Mohon tunggu...
Kurnia ApriyaniGulo
Kurnia ApriyaniGulo Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca, Menulis, Menonton, Travelling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 1.4.a.8

27 Oktober 2022   14:48 Diperbarui: 27 Oktober 2022   15:03 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

FILOSOFI KI HADJAR DEWANTARA

Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan.  Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), "pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya"

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.

Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk perikehidupan bersama ialah memerdekakan manusia sebagai bagian dari persatuan (rakyat). Manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri. Pendidikan menciptakan ruang bagi murid untuk bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin) dan menjadi mandiri (merdeka lahir). Kekuatan diri (kodrat) yang dimiliki, menuntun murid menjadi cakap mengatur hidupnya dengan tanpa terperintah oleh orang lain.

Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani.  Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta 'tangan dingin' pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.

Dalam proses "menuntun", anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang 'pamong' dapat memberikan 'tuntunan' agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lain. Oleh sebab itu, tuntutan seorang guru mampu mengelola dirinya untuk hidup bersama dengan orang lain (menjadi manusia dan anggota masyarakat)

Sehingga semboyan dari KHD itu adalah TRILOGI PENDIDIKAN "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani".

NILAI DAN PERAN GURU PENGGERAK

Sehubungan dengan hal tersebut guru sebagai pamong hendaknya memiliki nilai-nilai dan peran sebagai guru penggerak. Yang nantinya dengan nilai ini dapat membentuk murid yang berprofil pancasila.  Ada 6 Profil Pelajar Pancasila yaitu : 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif.

Nilai yang dimaksud adalah :

1. Berpusat pada murid

2. Mandiri

3. Reflektif

4. Kolaboratif

5. Inovatif.

Sedang peran yang dimaksud adalah :

1. Menjadi Pemimpin Pembelajaran

2. Menjadi Coach bagi guru lain

3. Mendorong kolaborasi

4. Mewujudkan kepemimpinan murid

5. Menggerakan komunitas praktisi

VISI GURU PENGGERAK

Untuk mewujudkan semua itu seorang guru penggerak harus menjadi insan yang VISIONER. Dengan Visi yang kuat dan menyentuh hati akan memberikan semangat dan motivasi intrinsik bagi kita dan setiap orang yang membacanya menjadi sangat bersemangat dalam mencapai Tujuan/Visi tersebut.   Untuk dapat mewujudkan visi sekolah Visi pribadi dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis " finish", maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Tahapan dalam IA dalam Bahasa Indonesia disebut dengan BAGJA 

1. Buat Pertanyaan, 

2. Ambil Pelajaran, 

3. Gali Mimpi, 

4. Jabarkan Rencana, 

5. Atur Eksekusi ). 

Inkuiri Apresiatif menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.  Jadi pada dasarnya untuk mewujudkan Perubahan yang positif dalam dunia Pendidikan yang seturut dengan Filosofi Bapak Ki Hajar Dewantara dibutuhkan Peran dan Nilai sebagai guru penggerak yang mampu menggerakan komunitas praktisi untuk mewujudkan Visi yang menggugah semangat.  Untuk dapat mewujudkan visi  dan melakukan proses perubahan tersebut  maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan.  Pendekatan yang dimaksud adalah Inkuiri Apresiatif.  Tahapan IA dalam Bahasa Indonesia disebut dengan BAGJA (Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi ).

BUDAYA POSITIF

Untuk mewujudkan Visi yang telah ditetapkan sangat perlu dikembangkan budaya positif disekolah.  Dengan budaya positif akan menciptakan rasa aman, nyaman, santai, tidak tertekan dalam kegiatan pembelajaran sehingga hal ini akan mendorong peserta didik semakin kreatif, inovatif, bertanggung jawab serta mandiri. Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.  Bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau  perilaku kita. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita  perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana kita melihat dunia,  bagaimana kita berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma.

PERTANYAAN PEMANTIK

1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

1. Disiplin Positif

Arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, 'disciplina', yang artinya 'belajar'. Kata 'discipline' juga berasal dari akar kata yang sama dengan 'disciple' atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.  Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. Salah satu nilai kebajikan yang diharapkan adalah PROFIL PELAJAR PANCASILA.  Nilai kebajikan dalam profil Pelajar Pancasila ada 6 yaitu :

1. Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.

2. Mandiri

3. Bernalar Kritis

4. Berkebinekaan Global

5. Bergotong royong

6. Kreatif

2. TEORI KONTROL

Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau  murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya  guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid  sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru  menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol  menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap  perilaku yang tidak disukai.

3. TEORI MOTIVASI, HUKUMAN DAN PENGHARGAAN

Ada 3 Motivasi perilaku manusia

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, ini merupakan tingkatan terendah dari motivasi perilaku manusia.

2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri berdasarkan nilai yang mereka percaya,

Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

4. POSISI KONTROL GURU

Ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah

1. Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi.

2. Pembuat merasa bersalah.  Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri.

3. Teman. uru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang.

4. Pemantau. Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau.

5. Manager. Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan.

5. Kebutuhan Dasar Manusia

Semua orang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Bila mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif, mereka bisa melanggar peraturan atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebajikan.

Lima Kebutuhan dasar yang dimaksud adalah

1. Kebutuhan bertahan hidup (Survival)

2. Kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging),

3. Kebebasan (freedom),

4. Kesenangan (fun),

5. Penguasaan (power).

6. KEYAKINAN KELAS

Keyakinan kelas berhubungan erat dengan nilai-nilai Kebajikan. Dengan ditetapkannya keyakinan kelas maka akan memotivasi siswa secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.

7. SEGITIGA RESTITUSI

Merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kemabli kepada kelompoknya dengan Karakter yang lebih Kuat.

Tahapan dalam segitiga restitusi ini adalah

1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)

2. Validasi Tindakan yang Salah

3. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)

2. ADAKAH YANG MENARIK BAGI ANDA DAN DILUAR DUGAAN

Topik ini sangat menarik bagi saya, karena sangat aplikatif dan sering ditemui dalam proses belajar mengajar.  Saya merasa malu dan tertunduk karena menyadari yang saya lakukan selama ini sangat jauh dari sempurna dalam menumbuhkan budaya positif di tempat saya bekerja.  Terbukti dari 5 posisi kontrol guru saya sering melakukan atau bertindak sebagai PENGHUKUM, PEMBUAT MERASA BERSALAH dan TEMAN.  Sedangkan pada dasarnya yang terbaik adalah MANAGER atau setidaknya sebagai Pemantau.

3. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Ada beberapa perubahan dalam cara berpikir saya diantaranya adalah:

1. Dalam menumbuhkan budaya positif di kelas atau sekolah harus melibatkan siswa dalam merencanakan hingga melaksanakan budaya positif tersebut, sehingga tercipta kelas atau sekolah yang nyaman, aman berdasarkan keyakinan kelas atau sekolah yang diyakini bersama.

2. Pada dasarnya kita kita tidak dapat merubah karakter orang lain, tetapi kita bisa merubah diri sendiri sehingga menjadi teladan bagi orang-orang yang ada disekitar kita

3. Posisi kontrol saya selama ini sebagai penghukum, pembuat merasa bersalah dan teman, setelah memahami modul ini menjadi Manager dan setidaknya sebagai pemantau

4. Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?  Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Pengalaman yang saya alami dalam penerapan konsep modul budaya postif ini yaitu pada saat saya mempunyai keinginan untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran yang telah dilakukan oleh peserta didik yaitu saya meletakkan posisi saya sebagai manajer dengan konsep penyelesaian SEGITIGA RESTITUSI terkadang sikap saya berbenturan dengan budaya sekolah yang terbiasa menghukum siswa sebagai langkah ampuh selama ini untuk  membentuk disiplin peserta didik.  Dengan melihat keadaan ini saya merasa perlu menosialisasikan hal ini kepada teman sejawat tetapi sebelumnya membutuhkan kolaborasi dengan Kepala Sekolah tentang Posisi Kontrol Guru dan bentuk penyelesaia masalah dengan segitiga restitusi.  Saya merasa perlu segera membuat strategi pelaksanaannya dan mengeksekusinya.

5. Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Awalnya saya merasa  pesimis, tapi setelah berkoordinasi dengan Kepala Sekolah saya merasa bersemangat untuk segera mengaplikasikan posisi kontrol guru dalam menumbuhkan budaya positif di sekolah dan dalam menyelesaikan setiap kasus yang terjadi diselesaikan secara restitusi untuk mempertegas keyakinan mereka agar menjadi motivasi yang tumbuh dari dalam diri mereka.

6. Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Hal yang menurut saya sudah baik adalah sikap guru dan tenaga kependidikan di SMAN 1 Gunungsitoli terbuka dalam menerima perubahan positif yang ada sehingga mudah dalam memperbaiki paradigma.  Tetapi tentunya banyak hal yang masih harus diperbaiki karena untuk penumbuhan budaya positif disekolah adalah tanggung jawab setiap orang dalam komunitas sekolah baik Kepala Sekolah, guru, tenaga kependidikan dan juga siswa bahkan orang tua siswa juga.  Hal yang dimaksud adalah dimulai dari hal sederhana tetapi merupakan hal penting yaitu penetapan keyakinan kelas yang kemudian menjadi keyakinan sekolah yang relevan dengan visi sekolah.

7. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini,  posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya

Sebelumnya saya menggunakan posisi kontrol sebagai penghukum, pembuat merasa bersalah dan teman dalam menyelesaikan permasalahan. Pada saat itu perasaan saya adalah saya sudah benar dengan tindakan saya berikan kepada peserta didik walupun hasil yang saya harapkan kadang berhasil ataupun gagal dan  kadang terulang kembali.

Tetapi setelah saya mempelajari modul ini saya mencoba menggunakan posisi kontrol sebagai manajer dengan menerapkan segitiga restitusi, saya menjadi lebih bangga dengan tanggapan dan hasil yang dirasakan peserta didik kita. Karena setelah saya menerapkan segitiga restitusi peserta didik lebih menunjukan rasa tanggung jawab yang tinggi dan dapat memperbaiki kesalahan sendiri dengan baik

8. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga?

Sebelumnya sudah saya saya lakukan tetapi pada waktu itu saya belum menyadari hal yang saya lakukan itu Restitusi dalam pelaksanaannya restitusinya tidak secara utuh (bertahap) kadang hanya menyetabilkan dan kemudian menghukum.

9. Restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Tahapan yang dulu saya lakukan adalah Menstabilkan identitas dan validasi tindakan yang salah saya belum sampai menanyakan tahap keyakinan karena sebelumnya tidak tahu bahwa tahap keyakinanlah hal yang sangat penting, malah yang saya lakukan memberikan hukuman atas dasar kesalahan yang dibuat oleh peserta didik

Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Hal yang menurut saya sangat penting untuk memujudkan budaya positif yaitu adanya KOLABORASI ATAU KERJASAMA yang baik semua warga sekolah maupun stakehoder yang ada di kelas maupun sekolah serta SARANA PRASARNA sekolah yang mendukung.  Kerja sama seluruh warga sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai kebajikan diperlukan agar dapat membangun budaya positif sekolah secara terus menerus (jangan berhenti di tengah jalan).  SARANA PRASARANA sekolah dapat sangat menunjang untuk mewujudkan sekolah yang nyaman, aman, dan mendukung proses pembelajaran yang menyenangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun