Mohon tunggu...
Kurnia ApriyaniGulo
Kurnia ApriyaniGulo Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca, Menulis, Menonton, Travelling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1.a.8

13 September 2022   16:20 Diperbarui: 13 September 2022   16:26 4147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Shalom, Salam Sejahtera bagi kita semua,

Om Swastyastu,

Namo Buddhaya,

Salam Kebajikan,

Rahayu

 

Perkenalkan saya "Kurnia Apriyani Gulo, S.Pd" Calon Guru Penggerak dari SMA Negeri 1 Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, Provinsi Sumatra Utara.  Pada kesempatan ini saya akan membuat sebuah artikel yang bertujuan untuk melengkapi tugas modul 1.1.a.8 Koneksi Antar Materi -- Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1. Perlu diketahui Modul 1.1 ini membahas tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional -- Ki Hajar Dewantara.

Ada beberapa hal yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1.  Hal tersebut antara lain bahwa Siswa ibaratnya " kertas kosong" Hal ini pun sering dikonsumsi dalam Pendidikan Usia Dini, yang menerapkan Teori tabularasa dalam proses Mendidik dan mengajar anak. Teori yang berkembang di Barat yang memandang bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan yang kosong bagaikan kertas putih. Mengingat hal tersebut maka dalam proses pembelajaran pun guru mendominasi pembelajaran, anak lebih banyak dilihat sebagai objek yang harus diisi dengan berbagai pengalaman yang bisa membentuk karakter, pola pikir dan membangun pengetahuan mereka.  Fokus pembelajaran lebih berorientasikan pada hasil dan sering menomorduakan proses yang dilalui oleh anak.  Karena proses bukan prioritas utama maka terkadang kurang memperhatikan kemampuan anak dalam menyerap informasi yang disampaikan sehingga menyamaratakan proses pembelajaran dimaksud.

Saya bersyukur karena diberi kesempatan mengikuti Pendidikan Guru Penggerak ini, Karena setelah mempelajari Modul 1.1 melalui tahapan Memulai dari diri sendiri, Eksplorasi Konsep, Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, dan Elaborasi Pemahaman Modul 1 Saya lebih memahami bahwa :

1. Pendidikan sebagai tuntunan

Kita Harus memahami bahwa pendidikan merupakan sebuah proses "menuntun" Seorang guru harus bisa menjadi sosok yang dapat  "digugu dan ditiru". Maksud dari digugu dan ditiru adalah bahwa seorang guru harus bisa memenuhi 2 kata tersebut, yakni pertama digugu yang artinya bahwa perkataannya harus bisa dijadikan panutan dan dapat dipertanggungjawabkan dan kedua ditiru berarti diikuti dan diteladani dalam berbagai aspek kehidupan.  Dengan demikian gurulah yang menjadi model yang hidup yang dijadikan pedoman oleh anak.  Andaikata anak tidak baik dasarnya, tentu anak tersebut perlu mendapatkan tuntunan agar semakin baik budi pekertinya. Karena jika anak yang dasar jiwanya tidak baik tidak mendapat tuntunan pendidikan, tentu anak tersebut akan mudah menjadi orang jahat. Sedangkan anak yang sudah baik dasarnya juga tetap memerlukan tuntunan agar ia bisa mendapatkan kecerdasan yang lebih baik dan wawasan yang lebih luas.  Jadi pada dasarnya tujuan menuntun ini adalah agar anak dapat mencapai keselamatan dan  kebahagiaan yang setinggi tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

2. Adanya Kodrat alam dan kodrat zaman

Dasar Pendidikan anak berhubungan dengan Kodrat alam dan kodrat zaman. Dimana kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. "Dalam melakukan kegiatan yang terpadu, selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai kehidupan pribadinya, jangan sampai terlepas dari segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti itu, selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang layak dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan" (Ki Hadjar Dewantara, 2009) , hal.21)

KHD juga mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Jika melihat dari kodrat zaman, pendidikan saat ini pada kemampuan anak untuk memiliki keterampilan abad ke-21 dalam memaknai kodrat alam maka konteks lokal sosial budaya murid di Indonesia Barat tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan murid di Indonesia Tengah atau Indonesia Timur.

3. Guru diibaratkan seperti seorang petani

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih budaya dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai. KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun.  Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka biji jagung adalah bibit jagung yang kurang berkualitas dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta 'tangan dingin' pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.kemanusiaan yang dapat atau tidak.

4.Prinsip bukan Tabularasa tetapi Convergentie-Theorie

Teori ini mengajarkan, bahwa anak yang dilahirkan itu diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi semua tulisan-tulisan itu suram. Lebih lanjut menurut aliran ini, pendidikan itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan yang berisi baik, agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan, agar jangan sampai menjadi tebal, bahkan makin suram. 

5.Budi Pekerti

Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor).  Lebih lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga merupakan ekosistem kecil untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan institusi pendidikan lainnya.  Budi Pekerti merupakan keselarasan (keseimbangan) hidup antara cipta, rasa, karsa dan karya. Keselarasan hidup anak melalui kesadaran akan diri baik tentang kekuatan dirinya sendiri kemudian mengelola diri bahwa ia mampu memiliki kesadaran sosial tidak hidup sendiri dalam relasi sosialnya sehingga membuat sebuah keputusan yang bertanggung jawab dalam kemerdekaan dan kemerdekaan orang lain. Budi Pekerti melatih anak untuk memiliki kesadaran diri yang utuh untuk menjadi dirinya dan kemerdekaan orang lain.

6. Berhamba pada anak

Pendidikan yang menghamba pada anak menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menghadirkan model dan metode belajar yang menggali motivasi untuk membangun habit/tingkah laku anak menjadi pembelajar sejati, selalu ingin tahu terhadap informasi dan pengetahuan, suka dan senang membaca.

Setelah memahami Hal tersebut diatas, pandangan saya tentang pendidikan pun berubah, dimana Untuk dapat mengantarkan peserta didik mencapai kesuksesan kita sebagi guru harus menjadi Seorang guru yang dapat menuntun (pamong) mengarahkan dan yang terpenting adalah menjadi model yang hidup untuk bisa menginspirasi peserta didik, baik dalam pendidikan formal maupun sosial dan budaya.  Dalam menuntun saya akan menggunakan trilogi pendidikan oleh KHD yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan memberi teladan), Ing Ngarso Mangun Karso (di tengah membangun keinginan/motivasi/semangat) dan Tut Wuri Handayani (di belakang mendorong).

Ada beberapa hal yang akan saya terapkan agar kelas saya mencerminkan pemikiran Bapak Ki Hajar Dewantara diantaranya adalah :

1. Melakukan identifikasi terhadap kemampuan untuk memperoleh pemahaman tentang; tuntutan, bakat, minat, kebutuhan dan kepentingan peserta didik.

2. Menerapkan sistem among dalam kegiatan pembelajaran

3. Pembelajaran berpusat pada anak dengan selalu memperhatikan kodrat keadaan anak (alam dan zaman)

4. Menjadi teladan, memotivasi dan memberi semangat pada anak

5. Mendesain pemebelajaran yang menyenangkan dengan sekali sekali melakukan ice breaking.

6. Dalam pembelajaran selalu menekankan nilai nilai budi pekerti yang luhur sehingga dapat menebalkan laku anak/peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun