Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Prahara Kucing di Rumah Kami

25 Mei 2023   18:46 Diperbarui: 25 Mei 2023   18:56 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/id/vectors/kucing-hewan-peliharaan-hewan-bunga-7122943/

"Dia anak Bibi Suti. Belum lama ini dilahirkan. Bibi sudah punya sembilan anak. Artinya anak ini yang kesepuluh sementara keadaan ekonomi keluarganya semakin tidak menentu. Suami Bibi sudah lama kerja serabutan setelah dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja," katanya penuh semangat. "Ibu sepakat-sepakat saja jika anak Bibi selanjutnya kita yang rawat. Barangkali berkat merawat anak itu, semoga saya bisa melahirkan anak. Tapi semua tergantung kamu, Mas. Segala keputusan rumah tangga, sejak awal saya serahkan kepada kamu sebagai suami."

Saya butuh waktu untuk berpikir. Dia yang datang membawa kucing adalah masa di mana saya belum memberikan putusan. Saya bisa saja berdamai seandainya yang ada digendongannya itu adalah anak Bibi Suti adik dari ibunya.

Saya sempat menyinggung rencana awalnya ingin mengasuh anak bibinya. Dengan enteng dia bilang, "Untuk apa kita memikirkan kesusahan orang lain, sementara kesusahan kita sendiri tak pernah mereka pikirkan."

"Kamu pikir hidup kita begini dalam kesusahan? Hei, saya punya pekerjaan yang baik, penghasilan saya sebulan bisa memberi makan tiga anak angkat sekalipun."

"Ketika Tuhan menakdirkan anak itu lahir dari rahim Bibi, artinya Tuhan menganggap Bibi dan Paman bisa merawat anak itu sampai besar."

Sebenarnya saya tidak bermaksud ribut dengannya sore itu. Kalau dipikir-pikir, untuk apa menganggap masalah dia yang memelihara kucing. Hanya saja saya betul-betul belum siap dengan kespontanan yang dia tunjukkan. Aneh bagi saya dia jadi pecinta kucing.

 "Mengapa kamu jadi berubah? Mengapa tak saya temukan gelagat dari dirimu kamu alergi terhadap kucing? Kamu tampak baik-baik saja bersentuhan dengan kucing."

Dia berjalan di depan saya berhenti dan membalik badan. Matanya tajam sekali kepada mata saya. Saya belum pernah mendapatinya memandang saya seperti itu.

"Saya bukan istri yang suka bohong," katanya keras, "memang apa salahnya sih kalau saya memilihara kucing sebagai pemancing agar kita benar-benar punya anak. Kamu mau kita hidup sepi begini selalu, hah? Kok kesannya kamu tidak suka. Padahal selalu kamu bilang akan menerima segala kesukaan-kesukaan dalam hidup saya. Nyata sekarang kau menghalang-halangi usaha saya memelihara kucing..."

Dia yang saya kenal sebelumnya tidak pernah bicara sekeras itu kepada saya. Dia istri yang santun kepada suami. Saya rasakan sendiri bulir-bulir liur terciprat dari mulutnya menampar wajah saya ketika terus menggerutu tidak jelas. Kucing dalam gendongannya tampak tak nyaman, dia gelisah dan puncaknya melompat ke lantai.

Saya memerhatikan gerak kucing itu di lantai menaiki meja tamu, kucing yang sangat kurang ajar. Vas bunga kesayangan saya hadiah dari ibu saya ketika kami menikah disenggol, sempat menggelinding di atas meja kemudian jatuh ke lantai. Pecah berkeping-keping. Saya tak bisa menyelamatkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun