Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kepala di Dada Marliang

6 Januari 2022   19:35 Diperbarui: 6 Januari 2022   19:58 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat Kasimin bersama rombongan tiba di sana untuk menjemput Marliang, amarahnya sudah berkobar seperti nyala api, tak berpikir panjang lagi segera menghunjamkan bogem mentah ke wajah Aman Saragi, berkali-kali mendarat sempurna. Mulut Aman Saragi berdarah. Kondisinya bisa lebih parah dari itu seandainya orang-orang tidak cepat melerai.

Keadaan semakin buruk kemudian ketika Uak Beli mencoba menyeret Marliang keluar kamar, namun Marliang menoak. Kekeh bertahan di kamar itu. Uak Beli sempat menamparnya, barulah Marliang membuka mulut, menguak apa yang sebenarnya telah terjadi pada dirinya.

Rupanya dia telah hamil, anak dalam kandungannya adalah darah daging Aman Saragi. Seperti ada petir tersesat di dalam telinga ketika Uak Beli mendengar keterbukaan Marliang itu. Campur aduk yang dia rasa, bahkan matanya berkaca-kaca, menjelma menjadi paman yang kejam memukuli Marliang tak peduli ramai orang di luar. Betapa dia sangat meyayangkan Marliang yang masih begitu muda bisa hamil oleh seorang duda yang dua kali dari umurnya.

Uak Belilah yang pertama kali membisikkan prahara Marliang kepada saudaranya. Januk menangis tanpa suara, kesedihan jelas sekali tergambar di wajahnya. "Saya lebih baik mati daripada melihat satu-satunya anak saya menikah dengan lelaki macam begitu," tutur Januk.

Sekeras apa pun penolakan, kendati seluruh makhluk di bumi tak memberi restu. Kenyataannya ada janin dalam perut Marliang, dan pengakuannya betapa sangat mencintai Aman Saragi. Pernikahan tetap dilakukan, mengingat kabar itu sudah tersebar menjadi buah bibir warga. Jika urung dinikahkan padahal kondisi Marliang sudah jelas: kehamilannya bukan rahasia lagi, sama saja memelihara aib. Uak Beli menjadi wali di pernikahan yang sangat sederhana itu, dilangsungkan di rumah imam masjid setempat.

Belum lagi sempat Marliang melihat wajah bapaknya, menyampaikan permohonan maafnya. Dalam perjalanan ke rumah, disaat yang bersamaan Januk menemui ajalnya, detik-detik memilukan begitu hanya ada istri dan Kasimin di sisinya. Tangis memecah kemudian, semakin pecah seperti paduan suara ketika Marliang, Aman Saragi bersama Uak Beli tiba di rumah. Hanya jasad bapaknya yang bisa dia peluk. Jasad yang tidak mungkin lagi bisa diajak bicara, bisa mendengar tangis dan maafnya, serta melihat kesedihannya.

Tidak seperi Uak Beli yang mudah berdamai dengan noda hitam masa lalu Marliang. Apalagi selang satu tahun kematian Januk, istrinya juga dipanggil ke sisi Tuhan. Marliang telah menjadi yatim piatu. Uak Beli sangat iba terhadap kemenakannya itu. Sadar kepada siapa lagi Marliang meminta perhatian orang tua jika bukan kepadanya. Makanya setiap Marliang berkunjung, dia selalu menyambut dengan baik.

***

Malam pertama di rumah Uak Beli, suasana yang semula baik lagi ramai berubah menjadi kesedihan. Semua bermula ketika Marliang mulai terbuka perihal kedatangannya tanpa Aman Saragi. Dia sungguh bingung tak tahu harus membawa diri ke mana, kecuali ke kediaman Uak Beli setelah Aman Saragi menjatuhkan talak kepadanya.

"Buatlah rumah tanggamu baik, selagi itu masih bisa diperbaiki. Jangan langsung berpikir perceraian adalah jalan keluar. Walau bagaimana, tetap pikirkan anak-anakmu," tutur Uak Beli.

"Tidak, Uak! Hati saya sudah mantap ingin pisah. Tidak sekali ini kami ribut. Sikapnya jadi sangat berubah. Istri mana yang tahan hidup dengan suami macam dia, baru ingat rumah setelah tengah malam, mabuk pula serta suka marah-marah. Untung-untung jika dia tidak punya wanita peliharaan di luar sana," ucap Marliang matanya berkaca-kaca. "Uak belum melihat banyak lebam di tubuh saya karena perbuatannya." Sampai di sini air mata Marliang tidak terbendung lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun