"Tanpa perjumpaan antar kami komunitas-komunitas sastra di Malang, maka buku puisi ini tak akan lahir. Malang kami jadikan tempat proses berkarya, aktif berkomunitas, mendirikan komunitas meski kami ada yang hanya singgah untuk beberapa waktu ataupun kami yang menetap sebagi warga Malang dan kami yang yang warga asli Malang. Maka kesempatan keberadaan kami di Malang tak kami sia-siakan sebagai penulis untuk berkumpul dan berdiskusi hingga melahirkan buku puisi."
Denny Mizhar, lahir di Lamongan dan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang, bertemu dengan penyair dan pegiat sastra dari berbagai daerah: Pati, Ambon, Nusa Tenggara Timur, Probolinggo, Pulau Sapeken, Blitar, Wonogiri, Nganjuk, Magetan, Bondowoso, Pamekasan. Malang menjadi 'melting pot' untuk mengasah berbagai gagasan.Â
Rumah kost/kontrakan, caf, warung kopi, perpustakaan, kampus, art space, lesehan pinggir jalan menjadi tempat pertemuan membahas ide-ide. Warung kopi yang buka 24 jam (atau 23,5 jam), ada fasilitas wifi, ada toilet dan kamar mandi yang bersih, menjadi sasaran rujukan sebuah 'rendevouz' sastra. Begitulah Denny Mizhar memintal kehidupan sastranya di Malang dengan ikhlas. Denny Mizhar tercatat sebagai pendidik di SMK Muhammadiyah 2 Kota Malang dan SMK Kesehatan Amanah Husada, Batu. Tinggal selangkah menyelesaikan S2-nya di Universitas Muhammadiyah Malang.
Setelah Sulfatara: Pelangi Sastra Malang dalam Puisi, Denny Mizhar menyiapkan 15 judul buku puisi dan cerpen. "Rencananya April atau Mei 2014 akan terbit sebagai salah satu program Pelangi Sastra Malang tahun ini,"terangnya.
Denny Mizhar dan Ragil Supriyatno Samid (Ragil Sukriwul), mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, adalah 'konco plek'. Denny diajak Ragil masuk dalam Komunitas Mozaik Malang. Tugasnya di bagian produksi antara lain mencari dana untuk penerbitan buku Pledooi: Pelangi Sastra Malang dalam Cerpen (2009). Buku setebal 126 halaman tersebut memuat karya: Azizah Hefni, A Elwiq Pr, Abdul Mukhid, Yusri Fajar, Lubis Grafura, Aga Herman, Iman Suwongso, Liga Alam M, Yuni Kristyaningsih, Titik Qomariyah, Musyaroh El-Yasin, Wawan Eko Yulianto, Supriyadi Hamzah, Susanty Octavia.
Tahun berikutnya, Ragil mengajaknya membuat agenda sastra "Pelangi Sastra Malang (On Stage) Membaca Wahyu Prasetya" di Kedai Apresiasi Jl.Blitar 14 A Malang. Untuk menyiapkan acara tersebut, Denny Mizhar menelusur karya-karya puisi Wahyu Prasetya yang tercatat sebagai salah satu 'tonggak' penyair di Malang.Â
Pak Djoko Saryono memberi saran untuk mencari antologi puisi Di Balik Kaca Mercedes karya Wahyu Prasetya yang menjadi perbincangan ilmiah di Cornell University. Sampai hari ini karya tersebut belum juga ditemukan. Namun demikian, Denny cukup girang setelah mendapatkan foto copy antologi puisi tunggal Wahyu Prasetya,' Sebelum Gelas Pecah' yang diterbitkan Forum Sastra Bandung (1996).
Demikian nukilan yang ditulis Denny Mizhar dalam makalahnya untuk Temu Komunitas Sastra 5 Kota yang digelar Komite Sastra Dewan Kesenian Jombang, 13 Oktober 2012 di Graha Besut Jl.Pattimura Jombang. Sebuah perhelatan yang dihadiri komunitas sastra dari Semarang, Pare, Mojokerto, Jombang dan Malang.
Seusai Pelangi Sastra Malang pertama Juni 2010,Denny Mizhar makin intens dengan pergerakan sastra di Malang. Diskusi intens makin sering diadakan bersama Ratna Satyavati, Noval Jubbek, Nadia Agustina, Syafira Farar, Ragil Sukriwul, Asrina, Mila Irawati,Grace, Arie Triangga Sari, Lyla Nur Ratri, Yesi Devisa, Einid Sandy, Nadia, Nanang Suryadi, Yusri Fajar.
Perjumpaannya dengan Profesor Djoko Saryono dari Universitas Negeri Malang di Warung Sari (WS) Jl.Ambarawa, membuatnya makin tekun perihal dokumentasi dan riset sejarah sastra di Malang. Denny mulai menelisik jejak sastra Malang lewat tulisan lawas Suripan Sadi Hutomo (1994), Kronik Sastra Indonesia di Malang.Â
Dalam buku tersebut, Suripan mendokumentasikan buku-buku sastra yang terbit di Malang periode tahun 1950-an hingga 1980-an. Tercatat: Angin Lalu (1955, penerbit Angkatan Seniman Muda Indonesia, Malang), Pagi dan Cuaca yang Ranum (1972, karya Syamsul Arifin), Simalakama (1975 karya Rahadi Purwanto), antologi puisi Mekar (1975), Episode (1976, karya Henricus Supriyanto), kumpulan puisi MataAir (1977, Veven SP Wardhana dan Lila Ratih Komala), kumpulan puisi Kembang Kembar (1989, Himpunan Penulis, Pengarang dan Penyair Nusantara, di Batu), Hom Pim Pah, Fenomena (1983), Mata Kalian (1984) karya Tengsoe Tjahjono, penerbit Temperamen Bengkel Muda Malang, antologi puisi bersama Surat Buat Tuhan (1988, penerbit Dioma, Malang).