Pemberitahuan penggusuran oleh PT KAI terhadap Anyer Dalam Kota Bandung yang diumumkan hanya sehari sebelum masih dianggap warga Anyer Dalam tersebut sama sekali tidak adil. Meskipun pihak PT KAI mengungkapkan bahwa hal tersebut adalah penertiban bukanlah penggusuran. Proses penggusuran tanah sendiri dilakukan oleh PT KAI yang menggandeng PT. WIKA untuk membangun Laswi City Heritage. Laswi City Heritage merupakan cikal bakal dari rencana besar pengembangan Laswi City sebagai ikon baru Kota bandung.
Peristiwa mengguncang kemanusiaan ini sangat membekas bagi para warga, pasalnya setelah puluhan tahun lebih mereka bermukim disana, para warga tidak pernah bermasalah terkait kepemilikan tanah, namun kini sebanyak 25 rumah warga dibongkar secara paksa. Ditambah lagi dengan tidak dikabulkannya keinginan mereka untuk mendapat uang ganti rugi sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berlaku di Jl. Anyer Dalam.
Berbeda dengan keinginan warga yang ingin mendapat uang ganti rugi, alih-alih PT KAI hanyalah bantuan biaya bongkar sesuai dengan luasan bangunan yang ada. PT KAI hanya menawarkan ganti rugi sebesar Rp 250 ribu untuk satu meter persegi tanah. Padahal dilaporkan pula tidak sedikit dari warga yang mempunyai sertifikat tanah dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya. Maka dari itu rasa keberatan pun muncul dari warga Anyer Dalam, mereka merasa berhak atas penguasaan tanah karena tanah tersebut telah dipergunakan mereka selama berpuluh-puluh tahun bahkan diwariskan secara turun-temurun. Warga juga merasa kehilangan hak kepemilikannya padahal sudah lama tinggal di wilayah tersebut.
Sampai detik ini warga masih memperjuangkan hak yang menurut mereka pantas untuk didapatkan, sejalan dengan yang diceritakan oleh Eti (59) seorang warga Anyer Dalam. Â Eti menceritakan secara detail mengenai kronologi bagaimana rumah dan warung miliknya diruntuhkan sebanyak dua kali serta keinginannya untuk dialokasikan ke tempat baru atau setidaknya mendapat nominal ganti rugi yang sesuai.
Warga Anyer dalam juga mengharapkan bantuan dari beberapa pihak seperti Pemerintah Kota Bandung dan Dinas Sosial, namun sampai sekarang nihil adanya. Mereka juga menganggap solusi yang dapat ditawarkan dari permasalahan tersebut adalah pembuatan apartemen atau rumah susun untuk korban penggusuran dengan menggunakan aset negara oleh DPRD Kota Bandung.
Di sisi lain, sebenarnya dilaporkan pula bahwa warga sadar tanah tersebut memang milik negara terutama PT. KAI tetapi mereka membutuhkan bukti yang nyata. Apakah PT KAI mempunyai bukti kuat mengenai kepemilikan tanah Anyer Dalam tersebut ? Namun pertanyaan sebenarnya adalah, sudahkah warga mencari informasi yang valid mengenai hal tersebut ?
Tercatat jelas bahwa sesuai dengan sertifikat No 6 tahun 1988 terkait kepemilikan lahan, Lokasi Anyer dalam tersebut tercatat merupakan bagian dari Stasiun Kiara Condong. Selain itu, dalam peraturan tertera jelas tanah Anyer Dalam tersebut merupakan aset milik negara, dikutip dari Peraturan Pemerintah No 8 tahun 1953 tentang penguasaan tanah-tanah negara: tanah negara ialah tanah yang dikuasai penuh oleh negara. Serta Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 1998 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar: "tanah yang sudah dinyatakan sebagai tanah terlantar menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara." (pasal 15 ayat 1).
Lalu hingga Agustus 2022, luas tanah PT KAI yang telah bersertifikat yaitu 144 juta m atau 53% dari total luas tanah KAI yaitu 270 juta m. PT KAI Menganggap bahwa tanah yang warga tempati tersebut merupakan milik mereka dan harus dipertahankan karena berpegang pada grondkaart yang merupakan hasil dari pengukuran dan pemetaan zaman Belanda untuk keperluan aset perusahaan kereta api negara (Staast Spoonwegen disingkat SS) sejak tanggal 18 Agustus 1945 yang otomatis menjadi aset PT, KAI.
Namun, sudahkah bukti tersebut cukup kuat untuk menyatakan bahwa tanah Anyer Dalam merupakan kepemilikan PT KAI ? hanya wara Anyer Dalamlah yang dapat menjawabnya.
Bertolak belakang dengan permasalahan sebelumnya, Ketua RW 4 Anyer Dalam memberikan penjelasan bahwa tanah yang ada disana merupakan tanah yang kepemilikannya atas nama negara, yang menjadi permasalahannya bukan pada kepemilikannya melainkan penggusuran yang dilakukan oleh PT KAI.
Ada 25 rumah yang terdampak pada penggusuran ini 13 diantaranya sudah sepakat dengan penggusuran ini, 12 sisanya tidak setuju dengan kesepakatan yang diberikan oleh PT KAI, mereka meminta uang kompensasi lebih ke PT KAI.
PT KAI awalnya hanya akan menggusur rumah yang sudah sepakat namun kenyataannya rumah yang tidak sepakat ikut tergusur dalam penggusuran hal ini menjadi akar masalahnya karena PT KAI bertindak sewenang-wenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H