Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Wisnu Batik, Dari Malang Untuk Dunia

19 Desember 2017   16:26 Diperbarui: 19 Desember 2017   21:52 2193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wisnu Batik, Dari Malang Untuk Dunia

MINGGU siang itu saya merapat ke Pasar Raya  BAZNAS 2017 di Jalan Gajah Mada, samping Balai Kota Malang. Diselenggarakan oleh BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL KOTA MALANG (Baznas Kota Malang). Ada rencana kopdar dengan Bolang Kompasiana Malang. Bertemu rekan Hery Supriyanto, Ibu Sri Rahayu, Ibu Lilik Fatimah Azzahra, Mohammad Malik di seberang Panggung Seni. Pak Yunus Muhammad Nasuha masih rehat. Saya putuskan ngopi di salah satu warung di Jalan Gajah Mada. Baru satu sruputan kopi, hujan turun.Beberapa Ibu peserta Pasar Raya Baznas memajukan meja dan kursinya, menghindari percikan air hujan. Pandanganku tersorot pada gelaran beberapa kain batik tak jauh dari tempatku ngopi.Sang Ibu yang menjual batik sedang melayani pembeli. Stand batik berdampingan dengan Ibu yang menjual kain bordir.

Dwi Setyorini sedang melayani pembeli di stand Wisnu Batik dalam Pasar Raya Baznas Kota Malang di Jl.Gajah Mada (17/12/2017). Dokumentasi pribadi.

Tak ada yang kebetulan dalam hidup

Wisnu Batik demikian nama batik yang ikut Pasar Raya Baznas 2017. Sang Ibu yang menjual batik bernama Dwi Setyorini.  Kelahiran Ponorogo,15 November 1968. Bu Rini, panggilan akrabnya mulai belajar membatik tahun 1996."Waktu itu hanya membantu mertua yang setiap harinya berprofesi sebagai pengrajin batik," katanya. (17/12/2017).Tahun 1992 Dwi Setyorini menikah dengan Icuk Trisetyanto putra ketiga dari Ibu Rumini, Pacitan. 

Batik tulis Srikandi di Pacitan adalah perusahaan batik tulis milik Ibu Rusmini. Perusahaan batik tulis yang telah dirintis turun temurun.Meneruskan jejak batik tulis yang telah dirintis Ibu Sutasmi lewat batik tulis Sembodro di Pacitan. Batik tulis Sembodro dan Srikandi adalah langganan dari Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia (2004-2014).

Jika ditelisik, Icuk Trisetyanto, suaminya adalah keturunan keenam dari jalur keluarga yang meneruskan usaha batik tulis. Menikah dengan Icuk Trisetyanto menjadi pintu pembuka bagi Dwi Setyorini memasuki dunia batik tulis. Dwi Setyorini memasuki dunia batik tulis tidak dengan modal "nol potol". Latar belakang pendidikan Dwi Setyorini memang sudah disiapkan untuk itu. Sewaktu SLTA-nya, Dwi Setyorini adalah lulusan SMIK (Sekolah Menengah Industri Kerajinan) di Pacitan dan satu-satunya di Jawa Timur waktu itu.Sekarang sekolahnya berganti nama menjadi SMK.  

Dwi Setyorini melanjutkan kuliah di IKIP Negeri Surabaya jurusan KKR (Ketrampilan Kerajinan) D2 Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. Tahun 1989,setelah jadi guru selama 9 tahun, Dwi Setyorini mendapat beasiswa kuliah di Universitas Islam Malang Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Berhubung di SD tidak ada pelajaran khusus seni rupa, maka dia kuliah lagi supaya ijasah liniernya bisa mengajar jadi guru kelas. Sebelumnya Dwi Setyorini mengajar Bahasa Jawa. Dwi Setyorini merampungkan kuliah di UNISMA tahun 2012.

Wisnu Batik

Nama Wisnu Batik, diambil dari nama putranya, Wisnu Setya Wardhana (10),sekarang kelas 5 SD. "Saya ambil nama Wisnu karena Wisnu dalam pewayangan adalah Bathoro yang menguasai segala ilmu pengetahuan.Jadi supaya kelak bisa menjadi guru atau mahaguru.  Yang punya pengetahuan luas, dapat diamalkan buat orang banyak," katanya.

Sejak 2006, Dwi Setyorini dan keluarga tinggal di Polowijen, tepatnya di Perum Citra Laras Cakalang A8 Polowijen Kecamatan Blimbing Kota Malang. Sebelumnya kontrak di Jl.Piranha atas. Dwi Setyorini pun mengolah lokalitas dan sejarah Polowjen sebagai motif batiknya.Secara "aura kebudayaan"Kampung Polowijen memiliki keunikan. Diyakini di Polowijen pernah tinggal seorang ahli sungging dan guru tari bernama Tjondro Suwono atau lebih dikenal dengan Mbah Reni. Beliau wafat tahun 1938. Makamnya ditemukan Yudit Perdananto, pecinta topeng Malang, di Makam Umum Desa Polowijen. Salah satu karya Mbah Reni adalah topeng Ragil Kuning yang asli, disimpan dan dirawat oleh Yudit Perdananto. 

Dalam proses riset mengumpulkan data-data tentang lokalitas dan sejarah Polowijen, Dwi Setyorini berkenalan dengan Pak Isa Wahyudi dari Kampung Budaya Polowijen. "Di Kampung Budaya Polowijen masyarakat dapat belajar membuat topeng, menari topeng, membatik, juga mocopat". Hasil diskusi intens dengan Pak Isa Wahyudi mewujud 11 motif batik tulis khas Polowijen, antara lain: Ragil kuning,Watu dakon,Sumur windu, Pari gogo, Sawah,Ken Dedes.

Wisnu Setya Wardhana (10) sedang membatik. Dokumentasi Wisnu Batik
Wisnu Setya Wardhana (10) sedang membatik. Dokumentasi Wisnu Batik
Proses Membatik

Dwi Setyorini menguraikan proses membatik di Batik Wisnu. Setelah motif batik selesai di pindah gambar di kain. Proses ini disebut memola, lalu di klowongi atau dibatiki.Setelah itu diberi isen-isen, berupa cecek dan sawut, titik-titik dan garis-garis kecil.Selanjutnya di colet dulu motif-motifnya. Setelah motif selesai dicolet warna lalu mewarna dasarnya. Boleh tehnik colet, boleh tehnik tutup celup.Terakhir warna dikunci atau ditutup supaya tidak luntur lagi. "Saya memakai remasol agar pewarnaan lebih praktis dengan penguat atau pengunci warna pakai waterglass," jelas Bu Rini. 

Menurutnya, jenis remasol ino menghasilkan warna yang cerah mencolok dan praktis.Jenis indigosol, tergantung dengan sinar matahari, kalau mendung tidak akan timbul warna.Penguat warnanya atau penguncinya pakai asam nitrit, air aki dan air tawar. Menghasilkan warna cerah ngedop."Kalau pakai naptol, ibu-ibu yang ikut pelatihan banyak yang mengeluh karena susah menghafal rumus.Jadi banyak yang gagal mewarna.Makanya saya ambil kesimpulan pakai remasol,"jelas Bu Rini. Perlu proses empat hingga lima hari hingga kering. Wisnu Batik motif Polowijen dijual antara 200 sampai 250 ribu rupiah.Ukuran kain batik 2,25 meter per potongnya.

Motif Ragil Kuning.Dokumentasi Wisnu Batik
Motif Ragil Kuning.Dokumentasi Wisnu Batik
Batik Masuk Sekolah

Sehari-hari Dwi Setyorini adalah guru kelas di SDN Tunjungsekar 1 disebut juga dengan SD Brugge.Karena di jaman Belanda dulu yang mendirikan sekolah itu orang Belgia. Alamat sekolahnya di Jalan Ikan Piranha atas no 187, depan Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang. Di sekolah tersebut ada ekskul kriya batik.Diikuti anak kelas 3,4,5.Karena di sekolah unggulan non akademiknya adalah batik.  "Saya tanamkan untuk mencintai budaya bangsa sendri.Kadang mereka saya datangkan mahasiswa saya yang juga belajar batik.Karena orang asing jadi anak-anak senang,ternyata bangsa lain juga mencintai batik kita," jelas Dwi Setyorini. Setiap tamu sekolah, selalu diberinya kartu nama Wisnu Batik. Menurutnya hal itu cukup efektif. Nama Wisnu Batik dikenal di luar Jawa, bahkan sampai ke Malaysia.

Workshop Batik

Sejak sepuluh tahun silam, Dwi Setyorini intens mengadakan pelatihan batik untuk masyarakat umum, pelajar termasuk mahasiswa asing yang sedang kuliah di Malang. Jumlahnya paling banyak 21 mahasiswa setiap semester. Kalau di ABM khusus mahasiswa Jepang.Di Polinema 5 sampai 6 orang. Dwi Setyorini mencatat asal mahasiswa yang pernah belajar batik padanya. Ada yang dari Nepal,Laos,Thailand,Vietnam,Ceko, Swedia, Palestina, Sudan, Cina, Scotlandia.

