdagangan yang melintasi Kawasan Laut China Selatan pada tahun 2016 adalah 3,37 trilliun USD. Tapi di balik potensi ekonomi dan perdamaian yang dimiliki oleh wilayah ini, wilayah ini juga menjadi medan persaingan bagi kepentingan antara negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia dengan Tiongkok yang semakin agresif dalam klaim wilayah.

Hal yang menyebabkan terjadinya konflik antara China dan Indonesia adalah China mengklaim laut natuna sebagai bagian dari Nine dash Line. Nine Dash Line adalah garis yang dibuat secara sepihak oleh China di Laut China Selatan, yang merupakan wilayah historis Laut China Selatan seluas 2 juta Kilometer persegi. (Adhi, 2021). China mengklaim hingga 80% wilayah Laut China Selatan karena beberapa alasan. Laut China Selatan  menjadi daya tarik perikanan bagi negara-negara  disekitarnya yang berkontribusi sekitar 12% dari total produksi ikan di seluruh dunia. China juga tidak meratifikasi atau tidak mengesahkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dibawah konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United Nations convention on the law of the sea (UNCLOS), dan mengklaim wilayah Laut China Selatan dengan Sembilan Garis Putus-Putus. China mengklaim wilayah Laut China Selatan dengan alasan Sejarah, mereka menganggap berdasarkan pada Sejarah cina kuno.

Sejarah China Kuno

            Dilansir dari web kedutaan China yang ditulis oleh HE CONG Peiwu (Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok untuk Kanada) pada tanggal 13 September 2020, ia menuliskan bahwasannya aktivitas Tiongkok di Laut China Selatan sudah ada sejak 2.000 tahun yang lalu. Pada awal abad-2 SM, para pelaut menjelajahi Laut China Selatan dan menemukan Nanhai Zhudao (Kepulauan Laut China Selatan). Ia juga menuliskan bahwasannya hanya Masyarakat Tionghoa yang tinggal dan bekerja di Laut China Selatan tersebut.

Selanjutnya pada tahun 1930-an dan 1940-an, Perancis dan Jepang secara illegal menginvasi dan menduduki secara militer di beberapa pulau di kepulauan Xisha dan Kepulauan Nansha di Tiongkok

Catatan Majapahit

            Menurut Agus Aris Munandar selaku Arkeolog Universitas Indonesia (UI) mengatakan bahwasannya klaim China di Laut China Selatan berdasarkan Sejarah adalah mengada-ada, karena pasalnya berdasarkan kitab kuno, sejak dulu wilayah di perairan Asia Tenggara adalah wilayah yang relatif bebas. Dalam perbincangannya dengan Stevy Maradona dari Republika.co.id di seminar nasional Arkeologi di Fakultas Ilmu Budaya, ia mengatakan "Kapal dari Kerajaan Sriwijaya sudah berlayar di Laut China Selatan di abad ke-7. Dan ini membuktikan bahwa China belum menguasai wilayah laut itu".

            Selanjutnya ia mengatakan, jikapun ada beberapa wilayah yang sudah jelas penguasanya, maka itu adalah Vietnam-Kamboja. Karena dulu ada Kerajaan Champa didaerah tersebut. Kekuasaan Kerajaan ini juga masuk ke perairan di teluk yang berbatasan dengan Laut China Selatan. Setelah Sriwijaya, ada 2 kerajaan yang berlayar di Laut China Selatan dengan bebas, yaitu Singasari dan Majapahit.

Sejarah Kepulauan Natuna

            Pulau Natuna terletak di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, yang dimana daerah ini berada di Tengah Laut China Selatan, dan hal ini yang menyebabkan konflik anatara kedaulatan Indonesia dan Republik Rakyat China (RRC).

            Pada tahun 1957, Natuna awalnya masuk dalam wilayah Kerajaan Petani dan Kerajaan Johor di Malaysia. Tetapi pada abad ke-19, Natuna masuk ke penguasaan Kepulauan Riau dan menjadi wilayah dari Kesultanan Riau. Delegasi dari Riau menyerahkan kedaulatan pada Republik Indonesia setelah Indonesia Merdeka, dan pada tanggal 18 Mei 1956, Pemerintah Indonesia resmi mendaftarkan kepulauan Natuna sebagai wilayah kedaulatan Indonesia ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

            Selain China, juga banyak kontraversi yang dilakukan oleh negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah kedaulatan Indonesia. Yaitu Malaysia, ia menyatakan bahwa kepulauan Natuna secara sah adalah milik dari jiran Malaysia. Tetapi untuk menghindari konflik lebih Panjang, maka Malaysia tidak menggugat status dari Kepulauan Natuna setelah era konfrontasi pada tahun 1962-1966. Setelah itu dilanjut dengan konflik Indonesia-China.

Pentingnya Menjaga Kedaulatan NKRI

            Kepulauan Natuna merupakan bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia yang terletak di Laut China Selatan. Dengan menjaga kedaulatan di kepulauan natuna, maka Indonesia mempertahankan integritas teritorialnya serta hak-hak kedaulatan maritimnya. Kepulauan Natuna memiliki kekayaan alam yang melimpah, termasuk sumber daya perikanan, minyak dan gas, serta potensi tambang lainnya. Tentu saja jika kepulauan natuna bisa sampai berpecah dari kedaulatan NKRI, maka ini akan menjadi suatu isu yang akan sangat amat merugikan bagi Indonesia. Dengan menjaga kedaulatan di kepulauan natuna, Indonesia dapat mengontrol jalur perdangan maritim yang strategis, memfasilitasi perdagangan internasional, dan melindungi kepentingan ekonomi nasional dari ancaman luar.

            UU Nomor 43 Tahun 2008, Tentang Wilayah Negara menyatakan bahwa Indonesia adalah "salah satu unsur Negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dari tanah dibawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya". Dengan demikian Natuna juga merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang telah menjadi bagian dari Sejarah dan identitas bangsa. Dengan menjaga kedaulatan di kepulauan natuna, Indonesia menegaskan kedaulatan nasionalnya dan menghormati jati diri sebagai negara maritim yang besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun