Peran orang tua begitu penting bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak, terutama dari segi pola asuh atau bagaimana cara orang tua tersebut membimbing dan mendampingi anaknya berkembang menuju proses pendewasaan. Mirisnya, masyarakat masa kini masih menerapkan pola asuh yang tidak baik bahkan dapat dikategorikan kacau.
Pola asuh kacau ini dirasakan banyak diterapkan oleh generasi Boomers hingga generasi X dan kebanyakan impaknya dirasakan oleh generasi dibawahnya terutama generasi Milenial & generasi Z.Â
Hal tersebut selaras dengan banyaknya penelitian yang membahas mengenai "intergenerational trauma" atau yang juga disebut dengan trauma antargenerasi. Trauma antargenerasi sendiri adalah trauma yang diwariskan kepada generasi berikutnya dan biasanya dilakukan secara tidak sadar dan sudah menjadi kebiasaan.
Penurunan trauma antar generasi ini terjadi ketika orang tua mengalami trauma dan menanamkan ketidakstabilan emosinya sendiri terhadap anak-anak mereka.Â
Contoh nyatanya terjadi saat orang tua marah besar dan terus-menerus bertindak demikian kepada orang lain, seorang anak akan berpikir bahwa itu adalah hal yang wajar sehingga mereka melakukan hal yang sama. Dapat disimpulkan bahwa anak melihat, merasakan, dan mungkin berpikir hal tersebut adalah hal yang normal padahal hal-hal negatif tersebut tidaklah seharusnya dinormalisasikan.
Di sisi lain, anak akan dengan mudah mengadopsi trauma orang tuanya. Hal ini berlaku bagi banyak generasi, terutama bagi generasi ibu dan ayah kita yaitu generasi Boomers hingga generasi X yang menjadi 'generasi pertama' dari adanya trauma antargenerasi ini.
Mereka hidup, berkembang dan diasuh oleh orang tua yang melewatkan 2 perang dunia dan berbagai krisis mulai dari krisis ekonomi, politik hingga kemanusiaan. Tidak dapat dipungkiri hal tersebut membuat kakek-nenek kita mengalami kecemasan, depresi, dan masalah mental lainnya tanpa mereka sadari dan ketahui sebelumnya dikarenakan minimnya pengetahuan mengenai kesehatan mental pada masa itu.Â
Selanjutnya, kakek-nenek kita tersebut melimpahkannya terhadap anak mereka yaitu generasi ayah-ibu kita yang merupakan bagian dari generasi Boomers hingga generasi X.Â
Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Op den Velde (1998) mengenai orang tua yang mengalami trauma dapat langsung melanjutkan keberadaan trauma tersebut pada anak-anaknya.
Gen Boomers hingga gen X pula kebanyakan asing dengan pola asuh demokratis tercermin dari bagaimana orang tua mereka bertindak. Pola asuh demokratis tersebut memberikan anak kebebasan tetapi orang tua tetap memberikan bimbingan dan arahan namun tetap mengerti batasan. Mereka terbiasa dengan pola asuh otoriter yang membatasi anak dan pemberian hukuman.
Kebanyakan dari gen Boomers dan gen X pula dengan mudah menunjukkan kemarahan kepada anaknya, memaksa aturan secara kaku tanpa menjelaskan alasannya sehingga tidak memberikan kebebasan untuk berfikir dan menerima pendapat dari anak.Â
Jarang dari mereka yang menerima pendapat dari anak dan menjadi orang tua yang membuat anak merasa diterima tanpa mereka sadari. Dengan demikian generasi dibawahnya dapat mengalami trauma tanpa benar-benar terluka secara fisik.
Selanjutnya, keturunan generasi Millennials & generasi Z lah yang menjadi 'generasi kedua' dari trauma tersebut, menanggung bekas luka tanpa luka. Padahal, hal-hal kaku dan mengekang tersebut sudah kurang mempan diberlakukan, terutama kepada Gen Z.Â
Memang zaman sudah berbeda dan tekanan yang membentuk pola pikir pun bergeser. Melihat hal tersebut, anak yang diasuh sedemikian rupa baik akan menjadikan anak yang percaya diri serta terlatih bekerjasama dan mengungkapkan pendapat.Â
Mereka yang terbiasa dilibatkan dalam diskusi keluarga dan menjadi bagian penting dari sebuah keluarga bukan hanya berperan sebagai anak akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat secara mental tidak seperti yang dilakukan oleh generasi sebelumnya.
Maka dari itu penting bagi kita untuk memutus rantai pola asuh yang kurang baik dan bercermin kepada hal positif yang mampu diterapkan pada pola asuh masa kini. Lalu, atasi dan kenalilah trauma diri kita masing-masing, jika kita tidak mengatasinya, secara tidak sengaja kita akan mewariskannya ke generasi berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H