"Ada mahasiswa dari Jepang, saat kuliah di Malang ikut workshop batik. Serampung kuliah kembali ke Jepang. Ternyata datang lagi ke Wisnu Batik untuk belajar  membatik," kenang Dwi Setyorini dengan wajah sumringah.

Mahasiswa asing yang sedang kuliah di Malang belajar batik di Wisnu Batik. (Dokumentasi Wisnu Batik)
Mahasiswa asing yang sedang kuliah di Malang belajar batik di Wisnu Batik. (Dokumentasi Wisnu Batik)
Modal

Wisnu Batikberdiri tahun 2013.Sebelumnya bernama Batik Srikandi Putra."Terus saya pikir kok ndompleng mertua namanya. Gak enak. Setelah saya ngurus SIUP namanya saya ganti Wisnu Batik. Alhamdulliah setelah ganti nama kok lancar..", jelas Dwi Setyorini. Menurut penuturan Dwi Setyorini (49), hingga saat ini tidak pernah ada yang memberi modal."Selama ini, semua modal pribadi sendiri. Sudah sering dimintai proposal dan riwayat usaha,tapi tidak pernah ada satupun yang membantu modal. Semoga setelah kegiatan ini, BAZNAS Kota Malang berkenan memberi bantuan modal ke saya."

Menurutnya, UKM pernah mengajak pameran atas nama UKM Binaan Kota Malang  untuk pameran ke Bandung, diminta mengajukan bantuan modal, hingga sekarang tidak ada realisasinya. Ada dua universitas di Malang yang katanya mau memberi alat dan bahannya namun hingga hari ini juga belum turun bantuan. "Capek Pak..modal saya sendiri walaupun jalannya tertatih-tatih.Kalau ditekuni moga-moga bisa berkembang." 

Benar Bu, sopo temen bakal tinemu.

Ikut Pasar Raya Baznas

Baru sekitar enam bulan lalu Dwi Setyorini diajak orang BAZNAS Kota Malang untuk bergabung, lewat teman peserta pelatihan yang sudah dapat bantuan modal. Dalam kegiatan Pasar Raya yang digelar 16-17 Desember 2017, Wisnu Batikmenempati stand berukuran 1,5 x 3 meter.Berdampingan dengan stand usaha bordir yang mengajaknya bergabung. "Alhamdulillah, selama Pasar Raya Baznas, Wisnu Batik   terjual 2 potong. Motif topeng malangan. Ada yang harganya 225 dan 190 ribu rupiah per potong," Dwi Setyorini menjelaskan dengan berbahagia. Dwi Setyorini senantiasa menggunakan kesempatan berpameran untuk menyebarluaskan kartu nama Wisnu Batik. "Biasanya seusai pameran, ada undangan untuk mengadakan pelatihan," jelasnya. Selain menyebar kartu nama, Dwi Setyorini juga aktif berpromosi lewat medsos ala "jaman now", yakni facebook dan instagram. "Cukup menyenangkan ikut Pasar Raya Baznas tapi sayang cuaca sangat tidak mendukung."

Wisnu Batik oleh-oleh khas Malang. Dokumentasi Wisnu Batik.
Wisnu Batik oleh-oleh khas Malang. Dokumentasi Wisnu Batik.
Harapan

"Saya berharap usaha saya ini terus berkembang lagi, hingga dikenal di mancanegara dan bisa mempromosikan sampai ke luar negeri. Saya  ingin praktek demo membuat batik di luar negeri,supaya budaya kita bisa dikagumi oleh bangsa lain," demikian harapan Dwi Setyorini.

Terkait bantuan modal, Dwi Setyorini tidak mengharap terlalu banyak. Menurutnya, yang penting Wisnu Batikbisa jalan sendiri, walaupun sedikit demi sedikit. "Saya berharap ada modal pinjaman lunak, tidak terlalu mengikat dan bunga yang sangat kecil".

Epilog

Hujan mulai reda. Menjelang jam setengah empat sore. Waktunya undur diri.Bergabung dalam kopdar Bolang Kompasiana Malang.

Jagongan dengan Bu Dwi Setyorini ihwal Wisnu Batik sungguh menyenangkan. Jika Kompasioner sedang menikmati liburan di Malang, jangan lupakan oleh-oleh khas Malang, WisnuBatik, salah satu peserta Pasar Raya Baznas 2017.

Salam budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun