Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Sembarang Cinta

11 November 2017   08:00 Diperbarui: 11 November 2017   08:07 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu SMA, bisa dibilang Yus  kurang beruntung. Dari sekian mata pelajaran yang diujiankan setiap semester, selalunya hanya dua yang lulus. Yaitu mata pelajaran pertanian dan olahraga. Hal itulah membuat Hilda tak segan-segan memberikan rapor merah pada Yus. Bahkan ia tinggal kelas selama 3 tahun berturut-turut. Di tahun keempat Yus memilih  putus sekolah, dan menjadi budak kapal hingga menjadi buruh di pelabuhan.

Hal itulah yang membuat Hilda selalu merasa bersalah pada Yus. Ia menyalahi dirinya sendiri, karena dialah sehingga Yus tak memiliki ijazah SMA. Berdampak pada masa depan Yus yang hanya sebagai buruh. Skenario Tuhanlah yang mempersatukan mereka dalam ikatan pernikahan.

Dua hari yang lalu Dokter Yanti mengunjunginya. Dia berkesimpulan kalau penyakit yang diidap Hilda, bukan hanya kanker serviks saja. Terjadi komplikasi beberapa penyakit lainnya. Untuk menghela nafas saja terasa berat. Belum lagi sesekali darah mengalir dari hidungnya. Dokter Yanti menyarankan sebelum kondisi lebih buruk lagi, alangkah baiknya untuk dirawat di rumah sakit. Namun Hilda  sedikit keras kepala menolak ajakan itu.

"Kanker serviks yang diderita istri Mas sudah memasuki stadium 3 sehingga nyeri berlebihan dibagian panggul. Yang ditakutkan apabila kanker ini mulai menyerang organ tubuh lainnya." Mendegar tuturan Dokter Yanti. Yus tidak bisa menutupi perasaan kagetnya. Kekhawatiran berselimut dalam dirinya.

"Untuk mengobatinya bagaimana, Dok?"

"Hanya ada dua alternatif pengobatan kanker ini, Pengobatan radioterapi dan kemoterapi. Atau bisa juga dengan melalui operasi histeroktomi untuk mengangkat leher rahim yang terkena kanker. Terkadang jika ditemukan penyebaran kanker pada ovarium dan saluran tuba falopi maka kedua bagian tersebut juga akan diangkat."

Sesak yang dirasakan Yus, matanya terlihat berkaca-kaca. Bagaimana mungkin ia akan bisa melakukan pengobatan itu? Melihat kondisinya hanyalah seorang buruh. Sedangkan istrinya hanya PNS, yang sudah tidak aktif lagi. Bisa saja ia minta tolong pada keluarga Hilda yang notabene orang berada. Namun ia masih mempertahankan harga dirinya, apalagi usia perkawinannya masih dini. Belum apa-apa sudah merengek kesana-kemari. Itu yang  ia hindari.

"Dan satu lagi Mas. Penyakit kanker serviks sangatlah mematikan. Berdasarkan data dari WHO setiap tahunnya ribuan wanita meninggal karena penyakit kanker serviks dan juga merupakan jenis kanker yang menempati peringkat teratas sebagai penyebab kematian wanita di dunia," jelas Dokter Yanti. Yus tidak bisa berkutip barang sepatah kata lagi. Mulutnya terbungkam. Seolah-olah tidak percaya akan seriusnya penyakit yang diderita istrinya.

Di lain waktu ia menceritakan semuanya pada Hilda. Dan berkeinginan untuk merawatnya di rumah sakit saja. Sayangnya Hilda masih tetap dalam pendiriannya. Yus juga berkeinginan untuk menjual sebidang tanah miliknya untuk menambah biaya pengobatan Hilda. Hanya saja Hilda melarangnya.

"Mbak harus berobat biar cepat sembuh. Besok kita ke rumah sakit saja ya?"

"Tidak usah! Saya tidak kenapa-kenapa kok.  Buang-buang biaya saja jika harus ke rumah sakit"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun