Mohon tunggu...
Kurnia Elma Armavillia
Kurnia Elma Armavillia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurnalistik

Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perlukah Kita Berhenti Menggunakan TikTok?

21 Desember 2022   21:03 Diperbarui: 21 Desember 2022   21:15 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tik Tok merupakan bentuk baru dari media sosial dan membawa revolusi di media sosial. Tik Tok telah menjadi obsesi baru di kalangan muda dan dijadikannya wadah untuk berekspresi. Dengan berbagai kemudahan, akses tidak terbatas serta kecanggihan pada berbagai fiturnya membuat aplikasi ini sangatlah sempurna untuk menjadi tempat di mana muda-mudi mengekspresikan diri mereka.

Namun, baik disadari atau tidak penggunaan aplikasi ini juga memiliki pengaruh negatif, potensi efek negatif dari Tik Tok terlalu besar untuk diabaikan.

Jutaan orang menggunakan aplikasi ini setiap hari, hal tersebut telah menjadi sumber utama dari permasalahan tanpa mereka sadari. Masyarakat berpikir bahwa aplikasi ini dapat diunduh secara gratis padahal data pengguna diambil dari aplikasi dan kemudian diproses untuk mendapat keuntungan yang besar. 

Kebanyakan dari mereka tidak memahami keuntungan finansial yang sudah diperoleh perusahaan dari aplikasi ini sendiri. Melihat hal tersebut sudah sepantasnya anak muda juga perlu memahami pentingnya keamanan siber terutama bagi diri mereka sendiri.

Selain itu, dari sisi konten aplikasi Tik tok ini  menampilkan video konten bergilir yang tidak ada habisnya. Dimulai dengan video cover lagu, hewan lucu, eksperimen, instruksi memasak, dan bayi lucu. 

Penonton juga tidak perlu mencari apa pun, semuanya diatur oleh algoritma dan kecerdasan buatan yang digunakan. Mereka melakukannya sesuai dengan yang pengguna minat dan mau. Dengan begitu tanpa kita sadari, hal tersebut mampu menciptakan pengguna yang pasif dan kecanduan. Akibatnya, mereka kesulitan merencanakan, fokus, atau memikirkan apa pun selain Tik Tok.

Lalu, kita sebagai manusia tidak terbiasa menerima bertubi-tubi informasi dalam waktu singkat setiap harinya pada konten yang disajikan. Terutama pada konten negatif seperti masalah interpersonal seperti kekerasan seksual, trauma, dan kejadian buruk lainnya yang biasanya ditumpahkan di laman utama Tik tok. Konten konten seperti ini sering tergolong viral dan mau tidak mau secara otomatis masuk ke laman utama pengguna (For you page) seiring dengan tuntutan algoritma.

Terlalu banyak informasi, terlalu banyak rangsangan, terlalu banyak perasaan kita rasakan dalam sekali membuka aplikasi dan pada setiap kontennya. Padahal nyatanya otak kita dirancang untuk tidak seharusnya memiliki tingkat interaksi atau menangkap informasi negatif secara bersamaan dan dalam jumlah yang banyak seperti yang kita lakukan di Tiktok.

Perlu diingat pula bahwa dalam mengkonsumsi informasi bahwa pembuat konten haruslah berhati-hati dalam memberikan, mengambil dan menyebarkan informasi. Bentuk informasi terutama informasi negatif yang salah dapat menyebabkan dampak buruk bahkan kerusakan kepada orang lain tanpa kita sadari.

Tik tok juga memiliki kebijakan untuk memposting video yang hanya berdurasi tiga menit atau kurang. Hal Ini membuat konten pada aplikasi harus cepat dan tepat. Jenis konten yang dirancang pun harus menarik perhatian pemirsa dengan cepat mampu memicu pelepasan dopamin dalam jumlah besar. Semakin banyak dopamin yang kita terima, semakin kita mendambakan dan adiksi pun muncul, maka dari itu tiktok dinilai sangatlah adiktif.

Sifat adiktif Tik Tok dikombinasikan pula dengan standar palsu dimana pedoman tidak realistis juga ditampilkan. Contoh nyatanya seperti berbagai konten kecantikan yang menaikan standar cantik yang sama sekali tidak realistis dan beberapa konten drama atau prank yang sudah diatur sedemikian rupa. Namun, mirisnya hal tersebut menjadi acuan yang menurut anak muda sekarang perlu untuk diikuti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun