Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sudahlah, Barca! Kibarkan Saja Bendera Putih

13 Oktober 2022   11:34 Diperbarui: 13 Oktober 2022   11:38 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Drama enam gol tersaji di Spotify Camp Nou, dalam matchday ke-4 grup C, yang mempertemukan Barcelona VS Inter Milan. Berakhir dengan skor sama kuat, 3-3. Kedua tim berhak memperoleh masing-masing 1 poin. 

Sekalipun hasil ini tampak bukan target yang ingin dipenuhi Lewandowski CS. tapi kenyataan inilah yang terjadi. Suka tidak suka mesti diterima. Hasil yang tentu amat sangat mengecewakan bagi segenap cules sepenjuru dunia. Hasil yang tak mengubah keadaan di papan klasemen grup C.

Di waktu yang sama Bayern Munchen sukses menghempaskan perlawan Viktoria Plzen dengan skor 4-2. Kemenakan ini mutlak meloloskan Bayern Munchen ke fase gugur, setelah menyapu bersih empat laga dengan kemenangan. Walau tersisa dua pertandingan yang harus dilakoni, apapun hasilnya nanti bukan lagi menjadi penentu, kecuali untuk mengamankan posisi juara grup, satu kemenangan lagi dibutuhkan oleh Bayern Munchen.

Sementara Inter Milan tetap berada di posisi kedua, dengan 7 poin. Selanjutnya di posisi ketiga (Zona Europa League) diisi oleh Barcelona yang hanya mampu mengumpulkan 4 poin dari 4 pertandingan yang telah dijalani. Selisih 3 poin antara Inter Milan dan Barcelona itu adalah jurang yang cukup dalam bagi Barcelona untuk bisa lolos ke fase gugur.

Barcelona mungkin bisa mudah meraih kemenangan di pentas La Liga. sampai jornada ke-8, masih bertengger di puncak klasemen, tanpa pernah mengalami kekalahan, hanya sekali bermain imbang, selebihnya selalu menang. Barcelona yang tampak perkasa di La Liga, tapi begitu melempem di Pentas Eropa.

Ini bisa dikatakan anomali bagi tim besar seperti Barcelona, yang digadang-gadang punya kekuatan untuk bisa bersaing di UCL. Sampai-sampai eks Real Madrid dan Tottenham, yakni Van der Vaart, sempat berseloroh bahwa dengan kedalaman skuad yang dimiliki Barcelona dan punya pelatih seperti Xavi, Barcelona difavoritkan untuk menjadi juara UCL. Dan ini diamini oleh fans Barcelona. 

Setelah menyaksikan empat laga awal Barcelona yang kenyataannya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, apakah Van der Vaart dan cules akan tetap yakin juara UCL?

Kurang perkasanya Barcelona di Pentas Eropa sampai sejauh ini, yang hanya mampu mengalahkan tim gurem, Viktoria Plzen. Itu tidak terjadi begitu saja. Ada dua faktor yang memengaruhi, terutama dalam laga back to back melawan Inter Milan, sekali kalah dan sekali imbang. Artinya Barcelona hanya mampu merebut satu poin dalam head to head dengan Inter Milan musim ini, di sisi lain Inter Milan mengunci empat poin.


Taktik Xavi Kehilangan Magis

Laga pertama menghadapi Inter Milan, masalah utama Barcelona sehingga keok 1-0, itu melempemnya lini serang. Akibat tidak didukung dengan gelandang mumpuni. 

Kreativitas Barcelona itu terlalu bertumpu di sektor sayap, kiri atau kanan. Dan di laga pertama skema serangan melalui kekuatan sayap ini bisa dimentahkan oleh formasi 3 bek Inter yang shape bertahannya itu sampai 5 pemain yang sejajar. Barcelona nyata dalam kesulitan, sehingga Lewandowski majal di laga itu.

Pertandingan di  Spotify Camp Nou dini hari tadi, pendekatan yang dilakukan Barcelona tidak jauh beda. Barcelona memegang kendali permainan, sejak menit awal proaktif, sedangkan Inter Milan rekatif, bermain menunggu, membiarkan Barcelona menguasai bola. Yang membedakan laga ini, Barcelona bisa membobol gawang Inter Milan sampai tiga kali, walaupun juga harus kebobolan tiga gol.

Bagaimana Barcelona bisa mencuri gol dari Inter Milan, itu tidak bisa dilepaskan dari pemeran pemain sayapnya. Gol pertama yang dicetak Dembele, diinisiasi dengan pergerakan Rafinha sebelum memberikan umpan ke Roberto yang diteruskan ke Dembele. 

Gol kedua tercipta kurang lebih sama, kali ini Ansu Fati dari sisi kanan pertahanan Inter Milan menjadi penyuplai ke dalam kotak pinalti. Heading Lewandowski sebenarnya sempat disapu oleh Milan Skrniar namun tak sempurna. Bola kembali jatuh ke kaki Lewandowski, sekali sambaran sempat mengalami deflect, membuat kiper Inter terkecoh.

Gol ketiga sedikit berbeda, tapi bukan gol yang tercipta dari skema lini tengah yang mengeliminasi pertahan lawan. Ini murni keakuratan umpan silang Garcia yang berada di halfspace kanan, menemukan Lewandowski yang tak terkawal sehingga headingnya bisa menjadi gol penyama kedudukan.

Bisa dikatakan taktik menyerang Xavi selama menakhodai Barcelona itu terlalu monoton. Seperti tidak tahu lagi harus menyerang seperti apa selain mengandalkan pergerakan di area flank lawan, terutama saat menghadapi lawan yang bermain bertahan. 

Pun untuk mencuri gol dari lawan melalui melalui skema set piece, begitu sukar dilakukan Barcelona. Seakan Xavi tak punya rencana mencetak gol lewat bola-bola mati.

Perbendaharaan taktik serangan Barcelona kurang memadai untuk bisa berbicara banyak di laga-laga akbar. Buntu di satu titik sayap, serangan bergeser ke titik sayap lain. 

Kedua-duanya buntu, di situ Barcelona akan kesulitan mencuri gol. Terbukti saat kalah lawan Bayern Munchen dan Inter Milan (pertandingan pertama), Barcelona tak berhasil memperoleh gol.

Pun untuk mencuri gol dari lawan melalui melalui skema set piece, begitu sukar dilakukan Barcelona. Seakan Xavi tak punya rencana mencetak gol lewat bola-bola mati.

Barcelona di bawah asuhan Xavi, kita tidak melihat Barcelona yang punya ragam taktik menyerang sebagaimana ketika Xavi masih menjadi pemain. Gol tercipta dari pergerakan area center itu mudah diperoleh. Tapi itu juga tidak terlepas dari komposisi pemain di lini tengah waktu itu terbilang mewah. Adapun sekarang, sektor gelandang yang selalu dipercaya Xavi untuk menjadi starter, terlalu minim kreativitas.

Ini yang perlu disoroti juga, pemilihan pemain yang diturunkan sebagai starter terlalu Spanyol sentris. Terutama di lini tengah, dua kali menghadapi Inter Milan, Xavi terlalu percaya dengan gelandang trio Spanyol, Pedri, Busquet dan Gavi. Dari aspek fisikal mereka sudah kalah dengan gelandang yang dimiliki Inter Milan.

Padahal di posisi tengah, Barcelona masih punya De Jong, yang lebih berpengalaman di Pentas Eropa. Dan juga ada Franck Kessie, musim lalu menjadi tulang punggung skuad AC Milan, tentu tahu betul kekuatan Inter Milan. Tapi dua pemain ini hanya dijadikan pelapis. Xavi terlalu jatuh cinta dengan gelandang Spanyolnya. Perjudian itu pun harus dibayar mahal dengan kekalahan dan hasil imbang melawan Inter Milan.

Badai Cedera Menjadi Batu Sandungan Barca

Hasil buruk dialami Barcelona atas Inter Milan, juga ditentukan faktor eksternal lainnya; cederanya beberapa pemain penting. Terutama yang berposisi sebagai pertahanan. Jeda Internasional kemarin, membuat Ronald Araujo dan Jules Kounde menderita cedera. Semakin diperparah lagi dengan cederanya Cristensen. Stok pertahanan tampak kian menipis. Alhasil Barcelona tidak punya pilihan banyak selain menurunkan bek uzur macam Pique berduet dengan Eric Garcia.

Ini menjadi kelemahan Barcelona di laga melawan Inter Milan. Inter Milan yang hanya bermain pragmatis, praktis hanya mengandalkan serangan balik, cukup merepotkan lini pertahanan Barcelona. Beberapa kali Ter Stegen harus berjibaku menghalau bola yang mengarah ke gawangnya. Inter Milan tahu betul memanfaatkan keroposnya pertahanan Barcelona.

Gol pertama, Pique hanya bisa plonga-plongo tak mampu meredam pergerakan Barella dengan jebakan offside. Pun di gol kedua, Garcia kalah duel dengan Martinez. Gol ketiga Inter Milan yang dilesatkan Gosens semakin menegaskan satu sisi kelemahan Barcelona, lawan begitu mudah mengkreasikan gol dengan skema serangan balik cepat.

Hasil imbang ini, bukannya membuat Barcelona semakin dekat lolos ke fase gugur, malah tampak kian jauh dan terjal. Barcelona hanya menyisakan dua laga sisa. Praktis hanya Bayern Munchen lawan yang sulit. Andai Barcelona bisa mengunci dua kemenangan atas Bayern Munchen dan Viktoria Plzen, ini masih belum cukup membuat Barcelona otomatis lolos. Mesti melihat juga hasil yang diraih Inter Milan di laga sisanya.

Bila Inter Milan meraih satu kemenangan dari dua laga itu. Katakanlah kalah lawan Bayern Munchen dan menang saat menghadapi Viktoria Plzen, sementara di saat yang sama Barcelona menyapu bersih dua laga sisanya dengan kemenangan. Jika skenario ini terjadi, maka keadaan Inter Milan dan Barcelona sama-sama punya poin 10. Tapi yang berhak lolos sesuai regulasi yang ada, tetaplah Inter Milan yang menang head to head atas Barcelona.

Lalau bagaimana skenarionya agar Barcelona bisa lolos dari fase grup? Barcelona wajib menang dari dua pertandingan, dan berharap Inter Milan kalah atau imbang di dua laga sisanya. Apakah itu mudah? Tentu tidak. Ingin lolos tapi berharap tim lain terjegal, itu naif. Sudahlah, Barca! Kibarkan saja bendera putih, coba lagi musim depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun