c. Pendorong Kolaborasi
d. Mewujudkan kepemimpinan murid
e. Penggerak Komunitas praktisi
Dengan nilai dan peran guru penggerak ini diharapkan dapat mewujudkan visi sekolah impian dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis " finish", maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan.
Di sekolah, pendekatan IA dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah, mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. Nantinya, kelemahan, kekurangan, dan ketiadaan menjadi tidak relevan lagi. Berpijak dari hal positif yang telah ada, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah impian dan visi setiap warga sekolah. Â Hal ini telah dipaparkan dalam Modul 1.3 tentang Visi Guru Penggerak.
Selanjutnya Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali adalah penerapan disiplin di sekolah. Â Dalam mewujudkan budaya positif disekolah sebaiknya diawali dengan penetapan keyakinan kelas. Â Dengaan keyakinan kelas ini dapat menumbuhkan motivasi intrinsik bagi anak untuk melakukan keyakinannya tersebut. Â Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh murid itu memiliki alasan tersendiri bisa saja karena 5 Kebutuhan dasarnya belum terpenuhi dengan baik ( Bertahan Hidup, Kasih sayang, Kebebasan, Kesenangan, Penguasaan).Dalam mengontrol hal ini guru sebaiknya menempatkan diri diposisi Manager dan setidaknya Pemantau, 3 posisi lainnya adala Penghukum, Pembuat merasa bersalah dan teman. Â Untuk menyelesaikan setiap permasalahan murid sebaiknya menyelesaikannya dengan Segitiga Restitusi ( Menstabilkan Identitas, Validasi tindakan yang salah dan Menanyakan Keyakinan). Hal ini sudah dipaparkan dalam modul 1.4
Hal terakhir di dalam Modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi menjadikan pembelajaran lebih tersusun dan terstruktur berdasarkan pemetaan latar belakang kemampuan dan pendidikan para peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah:
1. Kesiapan belajar (readiness) murid
2. Minat murid
3. Profil belajar murid
Dalam pelaksanaannya ini menerapkan strategi Diferensiasi Konten, Proses dan Produk. Penilaian yang dilakukan adalah penilaian berkesinambungan. Â Untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi ini diawali dengan;